SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Friday, June 4, 2010

Vietnam Diserang Wabah Blue Ear

Son La, Vietnam, Penyakit Blue Ear atau yang dikenal dengan nama Porcine Reproductive & Respiratory Syndrome (PPRS) mewabah di 16 provinsi di Vietnam. Ratusan ternak babi mati akibat terkena Blue Ear. Warga mulai cemas penyakit ini menular ke manusia seperti halnya Flu Burung dan Flu Babi.
Seperti dilaporkan Departemen Kesehatan Hewan Vietnam yang dilansir dari xinhuanet, Kamis (3/6/2010) penyakit ini menyerang provinsi Hai Duong, Thai Binh, Thai Nguyen, Hung Yen, Bac Ninh, Hai Phong, Hanoi, Nam Dinh, Ha Nam, Lang Son, Nghe An, Quang Ninh, Bac Giang, Hoa Binh, Cao Bang dan yang terbaru provinsi Son La.Waktu penyebaran dari virus ini sangat cepat sekitar 4-5 bulan dan sedikitnya terdapat 90 persen ternak yang telah menjadi positif.
Virus PRRS ini bisa menginfeksi semua jenis ternak termasuk yang memiliki status kesehatan tinggi atau biasa saja dan menyerang ternak yang berada di dalam atau luar kandang.Namun masih belum dipastikan apakah virus ini juga bisa menginfeksi manusia atau tidak.
Seperti dikutip dari Thanh Nien Online, Dr Duong Van Sinh kepala ICU (Intensive Care Unit) Hue Central Hospital mengungkapkan ada sekitar 28 orang yang diduga (suspect) terinfeksi Streptococcus suis.
Salah satu hal yang menarik perhatian adalah kematian pasien laki-laki (37 tahun) dari Quang Ngai City yang diduga terinfeksi Streptococcus suis. Tapi direktur Hue Central Hospital Prof Bui Duc Phu menuturkan bahwa hasil kultur darah menunjukkan negatif terkena Streptococcus suis."Hasil negatif tidak berarti bahwa pasien tidak terinfeksi Streptococcus suis, karena ada kemungkinan hasil kultur darah ini sudah dipengaruhi kuat oleh antibiotik yang digunakan," ungkap Prof Phu.
Virus PRRS yang menyerang babi bisa meningkatkan kasus kejadian Streptococcus suis pada babi, tapi belum ada kasus yang dilaporkan adanya penularan virus ini dari hewan ke manusia.
Seperti dikutip dari Thepigsite.com, virus PRRS memiliki kemampuan untuk merusak macrophages (bagian dari sistem pertahanan tubuh) terutama yang berada di dalam paru-paru babi. Macrophages yang ada di dalam paru-paru disebut dengan alveolar macrophages yang berfungsi menyerang bakteri dan virus, tapi tidak berlaku pada virus PRRS ini.
Virus PRRS ini bisa berkembang biak di dalamnya dan memproduksi lebih banyak virus lagi sehingga mematikan fungsi macropharoges.Setelah itu virus akan bertahan disana dan tetap aktif selamanya. Kondisi ini menghilangkan bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh sehingga memungkinkan bakteri atau virus lain untuk berkembang biak dan menyebabkan kerusakan.

Wednesday, June 2, 2010

Kemkes Pastikan Vaksin Meningitis Bebas Unsur Babi

JAKARTA--MI: Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak (MPKS) Kementerian Kesehatan memastikan bahwa vaksin meningitis yang akan diberikan pada calon haji tidak mengandung unsur babi.

Kendati telah memastikan dan melaporkan hasil kajian ilmiah ini ke Menteri Kesehatan, untuk persoalan fatwa haram atau halal pada vaksin, MPKS menyerahkan kewenangan sepenuhnya pada Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketua MPKS Achmad Sanusi Tambunan mengutarakan, kendati pembuatannya melibatkan melibatkan unsur babi (porcine) guna pembiakan bibit vaksin, namun berdasarkan kajian MPKS, setelah melalui proses pencucian berkali-kali maka ketika telah menjadi produk vaksin sudah tidak lagi ditemukan unsur babi sama sekali.

"Soal fatwa kita serahkan semua ke MUI. Kita tidak mengurusi soal itu. Yang jelas dari kajian ilmiah, tidak lagi ditemukan unsur babi pada vaksin," ujar Achmad, di Jakarta, Jumat (14/5).

Achmad menjelaskan, MPKS merupakan lembaga non struktural yang bertanggung jawab pada menteri kesehatan. Terdiri dari unsur medis dan ulama, MPKS bertugas memberikan pertimbangan dan kajian kebijakan bidang kesehatan ditinjau dar hukum syarak Agma Islam kepada menteri kesehatan. Sebelum MUI terbentuk, MPKS lah yang memberi masukan kebijakan kesehatan berdasarkan telaah agama.

Pada kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Ratna Rosita Hendardji mengatakan, pemerintah harus menyediakan vaksin meningitis untuk memenuhi kebutuhan sekitar 210 ribu orang yang hendak menunaikan ibadah haji ke Arab Saudi pada 2010. Kementrian Kesehatan sendiri telah menyiapkan dana sekitar Rp 21 miliar untuk penyediaan vaksin pada penyediaan vaksin meningitis tahun ini.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama memastikan, vaksin meningitis yang akan digunakan bagi peserta umrah dan haji adalah jenis vaksin yang sama dengan jenis vaksin yang digunakan pada tahun lalu. Kendati vaksin itu oleh MUI sebelumnya dianggap haram, namun Tjandra menegaskan vaksin jenis ini juga digunakan oleh negara-negara berpenduduk Muslim yang lain termasuk Malaysia yang sebelumnya dianggap oleh MUI telah menggunakan jenis vaksin halal.

"Sampai saat ini, belum ada perusahaan atau negara yang bisa membuat vaksin meningitis tanpa melibatkan unsur porcine," tandasnya.

Perlu diketahui, pemerintah terpaksa memfasilitasi calon haji dan umrah yang harus melakukan vaksinasi meningitis karena melalui Nota Diplomatik Dubes Arab Saudi di Jakarta No. 211/94/71/577 tanggal 1 Juni 2006 pemerintah Arab Saudi mewajibkan setiap calon haji, tenaga kerja dan umrah mendapat imunisasi meningitis sebagai syarat untuk mendapatkan visa.

Vaksinasi meningitis diperlukan untuk melindungi jamaah dari ancaman penyakit meningitis yang endemis di Arab Saudi dan menghindari penularan penyakit itu dari haji lain dari kawasan Sabuk meningitis di Afrika.

Sebelumnya, MUI mengatakan produk vaksin disebut halal jika dibuat dari bahan yang halal dengan fasilitas produksi yang bebas dari kontaminasi silang bahan haram/najis.Namun dalam fatwanya MUI juga menyebutkan bahwa jika sampai pada waktu pengadaan vaksin meningitis tiba pemerintah belum bisa mendapatkan vaksin yang bebas dari unsur babi, MUI akan membuat fatwa baru atau menganjurkan pemerintah mengacu pada fatwa yang sebelumnya sudah dikeluarkan terkait vaksin meningitis ini, yakni bahwa vaksin meningitis yang ada boleh digunakan dengan alasan kedaruratan.

Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/14/142839/71/14/Kemkes-Pastikan-Vaksin-Meningitis-Bebas-Unsur-Babi

Tuesday, June 1, 2010

PENYAKIT YANG BARU MUNCUL ANCAMAN MASA MENDATANG

Penyakit menular yang baru muncul (PMBM) atau emerging infectious diseases (EID), mempunyai potensi menimbulkan wabah, kerugian ekonomi dan kekacauan sosial yang hebat. Ancaman tersebut sekitar 70% berasal dari penyakit hewan seperti SARS, NIPAH, Flu Burung dan lain-lain. Hal ini diperberat karena bangsa Indonesia, juga menghadapi penyakit menular bersumber binatang lainnya seperti Malaria, Demam berdarah, Filariasis (kaki gajah), Rabies dan penyakit menular langsung seperti Diare, Kecacingan, Kusta dll.

Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH ketika membuka Rakernas Gerakan Nasional Peternak Sehat Ternak Sehat (PSTS) yang diselenggarakan Himpunan Masyarakat Peternak Unggas Lokal Indonesia ( HIMPULI), di Bogor (25/5). Raker diikuti sekitar 200 anggota HIMPULI dan dihadiri Menteri Pertanian, Ir. H. Suswono, MMA.


Menurut Menkes, Kesehatan merupakan hak azasi setiap insan Indonesia dan pemenuhannya merupakan tanggung jawab negara untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah bersama seluruh unsur masyarakat.

“Seluruh masyarakat termasuk peternak unggas, perlu dilindungi dari berbagai penyakit terutama penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan pandemi. Demikian pula kecelakaan di tempat kerja yang dapat timbul akibat proses kerja, alat kerja, lingkungan kerja, cara kerja yang tidak aman dan gaya hidup yang tidak sehat”, ujar Menkes.

Oleh karena itu upaya pelayanan kesehatan masyarakat, upaya penyehatan lingkungan yang telah ada di masyarakat dan upaya kesehatan terhadap ternak masyarakat yang merupakan sumber pendapatan keluarga dan ketahanan keluarga perlu dipadukan dan didorong dengan pendekatan upaya pemberdayaan masyarakat (self reliance approach), kata dr. Endang Rahayu.

Menurut Menkes, pengembangan Desa Siaga dengan kegiatan “Peternak Sehat Ternak Sehat” merupakan model upaya strategis terobosan kegiatan keterpaduan kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan kesehatan ternak di Desa sesuai dengan kebutuhan masyakat melalui pendekatan pemberdayaan masyakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat dan bantuan pemerintah.

Berkaitan dengan hal itu, Menkes menyambut baik Gerakan Peternak Sehat Ternak Sehat (GPSTS) yang merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kemeterian Pertanian dan HIMPULI serta sektor lainnya. ”GPSTS merupakan terobosan baru yang harus terus diperluas cakupannya ke seluruh Indonesia. Gerakan ini juga merupakan pelaksanaan konsep Satu Kesehatan untuk Indonesia sebagai bagian dari One World One Health “, ujar Menkes.

Tujuan Gerakan Nasional Peternak Sehat Ternak Sehat yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatnya produktivitas ternak. Dengan tujuan khusus mewujudkan peternakan unggas yang sehat sesuai dengan cara beternak unggas yang baik (Good Farming Practices/GFP) dan memenuhi syarat kesehatan masyarakat. Juga mewujudkan lingkungan pemukiman yang sehat, serta terselenggaranya penanganan produk hewan yang higienis.

Menurut Menkes, PSTS merupakan gerakan promosi kesehatan, kebersihan perorangan dan PHBS; deteksi dini dan respon cepat pada penyakit yang dapat menimbulkan wabah; pemberdayaan masyarakat peternak di bidang kesehatan dan UKBM; penyehatan lingkungan serta penyelamatan aspek biologis (Biosafety) dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatnya produktivitas ternak.

Menkes menyebutkan, dari 231,83 juta jiwa penduduk Indonesia (BPS, 2009), 45.24% (104,87 juta jiwa) adalah pekerja. Sebagian besar bekerja di sektor pertanian (46%), perdagangan (19%), industri (12%) dan lain lain. Sektor pertanian terdiri dari petani, nelayan, peternak dan sebagainya. Pekerja yang bergerak disektor peternakan unggas (ayam, itik dan lain-lain) menca pai 5 juta terdiri dari peternak unggas formal dan non formal yang tersebar di desa-desa.

“Kita ketahui, unggas air termasuk itik/bebek merupakan “carrier” dan sumber penularan Flu Burung pada unggas dan manusia,” terang Menkes.

Menurut hasil penyelidikan epidemiologi, faktor risiko penularan flu burung kepada manusia 47,% disebabkan karena kontak langsung dengan unggas mati mendadak. 41% karena kontak dengan lingkungan tercemar. 2% disebabkan karena pupuk dan 10 % belum diketahui. Hal ini disebabkan karena kurang pengetahuan, kesadaran masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), adanya pemeliharaan unggas yang dilepas dihalaman rumah (back yard farming) atau pengandangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti kandang di dalam rumah, menempel pada rumah atau dilingkungan pemukiman masyarakat.

Di dunia saat ini, selain beredar virus influenza musiman, bersirkulasi pula virus Influenza A Baru (H1N1) yang pernah menimbulkan pandemi tahun 2009 dan virus H5N1 yang terdapat di Mesir, China, Vietnam dan Indonesia.

“WHO dan masyarakat dunia mengkhawatirkan kemungkinan lahirnya virus influenza baru dari hasil perubahan genetik maupun melalui percampuran genetik dari 2 virus atau lebih (reassortment). Virus ini kemungkinan dapat menimbulkan wabah di banyak negara di dunia (pandemi),” papar Menkes.

Sumber : www.depkes.go.id

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN