SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Saturday, May 17, 2008

Enterovirus 71 (E-71) : Depkes Lakukan Antisipasi Penyakit Kaki Tangan dan Mulut

Penyakit kaki, tangan dan mulut (KTM) yang dalam dunia kedokteran dikenal sebagai hand, food, and mouth saat ini melanda Negeri China. Penyakit yang disebabkan Enterovirus 71 (E-71) berjangkit sejak tahun lalu. Tahun ini, telah menewaskan 43 anak-anak dan menginfeksi 24.932 anak lainnya di Provinsi Ahui di bagian selatan China. Di provinsi ini tempat kasus pertama dan paling parah dilanda penyakit ini. Kasus lainnya terdapat di kota Zhejiang dan kota Guangdong. Bahkan kasus serupa juga ditemukan di Singapura, Malaysia dan Vietnam.

Itu sebabnya, penyakit EV 71 tidak hanya menjadi perhatian serius pemerintah China. Negara di dunia juga terus mengamati perkembangan penyakit yang menyerang anak-anak itu. Tidak terkecuali, Pemerintah Indonesia telah mewaspadai dan memonitor rumah sakit – rumah sakit serta meminta agar segera melapor ke dinas kesehatan setempat jika terdapat kasus yang menyerupai EV-71.


Untuk meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan, kami sudah mengirim surat No. HK. 02.04/D/I.4/1405/08 tanggal 9 Mei 2008 ke seluruh gubernur dengan tembusan ke dinas kesehatan untuk dilanjutkan ke rumah sakit –rumah sakit setempat. Surat juga dikirimkan ke Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kepala Balai Besar/Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit Menular dan Kepala Rumah Sakit Vertikal, ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes dr. I Nyoman Kandun, MPH.

Dalam surat itu dijelaskan mengenai penyakit EV-71, cara penularan, pencegahan dan permintaan untuk segera melaporkan ke Ditjen P2PL Depkes. Jika daerah memerlukan bantuan, kata dr. I Nyoman Kandun pihaknya akan membantu sesuai kewenangan yang ada. Misalnya, daerah mengalami kesulitan mengidentifikasi, spesimen dapat dikirim ke Depkes Pusat untuk diidentifikasi. dr. Nyoman Kandun, yakin bahwa tingkat kewaspadaan rumah sakit saat ini sudah semakin tinggi pada penyakit menular, termasuk flu burung.


Menurut dr. Nyoman Kandun, penyakit KTM disebabkan oleh Enterovirus, Coxsackie virus atau Echovirus. Penyakit ini berbeda dengan penyakit kuku dan mulut pada binatang. Gejalanya diawali demam (38-39 derajat celcius), nafsu makan turun dan nyeri menelan. Timbul vesikel dan ruam (melepuh kemerahan yang kecil dan merata) di dalam mulut. Juga di lidah, gusi atau pipi bagian dalam. Vesikel mudah pecah dan menjadi luka di mulut yang menyebabkan anak tidak mau makan.

Penyakit EV-71dapat dicegah. Karena itu masyarakat diminta meningkatkan kebersihan pribadi dengan mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan, sesudah buang air besar. Tutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin. Pisahkan alat makan, alat kebersihan pribadi dan pakaian termasuk kaus kaki dan sepatu penderita. Masyarakat diingatkan untuk segera berobat ke dokter bila mengalami gejala seperti penyakit EV 71, kata dr. Nyoman Kandun.


Infeksi Kaki, Tangan dan Mulut.

dr. Widodo Judarwoto, Sp. A., dari RS Bunda Jakarta, menyatakan penyebab penyakit KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah coxsackie A 16, sedangkan yang memerlukan perawatan penyebabnya adalah enterovirus 71 karena keadaannya lebih berat atau dengan komplikasi sampai berakibat kematian.

Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum yang biasa terjadi pada kelompok masyarakat yang sangat padat dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun. Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus, ujar dr. W. Judarwanto.

Gejala yang dianggap berat adalah hiperpireksia (suhu lebih dari 39 derajat celcius) atau demam tidak turun-turun, denyut jantung sangat cepat, sesak, nafsu makan dan minum berkurang, muntah atau diare dengan dehidrasi, badan sangat lemah, kesadaran turun atau kejang-kejang. Bayi atau anak usia dibawah 5 tahun yang timbul gejala berat harus dirujuk ke rumah sakit.


Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit itu adalah infeksi selaput otak atau meningitis (aseptik meningitis, meningitis serosa atau non bakterial), infeksi otak atau encefalitis (bulbar), infeksi otot jantung atau miokarditis, paralisis akut flasid (kelumpuhan), infeksi paru atau pneumonia.

Sumber : Depkes OL

Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare, Meningitis, dan Keracunan Pangan di Papua


Permasalahan kesehatan akibat Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare, KLB Meningitis dan KLB Keracunan pangan di Provinsi Papua dan upaya penanggulangannya, berdasarkan informasi dari Dinkes Provinsi Papua sampai dengan tanggal 13 Mei 2008 pukul 15.00 WIB sebagai berikut :

Kronologis

Pada tanggal 1 April s.d 5 Mei 2008 terjadi KLB Diare, KLB Meningitis dan KLB keracunan pangan di 4 Kabupaten dalam provinsi Papua, yaitu Kab. Nabire, Kab. Jayapura, Kab. Paniai dan Kab. Keerom. KLB Meningitis terjadi pada tanggal 1 April s.d 5 Mei 2008 di Desa Bilogai ilaga Kab. Paniai. KLB Diare terjadi pada tanggal 21 s/d 28 April 2008 di Desa Monameni Kab Nabire, sedangkan tanggal 3 Mei di Distrik Arso Kota Kab. Keerom. KLB keracunan pangan terjadi pada tanggal 30 April s/d 1 Mei 2008 di Distrik Namblong Kab. Jayapura yang diduga akibat memakan daging babi.


Kejadian tersebut menyebabkan korban meninggal dunia sebanyak 38 orang dan jumlah total korban sebanyak 337 orang. Rinciannya sebagai mana terlihat pada tabel berikut :

Sumber data: http://www.depkes.go.id


Upaya yang telah dilakukan

  1. Evakuasi korban
  2. Melakukan pelayanan kesehatan di Puskesmas, Pustu, dan Rumah Sakit.
  3. Melakukan investigasi ke lokasi kejadian
  4. Memerikasakan sampel makanan pada kasus KLB keracunan Pangan di Kab. Jayapura ke Labkesda. Hingga saat ini masih menunggu hasilnya.

Pengendalian Flu Burung Tersendat

Petugas Kesehatan Kurang Peka Gejala Flu Burung
Sabtu, 17 Mei 2008 | 00:44 WIB

Implementasi program pemberantasan flu burung di Tanah Air masih belum berjalan dengan baik. Jika tidak segera dibenahi, kasus penularan flu burung pada unggas maupun manusia akan terus bermunculan secara sporadis di berbagai daerah.

”Pengendalian flu burung di Indonesia kurang berjalan,” kata Ketua Panel Ahli Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza Amin Soebandrio, Jumat (16/5), di Jakarta.

Koordinasi saat ini antara Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan dinilai membaik dibandingkan dengan sebelumnya. ”Sistem pemberantasan flu burung, termasuk program- programnya, juga dirancang dengan baik,” ujarnya.

Sumber penularan

Saat ini justru prinsip utama penanggulangan flu burung, yaitu pengendalian sumber penularan, belum dikerjakan. Merebaknya kasus flu burung di Jakarta menunjukkan restrukturisasi perunggasan belum berjalan. Masih banyak peternakan unggas di perkampungan. Gubernur DKI Jakarta telah menginstruksikan pelarangan memelihara unggas di kawasan permukiman.

Menurut Anggota Fraksi PKS DPRD, Selamat Nurdin, percepatan relokasi unggas dari rencana 2010 menjadi 2009 mutlak perlu karena korban flu burung terus berjatuhan. Di Jakarta 33 orang terpapar flu burung, 28 di antaranya meninggal dunia.

Di Tangerang, salah satu titik rawan flu burung, struktur perunggasan sektor tiga dan empat (peternakan rakyat) belum dibenahi. ”Kerjakan dulu restrukturisasi perunggasan agar kasus flu burung tidak terus muncul sporadis,” kata Amin.

Selama ini pemerintah sebatas melakukan sosialisasi bahaya flu burung dan pelarangan memelihara unggas di kawasan permukiman namun tak diikuti pemantauan implementasi program dan penegakan hukum. Kesadaran masyarakat soa pencegahan flu burung masih minim.

Kepala Subdinas Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Adnan Ahmad menyatakan, restrukturisasi perunggasan sudah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir. Di Jakarta, tinggal ratusan unggas yang ada di daerah permukiman.

”Sosialisasi terus dilakukan secara langsung maupun lewat media massa. Mestinya setiap warga di Jakarta sudah tahu akan bahaya flu burung, tetapi belum semua orang mau mengikuti apa yang dikampanyekan,” kata Adnan. Petugas menangkapi unggas di permukiman, tetapi sebagian pemilik langsung menggantinya.

Amin menyayangkan lambannya penanganan medis pasien sebagaimana terjadi pada kasus AI di Gandaria, Jakarta Selatan. Karena petugas kesehatan terlambat mendiagnosis flu burung dan tidak segera melapor ke dinas peternakan setempat, sumber penularannya sulit diketahui.

Hingga saat ini banyak petugas kesehatan belum peka pada gejala penyakit flu burung karena kasus penularan pada manusia sedikit. ”Jika ditemukan kasus flu burung pada manusia, harus segera diinformasikan ke masyarakat dan instansi terkait agar bisa segera ditangani,” ujarnya. (EVY)

Sumber : Kompas

Friday, May 16, 2008

Sudah 43 Anak Tewas Akibat Virus EV71 di China

16/05/2008 15:49 WIB


Beijing - Korban jiwa akibat virus enterovirus 71 alias EV71 di China terus melonjak. Sejauh ini total korban tewas telah mencapai 43 anak.

Korban terakhir adalah seorang bayi berempuan berusia 22 bulan dari Provinsi Jiangxi. Bayi malang itu meninggal pada Kamis, 15 Mei waktu setempat di rumah sakit.

Demikian disampaikan pejabat-pejabat kesehatan kepada kantor berita resmi China, Xinhua, Jumat (16/5/2008).

Virus EV71 bisa menyebabkan penyakit mulut, kaki dan tangan. Sejauh ini penyakit itu telah menjangkiti lebih dari 24.934 anak di 7 provinsi China plus ibukota Beijing.

Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah setelah Kementerian Kesehatan China pekan lalu memerintahkan fasilitas-fasilitas kesehatan untuk melaporkan setiap kasus baru.

Virus EV71 menyebar melalui kontak dengan air liur atau kotoran pasien yang terinfeksi. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka yang masih lemah.

Serangan virus ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juni dan Juli mendatang. ( ita / nrl )

Sumber : Detikcom

Flu Burung : Virus Mematikan Itu Masih "Bergelayut" di Kota Jakarta

Jumat, 16 Mei 2008 | 00:44 WIB

Satu per satu wartawan meninggalkan rumah duka itu. Suasana menjadi lebih lengang. Sejumlah anggota keluarga tampak lebih santai. Mahmud (56), yang sebelumnya sempat agak marah karena terus-menerus ditanyai wartawan sebuah stasiun televisi, kini tampak lebih tenang.

”Kita semua, kan, sedang sedih. Capek rasanya kalau diwawancarai terus. Apalagi Bapak, masih enggak percaya dua anaknya meninggal selang 10 hari saja,” tutur Anwar Sanusi (20), kakak dari Is (15) dan Ar (14).

Is dan Ar, anak kelima dan keenam pasangan Mahmud dan Siti Aisyah (50), meninggal setelah sakit mendadak. Keduanya diduga terinfeksi virus avian influenza. Ar meninggal di rumahnya di RT 012 RW 01 Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Minggu (4/5) pagi. Sementara itu, kakaknya, Is—yang selalu menunggui Ar saat sakit—meninggal di RS Persahabatan, Rabu (14/5) pagi.

Positif AI

Sejauh ini, hanya Is yang dikonfirmasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta positif mengidap flu burung. Hal itu setelah contoh darah Is diperiksa melalui metode polymerase chain reaction (PCR) di laboratorium pusat Departemen Kesehatan di Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Sementara itu, Ar tidak sempat diperiksa karena almarhum enggan dirawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu, sakitnya Ar tidak sempat terlaporkan dan tidak sempat menjalani pemeriksaan. Pihak keluarga pun menolak makam Ar dibongkar.

Meski demikian, Is dan Ar mengalami gejala serupa. Demam, paru-paru terasa panas, dan batuk. ”Sakitnya itu benar- benar mendadak, lalu meninggal,” kata Anwar.

Lokasi tempat tinggal keluarga Mahmud ini hanya sekitar 1 kilometer dari kawasan elite Pondok Indah. Sekitar 4 meter dari rumah keluarga Mahmud ini mengalir kali kecil Krukut. Di sepanjang kali itulah berderet rumah-rumah petak, yang rata- rata memiliki tiga bilik. Secara umum, perkampungan ini relatif bersih kendati padat dan pengap. Tidak tercium bau comberan, tak tampak pula sampah yang berceceran. Kualitas air tanah pun masih bagus.

Unggas negatif AI

Seperti umumnya warga perkampungan di Jakarta, sejumlah warga memelihara unggas, seperti ayam kampung, burung dara, itik, angsa, dan entok. Padahal, jenis-jenis unggas tersebut, juga burung puyuh, merupakan unggas yang dilarang dipelihara di DKI Jakarta, sejak virus AI merebak.

Namun, menurut Eko Henri Wicaksono, Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Peternakan Jakarta Selatan, dari pemeriksaan terhadap 54 sampel darah unggas yang hidup di sekitar tempat tinggal keluarga Mahmud tak satu unggas pun yang positif AI.

”Tak satu unggas pun yang tampak sakit dan hasil lab pun negatif. Meski begitu, semuanya didepopulasi (dimusnahkan), lalu dikembalikan kepada pemiliknya untuk dikonsumsi,” kata Eko.

Eko mengatakan, kasus AI di Gandaria Utara itu sejauh ini tidak menampakkan korelasi antara korban dan unggas yang ada di sekitar tempat tinggalnya. ”Ini tanda tanya besar. Selama ini kaitan korelasi itu hanya sebatas menduga-duga, dan tidak bisa terkonfirmasi oleh hasil lab?” ujar Eko.

Meski masih dibayangi tanda tanya, program pemusnahan unggas terus berlangsung. Menurut Seksi Pengawasan dan Penertiban Suku Dinas Peternakan Jakarta Selatan Nurhasan Ma’ud, di Kebayoran Baru sejauh ini sebanyak 230 ayam kampung, 192 burung dara, dan 8 entok telah dimusnahkan. Unggas yang dimusnahkan itu semuanya dikonsumsi warga.

Warga yang memiliki unggas, selain yang terlarang, dapat memperoleh cairan desinfektan glutanol secara gratis di kantor suku dinas peternakan setempat. Cairan yang mengandung 32 persen glutaraldehyde itu dapat digunakan untuk membersihkan kandang. (Sarie Febriane)

Sumber : Kompas.com

Tuesday, May 13, 2008

FLU BURUNG : Penggunaan Disinfektan untuk Matikan Virus

Selasa, 13 Mei 2008 | 00:28 WIB

Jakarta, Kompas - Serangan virus flu burung H5N1 telah tersebar luas di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu, pencegahan penyebaran virus itu perlu dilakukan dengan disinfektan yang bisa mematikan virus flu burung di lingkungan peternakan, rumah sakit, dan permukiman.

”Hingga saat ini belum ditemukan terapi pasti dan efektif mengatasi penyakit flu burung karena virus itu mudah bereplikasi. Jadi, upaya pencegahan lebih efektif dibanding mengobati,” kata ahli patologi dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Agus Setiyono, Senin (12/5), di Jakarta.

Pengendalian dan pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mencuci peralatan dan menyemprot tempat yang berisiko terkontaminasi virus H5N1 dengan desinfektan, zat kimia yang membunuh dan menghambat multiplikasi mikroorganisme, yaitu bakteri, protozoa, fungi, dan virus. ”Pemberian vaksin pada unggas saja tidak cukup, desinfektasi juga berperan penting dalam mencegah penyebaran flu burung,” kata Agus.

Desinfektan yang baik harus berspektrum luas terhadap mikroorganisme, efeknya cepat, tidak meninggalkan mikroorganisme resisten, tidak menyisakan residu, tidak mewarnai atau korosiva, tidak merusak kulit, dan toksisitas rendah.

Syarat lain adalah setelah dicuci tidak beresidu, dapat bekerja seperti sabun, mudah dipakai, dan ekonomis atau harganya terjangkau masyarakat. Salah satu golongan desinfektan yang dinyatakan mampu secara efektif mematikan virus flu burung adalah detergen kationik. ”Desinfektan bisa digunakan sebelum vaksinasi pada unggas,” ujarnya.

Desinfektan jenis detergen kationik mampu merusak membran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan melarutkan membran phospholipida. Desinfektan ini juga memengaruhi permeabilitas membran sehingga isi sel lepas dan sel jadi rusak, serta secara aktif mematikan jamur, bakteri, dan virus, termasuk flu burung.

Hasil pengujian efektivitas detergen kationik terhadap virus flu burung di Unit Pelayanan Mikrobiologik Medik Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB menunjukkan, detergen kationik mampu menginaktivasi virus H5N1 pada konsentrasi seratus persen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan isolat virus flu burung dari Tasikmalaya tahun 2005. (EVY)

Sumber : Kompas Cetak

Monday, May 12, 2008

Ditemukan Disinfektan Flu Burung


Ramadhian Fadillah - detikcom

Jakarta - Zat amonium kuartener selama ini dikenal sebagai salah satu bahan baku deterjen. Namun bahan disinfektan ini terbukti mampu membunuh berbagai jenis virus termasuk virus flu burung H5N1.

Pengujian amonium kuartener sebagai disinfektan virus flu burung dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan IPB dalam riset 2008. Mereka menguji amonium kuartener dengan virus H5N1 yang ditemukan dalam kasus yang terjadi di Tasikmalaya 2005.

"Amonium kuartener punya kelebihan, rendah toksin (racun) dan cepat membunuh virus," kata Kepala Dinas Kesehatan Hewan Pusat Studi Hewan Tropika IPB, Agus Setiyono, dalam diskusi di Hotel Ciputra, Jl S Parman, Jakarta, Senin (12/5/2008).

Virus yang dicampur amonium kuartener disuntikan ke dalam embrio telur ayam. Setelah 48 jam, embrio telur mati, namun bukan karena virus flu burung, melainkan karena disinfektan telah bekerja mematikan virus flu burung.

Menurut Agus, dalam konsentrat tinggi, amonium dapat mematikan embrio. Namun jika digunakan dalam bentuk semprot, itu tidak berbahaya bagi manusia dan hewan.

"Kalau disemprotkan itu justru bagus sebagai disinfektan," pungkasnya. IPB, lanjut Agus, terus mengembangkan penelitian mengenai manfaat penggunaan amonium kuartener ini. ( fay / ana )

Sumber : Detiknews.com

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN