SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Tuesday, December 28, 2010

22 Orang Tewas Akibat Infeksi Flu Babi di Sri Lanka

Kathmandu - Wabah flu Babi melanda Sri Lanka. Sebanyak 22 orang tewas akibat terinfeksi flu babi.

Flu Babi di Sri Lanka telah menewaskan 22 orang dari 300 yang terinfeksi virus flu babi selama ini. Data resmi menunjukkan bahwa 22 orang yang terinfeksi dengan virus H1N1/flu babi telah meninggal sejak 25 Oktober.

"Influenza mempengaruhi paru-paru masyarakat dan memicu sebuah ketegangan radang paru-paru. Hujan deras dan cuaca dingin membantu menyebarkan virus," kata pemerintah epidemiologi Sudath Peiris.

Seperti dikutip dari news.com.au, Selasa (28/12/2010), pemerintah setempat mendesak masyarakat untuk menghindari tempat-tempat keramaian dan memerintahkan mereka mengelola kamar telepon umum untuk mendisinfeksi, setidaknya delapan kali sehari.

Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyatakan bahwa pandemi flu babi terjadi setelah bulan Agustus, lebih dari setahun setelah penyebaran virus baru di seluruh dunia, memicu panik dan membunuh ribuan orang.

Sumber : http://www.detiknews.com/

Monday, December 27, 2010

Kasus Malaria Meluas

Jakarta, Kompas - Penyakit malaria masih menjadi ancaman serius di Indonesia dan kasusnya semakin meluas di masyarakat. Hal ini tecermin dari menurunnya persentase rumah tangga yang bebas dari penyakit malaria.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, 91,8 persen rumah tangga bebas malaria. Namun, berdasarkan Riskesdas 2010, rumah tangga bebas malaria turun menjadi

71,6 persen yang artinya malaria semakin meluas. Rumah tangga bebas malaria tertinggi menurut Riskesdas 2010 di Provinsi Yogyakarta (85,5 persen) dan terendah di Provinsi Papua Barat (22,8 persen).

”Yang banyak meningkat ialah pada rumah tangga dengan satu penderita malaria. Terjadi peningkatan sekitar 12 persen,” ujar Didik Budijanto, peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya, pekan lalu, dalam acara Simposium Nasional VI Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan bertajuk ”Merajut Karya Ilmiah, Peduli Kesehatan Bangsa”.

Dia mengatakan, dengan tingkat analisis rumah tangga, bukan pada individu, dapat diketahui kesehatan sebuah rumah tangga yang sangat penting sebagai basis kesehatan masyarakat secara umum. ”Keberadaan penyakit, seperti malaria, menunjukkan rumah tangga dan lingkungan yang belum sesuai harapan,” ujarnya.

Tidak hanya malaria, terjadi juga penurunan rumah tangga bebas tuberkulosis paru dari 96,6 persen (tahun 2007) menjadi 90,4 persen pada 2010. Status malaria dan tuberkulosis termasuk penyakit yang menjadi indikator status kesehatan rumah tangga di Indonesia. Dalam mengatasi penyakit, termasuk malaria, tindakan pencegahan menjadi sangat penting.

Hal senada terungkap dalam penelitian yang dilakukan Made Asri Budisuari dan Astridya Paramita dari Puslitbang Sistem Kebijakan kesehatan, Badan Litbangkes, mengenai ”Analisis Hubungan Penyakit Malaria dan Pencegahan Malaria di Indonesia”. Penelitian itu merupakan analisis lanjut berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 guna mendapatkan gambaran perilaku pencegahan malaria yang meliputi karakteristik responden, keadaan wilayah, dan status sosial ekonomi. Salah satu sebab suburnya penyakit malaria di Indonesia ialah iklim dan lingkungan yang mendukung berkembangnya nyamuk Anopheles.

Dalam studi itu disimpulkan, penderita malaria paling banyak berusia 5-14 tahun, laki-laki, tinggal di pedesaan, berpendidikan tamat SD/MI, tidak bekerja atau bersekolah, dan memiliki tingkat pengeluaran per kapita rendah. Selain itu diperoleh fakta, mereka yang memiliki perilaku pencegahan baik ternyata lebih sedikit yang terkena malaria dibandingkan dengan mereka yang kurang baik perilaku pencegahannya.

Para peneliti tersebut menyarankan pengelolaan lingkungan yang sehat untuk mencegah perkembangbiakan vektor nyamuk. Selain itu, diperlukan pula pelayanan kesehatan, antara lain rapid diagnostic test (RDT) dan perilaku pencegahan, seperti pemakaian kelambu berinsektisida, penyemprotan, dan pemberantasan sarang nyamuk. Untuk memberantas malaria perlu dilakukan kerja sama lintas sektor.(INE)

http://health.kompas.com/

Monday, December 13, 2010

TBC Bisa Mewabah Lagi Karena Meningkatnya Kasus HIV

Jakarta, Jumlah penderita tuberculosis (TBC) di Indonesia sempat mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir sehingga turun ke peringkat 5 dunia. Namun jumlahnya diperkirakan bisa meningkat lagi karena penyebaran infeksi HIV makin meningkat.

Sejak lebih dari 10 tahun lalu, jumlah penderita TBC di Indonesia merupakan yang terbanyak ke-3 setelah India dan China. Baru pada tahun 2010 ini peringkatnya turun ke posisi 5 dan menjadi salah satu milestone kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan.

Namun Direktur Eijkman Institute, Prof Sangkot Marzuki mengingatkan agar prestasi tersebut tidak membuat masyarakat menjadi lengah. Ia memperkirakan TBC masih akan menjadi ancaman penyakit re-emerging (bangkit kembali) jika tidak diwaspadai.

Salah satu faktor yang memungkinkan TBC kembali mewabah adalah makin meluasnya penyebaran infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Virus ini membuat sistem kekebalan tubuh melemah sehingga seseorang mudah terinfeksi HIV.

Jika penyebaran HIV tidak dikendalikan maka besar kemungkinannya penderita TBC akan meningkat. Seperti diketahui, infeksi TBC merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada pengidap HIV di beberapa negara endemik seperti Afrika Selatan, disusul pneumonia dan influenza.

"Sebenarnya lebih dari 90 persen manusia pernah terinfeksi TBC, namun sangat sedikit yang menjadi sakit. Artinya manusia pada dasarnya kebal TBC," ungkap Prof Sangkot saat ditemui di sela-sela pembukaan simposium "Human Genetics and Infection: Towards Better Management of Disease" di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (13/12/2010).

Ancaman lainnya jika jumlah penderita TBC kembali meningkat adalah masalah sulitnya pengobatan. Prof Sangkot mengatakan saat ini sebagian besar bakteri penyebab TBC telah bermutasi sehingga lebih kebal terhadap obat-obatan yang sudah ada.

"Sama dengan penyakit infeksi lainnya seperti malaria misalnya, resistensi kuman terhadap berbagai macam obat (multiple drug) merupakan ancaman global," ungkap Prof Sangkot.

Sumber : http://www.detikhealth.com/

Thursday, December 9, 2010

Virus Flu Makin Kebal Obat

Jakarta, Virus influenza yang beredar memang mudah sekali berubah. Studi terbaru memperingatkan bahwa strain virus influenza tertentu sedang berkembang dan memiliki kemampuan untuk menyebar yang lebih besar.

Peneliti dari Amerika dan Kanada menegaskan bahwa ada perlawanan terhadap dua kelas obat anti virus yang saat ini telah disetujui. Kondisi ini terjadi dalam beberapa cara dan resistensi (kekebalan) ganda telah meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Tim peneliti menganalisis 28 virus influenza H1N1 musiman yang ada di lima negara selama tahun 2008-2010 dan sudah resisten terhadap M2 blockers (adamantanes) dan penghambat neuraminidase (NAIs), termasuk oseltamivir and zanamivir.

Para peneliti menemukan bahwa resistensi virus berkembang dengan cepat. Padahal sebelumnya hanya disebabkan oleh satu penyebab saja (resisten tunggal) misalnya melalui mutasi, respons obat, atau bertukar gen dengan virus lain.

Studi ini juga menunjukkan proporsi virus yang diuji memiliki resisten ganda yang meningkat, yaitu sebesar 0,6 persen pada tahun 2007-2008 menjadi 1,5 persen pada tahun 2008-1009 dan kini sebesar 28 persen pada tahun 2009-2010.

Hasil ini telah dipublikasikan secara online pada 7 Desember 2010 dalam Journal of Infectious Diseases.

"Jika sirkulasi virus yang memiliki resistensi ganda ini meluas, maka pilihan pengobatan yang bisa diberikan akan menjadi sangat terbatas. Untuk itu agen antivirus dan strategi terapi baru kemungkinan besar diperlukan di masa mendatang," ujar penulis studi Dr Larisa Gubareva dari Pusat Pengontrol dan Pencegahan Penyakit AS, seperti dikutip dari HealthDay, Rabu (8/12/2010).

Para ahli mengungkapkan untuk mengatasi virus influenza yang tidak terduga dan virus influenza yang semakin resisten, maka perlu ada peningkatan pengawasan dan pencegahan yang kreatif terhadap pemilihan pengobatan.

Dr Frederick G. Hayden dari University of Virginia School of Medicine, dan Dr Menno de Jong D dari University of Amsterdam di Belanda menuturkan hal-hal yang bisa dilakukan adalah fokus pada efektivitas zanamivir, terapi kombinasi antivirus dan juga pengembangan terhadap jenis obat antivirus yang baru.

Sumber : http://www.detikhealth.com/

Wednesday, December 1, 2010

Cardiac Arrest dan Respiratory Failure Mendominasi Penyebab Wafat Jamaah Haji Indonesia

Jumlah Jamaah Haji Indonesia di Arab Saudi hingga 29 November pkl.15.48 sudah mencapai 322 jamaah wafat. Angka yang cukup besar ini bahkan melebihi angka kematian tahun 2009 yang hingga akhir masa penyelenggaraan jamaah haji tercatat 312 yang wafat. Angka 322 jamaah wafat ternyata didominasi oleh 2 penyakit terbesar yaitu Cardiac Arrest dan Respiratory Failure.

Ada 174 jamaah haji yang wafat karena Cardiac Arrest. penyakit yang disebabkan karena penyumbatan pada sekurang-kurangnya dua cabang arteri koroner ini membuat gangguan pada ritme jantung pada bilik jantung, yakni ventricles, berdenyut terlalu cepat dan tidak teratur, yakni 4 – 600 kali per menit. Sedangkan untuk kasus Respiratory Failure tercatat 65 jamaah haji yang wafat akibat penyakit ini. Kedua penyakit ini mendominasi penyebab kematian jamaah haji asal Indonesia. penyakit lain yang menyusul di belakangnya adalah Septic Shock, Shock Hypovolemic, dan Stroke Haemoragic. Ketiga penyakit ini menyebabkan kematian sebanyak 13, 8, dan 4 jamaah.

Sumber : http://www.siskohatkes.depkes.go.id

Monday, November 29, 2010

WHO: 600.000 Perokok Pasif Tewas Tiap Tahun

London (ANTARA News/Reuters) - Sekitar satu dari 100 penyebab kematian di dunia diakibatkan merokok pasif, yang diperkirakan menewaskan 600.000 orang per tahun, menurut temuan para peneliti Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat, 26/11/2010.

Dalam penelitian pertama untuk menaksir pengaruh dari merokok pasif, para pakar WHO menemukan anak-anak lebih terekspos pada asap rokok orang lain dibanding kelompok usia lainnya, dan akibatnya sekitar 165.000 diantaranya akan meninggal.

"Dua per tiga dari kematian tersebut terjadi di Afrika dan Asia selatan," kata para peneliti yang diketuai oleh Annette Pruss-Ustun dari WHO di Jenewa, yang menulis temuan itu.

Eksposur anak pada asap rokok seringnya terjadi di rumah, dan penyakit infeksi dan tembakau merupakan kombinasi mematikan bagi anak-anak, kata mereka.

Mengomentari penemuan yang ditulis pada jurnal Lancet, Heather Wipfli dan Jonathan Samet dari Universitas Southern California mengatakan banyak pengambil kebijakan mencoba memotivasi keluarga agar berhenti merokok di dalam rumah.

"Di beberapa negara, banyak rumah bebas rokok tetapi masih jauh dari umum," tulis mereka.

Para ilmuwan WHO menggunakan data dari 192 negara untuk penelitian mereka. Guna mendapat data komprehensif dari seluruh 192 negara itu, mereka harus kembali pada 2004.

Mereka menggunakan contoh matematis untuk memperkirakan kematian dan lamanya kematian dalam kesehatan baik.

Secara global, 40 persen anak-anak, 33 persen laki-laki non-perokok dan 35 persen perempuan non-perokok terekspos rokok pasif pada 2004, menurut temuan mereka.

Hasil eksposur ini diperkirakan menimbulkan 379.000 kematian akibat penyakit jantung, 165.000 infeksi pernapasan bawah, 36.900 dari asma dan 21.400 dari kanker paru-paru.

Untuk pengaruh penuh merokok, kematian ini dapat menambah dari estimasi 5,1 juta kematian per tahun pengguna aktif tembakau, kata kelompok peneliti itu.

Anak-anak

Meski kematian anak-anak umum terjadi di negara-negara miskin dan menengah, kematian pada orang dewasa tersebar di seluruh negara dengan berbagai tingkat pendapatan.

Negara-negara berpendapatan tinggi seperti Eropa, hanya 71 anak yang meninggal, sementara 35.388 kematian terjadi pada orang dewasa. Di Afrika, diperkirakan 43.375 kematian anak dibanding 9.514 kematian pada orang dewasa.

Pruss-Ustun mendesak banyak negara untuk memperkuat Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau milik WHO, seperti meninggikan pajak tembakau, membuat bungkus rokok yang polos dan pelarangan iklan produk tembakau.

"Pembuat kebijakan harus mengetahui bahwa menegakkan hukum bebas rokok kemungkinan akan banyak mengurangi angka kematian disebabkan dari eksposur rokok pasif dalam tahun pertama dari implementasinya, disertai dengan berkurangnya penyakit dalam sistem sosial dan kesehatan," tulisnya.

Hanya 7,4 persen penduduk dunia yang hidup dalam naungan hukum bebas rokok, dan hukum tersebut tidak selalu ditegakkan.

Tempat yang sudah diberlakukan peraturan bebas rokok, penelitian itu menunjukkan bahwa eksposur pada rokok pasif dalam tempat beresiko tinggi seperti bar dan restoran dapat dipotong hingga 90 persen, dan umumnya hingga 60 persen, kata para peneliti.

Penelitian tersebut juga menunjukkan peraturan membantu mengurangi angka rokok yang dibakar oleh perokok dan menghasilkan tingkat kesuksesan tinggi pada orang yang ingin berhenti merokok.

Sumber : http://m.antaranews.com

Thursday, November 25, 2010

Virus H1N1 jadi Wabah Musiman

LONDON--MICOM: Para ilmuwan yang mempelajari flu babi menemukan 70 anak meninggal dalam jangka waktu 9 bulan disebabkan virus H1N1.

Kasus ini termasuk angka kematian terburuk di Inggris yang melibatkan minoritas anak-anak dan orang yang bermasalah dengan kesehatan.

Liam Donaldson, Chief Medical Officer dari Inggris mengatakan di jurnal kesehatan Lancet, anak-anak dari Bangladesh dan Paskitan memiliki angka kematian lebih tinggi daripada anak-anak kulit putih di Inggris terkait penyakit serius dan kronis seperti penyakit neurologis celebral palsy.

"Mereka yang berisiko tinggi menjadi prioritas utama vaksinasi H1N1," jelas Donaldson.

Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan pandemik virus H1N1 sampai Agustus lalu menewaskan 18.450 orang di seluruh dunia, termasuk wanita hamil dan anak muda.

Setidaknya perlu setahun setelah pandemik berakhir, kemungkinan angka tersebut akan meningkat.

Kata para ahli, virus H1N1 menjadi wabah musiman. Oleh karena itu, otoritas kesehatan akan menjalankan kampanye tahunan mencakup vaksinasi rutin.

Tim Donaldson mengatakan bahwa temuan tingkat kematian di etnis minoritas konsisten dengan laporan kaum minoritas di Amerika Serikat yang menderita penyakit berat akibat pandemik H1N1.

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/

Friday, November 19, 2010

AS Pelajari Penyakit Menular, RI Dalami Penyakit Tidak Menular

Jakarta, Penyakit menular di Indonesia masih sangat banyak mulai dari demam berdarah, malaria, macam-macam flu, kaki gajah hingga TBC. Banyaknya penyakit menular di Indonesia membuat AS tertarik untuk mempelajarinya.

Pemerintah Indonesia dan AS telah melakukan penandatangan kerjasama saat kedatangan Presiden AS Barack Obama 9-10 November 2010.

Kerjasama ini sangat penting bagi Indonesia, terutama untuk mempelajari mengenai penyakit tidak menular yang banyak terdapat di negara adidaya tersebut sedangkan AS akan mempelajari penyakit menular di Indonesia.

"Di dalam Comprehensive Partnerships (CP) Indonesia-United State, ada penandatangan kerjasama di dalam bidang sains dan tekonologi. Bidang kesehatan adalah satu dari bagian kerjasama iptek tersebut," ujar Menteri Kesehatan RI, dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, usai memimpin upacara Hari Kesehatan Nasional (HKN) di halaman Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (12/11/2010).

Menurut Menkes, beberapa hal yang sudah dibicarakan antara Indonesia dan AS dalam kerjasama tersebut, antara lain tentang sister hospital, yakni rumah sakit kedua negara akan tukar menukar tenaga ahli dan pengalaman.

Juga dibicarakan kemungkinan kerjasama laboratorium untuk melakukan penelitian bersama, misalnya dengan tujuan untuk menemukan sebuah vaksin, terutama untuk penyakit kronis.

"Bentuk kerjasama ini hanyalah sebagian dari kerjasama lain. Kerjasama secara nyatanya nanti disana, misalnya dengan bagian Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau sama dengan Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) di Indonesia, juga badan litbang AS," lanjut Menkes.

Menurut Menkes, tidak ada poin yang diprioritaskan, karena kerjasama ini tidak hanya dengan Kemenkes, tetapi juga lembaga lain seperti perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Menkes mengatakan, kerjasama ini sangat penting bagi Indonesia, terutama untuk mempelajari mengenai penyakit tidak menular yang banyak terdapat di negara adidaya Amerika dan sudah terlebih dahulu melakukan penanganan.

Sedangkan untuk AS, penting untuk mempelajari penyakit di Indonesia terutama yang menular, yang mana masih sedikit ditemukan di AS.

"Kita tukar menukar atau menambah pengetahuanlah. Untuk menindak lanjutinya, dibentuk semacam working group, tapi baru sebatas pembicaraan-pembicaraan. Mudah-mudahan tahun depan sudah direalisasikan," tutup Menkes.

Sumber : Merry Wahyuningsih - detikHealth

Thursday, September 16, 2010

Menkes Lakukan Penyuntikan Pertama Vaksin Meningitis Haji

Padang, Peluncuran vaksin meningitis untuk calon haji Indonesia secara resmi ditandai dengan penyuntikan oleh Menkes di Padang, Sumatera Barat. Sementara di sejumlah wilayah lainnya, penyuntikan telah dimulai sejak 14 September 2010.
Penyuntikan pertama di Sumatera Barat dilakukan sendiri oleh Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih di Puskesmas Lubuk Buaya, Padang pada Rabu (15/9/2010). Acara itu dihadiri juga oleh Gubernur Sumatera barat dan sejumlah walikota se-Sumatera Barat.
Dalam kesempatan tersebut Menkes mengatakan bahwa adanya sertifikasi halal dari MUI untuk salah satu produk vaksin meningitis pada tahun ini patut disyukuri. Langkah MUI tersebut dinilai sebagai sebuah kemajuan dalam penyelenggaraan haji di Indonesia."Saya harap tidak ada lagi calon jemaah yang tidak mau disuntik dengan alasan tidak halal, sehingga cakupan vaksinasi bisa lebih maksimal" ungkap Menkes dalam peluncuran vaksin meningitis di puskesmas Lubuk Buaya, Padang hari Rabu (15/9/2010).
Menurut menkes, dalam pengadaan vaksin pihaknya mempertimbangkan 3 hal. Salah satunya adalah pertimbangan agama, yang telah terpenuhi dengan adanya sertifikasi halal tersebut.
Pertimbangan lainnya adalah keamanan, efektivitas dan kemanjuran vaksin ketika digunakan. Selain itu, produk vaksin yang digunakan juga harus sudah teregisterasi atau terdaftar di BPOM.Untuk tahun ini, pemerintah telah menyediakan jumlah vaksin yang cukup untuk 221 ribu calon jamaah haji. Penyuntikan dimulai sejak Selasa (14/9/2010), di 44 Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan ribuan Puskesmas diseluruh Indonesia.
Penyuntikan ditargetkan selesai pada 30 September 2010 atau kurang lebih 2 minggu sebelum keberangkatan kloter I. Penyuntikan tidak boleh dilakukan terlalu dekat denga jadwal keberangkatan, karena vaksin tersebut membutuhkan rentang waktu agar efeknya mulai bekerja.
Vaksin Menveo Men ACWY-135 buatan Novartis telah dinyatakan halal oleh MUI.

Saturday, August 28, 2010

Flu Babi Merebak di Selandia Baru

Kamis, 26 Agustus 2010 18:50 WIB

MESKI Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan bahwa pandemi global flu babi telah berakhir, Menteri Kesehatan Mark Jacobs Selandia Baru justru menyatakan penyakit yang disebabkan virus influenza subtipe H1N1 ini tengah mewabah di Selandia baru. Sejauh ini bahkan menyebabkan kematian 10 orang.

Selain itu, akibat penyakit yang sempat menjadi pandemi global pada tahun lalu ini, beberapa orang di beberapa wilayah itu juga tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

"Sejauh ini, kami telah menerima 10 laporan kematian terkait dengan flu babi," katanya. Lebih dari 500 orang juga telah dirawat di rumah sakit. Pihak laboratorium juga mengonfirmasi ke-500 orang itu terjangkit flu babi dengan 16 orang menjalani perawatan intensif.

Karena suplai vaksin yang terbatas, Jacobs mengatakan bahwa pihaknya tengah berencana meminta kiriman 35 dosis vaksin. Walau WHO telah menyatakan wabah flu babi telah mereda, virus itu tetap saja menyebar di beberapa negara. Maka itu, disarankan semua negara waspada dalam menghadapi virus tersebut.

Flu babi menginfeksi manusia setiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia. Gejala virus ini antara lain demam, disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang berakhir pada kematian. (Pri/OL-06)
Sumber : MI Online

Wednesday, August 25, 2010

WHO Telat Cabut Status Pandemi Flu Babi

Jakarta,
Badan kesehatan dunia (WHO) mengumumkan status global pandemi flu babi (HINI) berakhir pada 10 Agustus 2010. Tapi pernyataan tersebut dinilai sudah terlambat oleh Kementerian Kesehatan RI.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, disela-sela acara buka bersama Menteri Kesehatan di kediaman Menkes, Jl. Denpasar Raya 14, Jakarta, Selasa (24/8/2010).
WHO mengumumkan bahwa H1N1 atau yang lebih dikenal dengan flu babi masih menjadi pandemi pada 3 Juni 2010. Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan mengatakan bahwa tingkat siaga pandemi saat itu masih dalam kemungkinan tertinggi, yaitu fase 6.
Kemudian status pandemi tersebut dicabut dan disampaikan langsung oleh Margaret Chan dalam pernyataannya 10 Agustus 2010, seperti dilansir dari Reuters.Menurut Chan, pencabutan status pandemi flu babi ini didasarkan pada rekomendasi oleh para ahli influenza setelah dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam.
Tapi Prof Tjandra mengatakan bahwa sebenarnya kasus flu babi ini sudah menjadi kasus flu yang biasa dan sudah tidak ada lagi kasus pandemi terjadi sejak beberapa bulan yang lalu.Menurutnya, keterlambatanan pencabutan status pandemi ini disebabkan karena Emergency Committee (yang memberi masukan bahwa H1N1 masih pandemi) masih menduga bahwa di belahan bumi selatan akan ada outbreak (penularan), itu pun beberapa bulan yang lalu.
Selain itu, pada pertemuan Menteri Kesehatan ASEAN di Singapura bulan lalu, para menteri juga sudah melaporkan kepada WHO bahwa kasus flu babi sudah menjadi kasus biasa."WHO pada saat itu masih mengatakan ingin mengumpulkan bukti, masih ada masalah atau nggak. Jadi, menurut kita malah sudah terlambat ngomong sekarang," jelas Prof Tjandra.
Berdasarkan pernyataan WHo, kasus flu babi sekarang dalam fase post-pandemi. Dan meski kasusnya masih ada, tapi sudah tidak berbahaya dan bukan merupakan masalah pandemi lagi."Sebenarnya mustinya sejak beberapa bulan yang lalu sudah dinyatakan bukan. Tapi WHO rupanya mau cari aman, betul-betul dari semua tempat tidak ada laporan yang bermakna, baru di-clear," tambah Prof Tjandra.

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN