SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Friday, November 13, 2009

WHO Akan Terima Jutaan Vaksin Flu Babi

PBB, New York (ANTARA News) - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi kesehatan dunia, WHO, akan menerima sumbangan 50 juta dosis vaksin flu babi (H1N1) dari GlaxoSmithKline, salah satu raksasa perusahaan obat-obatan.

Menurut keterangan yang dilansir Markas Besar PBB di New York, Selasa waktu setempat, vaksin sumbangan itu akan disebarkan ke 95 negara berkembang yang ada dalam daftar WHO.

Namun dalam keterangan itu tidak dicantumkan negara-negara mana saja yang masuk dalam daftar 95 negara yang bisa memperoleh vaksin sumbangan GlaxoSmithKline.

Berdasarkan perjanjian antara WHO dengan pihak GlaxoSmithKline, WHO akan menerima pengiriman pertama vaksin tersebut akhir November 2009.

WHO, menurut PBB, berupaya mengamankan cukup banyak vaksin guna memenuhi kebutuhan 10 persen populasi di negara-negara berkembang.

Pekan lalu, WHO memperingatkan bahwa dunia belum mengalami puncak musim flu, yang akan terjadi antara Januari dan Februari diman pada bulan-bulan ini kasus flu babi mungkin akan bertambah.

Badan dunia itu juga menekankan bahwa kendati ada kekhawatiran tentang efek samping, vaksin tersebut masih menjadi alat terbaik dan tersedia untuk memerangi virus flu babi.

Hingga 1 November, flu babi telah menewaskan 6.000 manusia di berbagai belahan dunia. Pada saat yang sama, sudah lebih dari 482.000 kasus flu babi yang ditemukan dan dipastikan harus diperiksa laboratorium.

Sumber : Antara On line

Thursday, November 12, 2009

Peringati Hari Kesehatan Nasional ke-45, Menkes Serukan Sinergi untuk Menyehatkan Lingkungan

12 Nov 2009


Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH. mengajak seluruh jajaran kesehatan, masyarakat, sektor usaha dan komponen bangsa untuk saling bersinergi dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan. Hal ini disampaikan Menkes dalam pidatonya di hadapan seluruh jajaran Departemen Kesehatan pada apel Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45 (12/11), yang pada tahun ini mengusung tema ”Lingkungan Sehat Rakyat Sehat”.

Menurut Menkes, kesehatan lingkungan yang ditandai dengan ketersediaan dan akses air bersih, akses sanitasi, pengendalian polusi udara dan perilaku hidup bersih dan sehat, masih menjadi tantangan yang cukup besar di bidang kesehatan. Padahal kesehatan lingkungan berkaitan erat dengan kesehatan ibu dan anak, status gizi masyarakat serta pencegahan penyakit menular, yang merupakan penentu status kesehatan masyarakat dan berdampak pada kualitas bangsa.

Mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilakukan Depkes, Menkes mengatakan bahwa 24,8% rumah tangga masih tidak menggunakan fasilitas buang air besar, dan 32,5% tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Sementara yang cukup positif adalah 57,7% rumah tangga di Indonesia memiliki akses air bersih dan 63,3% rumah tangga memiliki akses sanitasi yang baik.

”Dalam momentum peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-45 tahun 2009 ini, kita harus berupaya secara terus-menerus untuk melakukan peningkatan dan perbaikan dalam meningkatkan lingkungan sehat seperti yang sudah ditargetkan dalam program 100 hari bidang kesehatan. Salah satu indikator kinerja Depkes yaitu pada Januari 2010 harus mencapai sarana air minum sebanyak 1.379 lokasi dan peningkatan sanitasi di 61 lokasi. Sedangkan indikator kinerja pada tahun 2014 bidang kesehatan lingkungan yaitu tercapainya program air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan peningkatan sanitasi dasar berkualitas baik untuk 75% penduduk. Dengan demikian, penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan karena lingkungan yang tidak sehat seperti diare, ISPA, TBC, malaria, frambusia, demam berdarah dan flu burung diharapkan akan menurun.” kata Menkes.

Menkes menambahkan, upaya peningkatan kualitas dan kesehatan lingkungan mencakup penyediaan kebutuhan akan ketersediaan air minum dan sanitasi; peningkatan perilaku higienis; pengembangan kabupaten/kota sehat; pengendalian bahan berbahaya dan logam berat; penanganan limbah rumah tangga, industri dan institusi pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit dan Puskesmas serta penanganan kedaruratan lingkungan dalam situasi bencana. Upaya-upaya tersebut dan upaya membuat rakyat sehat, lanjut Menkes, tidak mungkin dilaksanakan oleh bidang kesehatan secara sendirian dan untuk itu memerlukan dukungan dan sinergi dari masyarakat, jajaran kesehatan, sektor swasta dan dunia usaha, serta berbagai komponen bangsa.

Bagi masyarakat luas, Menkes menyerukan pentingnya perilaku sehat. Menkes menyampaikan bahwa lingkungan sehat merupakan cermin perilaku sehat, yang menunjukkan kemandirian masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya, yang dengan dukungan pelayanan kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang optimal.

Bagi jajaran kesehatan, Menkes menghimbau agar setiap jajaran kesehatan di lapangan memiliki prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. ”Kita perlu mengembangkan paradigma baru di jajaran kesehatan, jika masyarakat sebelumnya ditempatkan sebagai obyek pelayanan kesehatan, saat ini mereka harus didorong dan diberdayakan untuk mampu sebagai subyek dan mampu secara mandiri dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan yang berkesinambungan. Jajaran kesehatan juga diharapkan dapat mengembangkan berbagai prakarsa dalam membangun lingkungan sehat dengan melibatkan masyarakat seperti kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dan pengembangan wilayah/kawasan sehat.”

Bagi masyarakat, sektor swasta dan dunia usaha, Menkes menekankan perlunya kemitraan dalam mencegah dan menyelesaikan masalah kesehatan disamping keterlibatan provider kesehatan dan lintas sektor. Berbagai komponen bangsa diharapkan dapat membentuk aliansi-aliansi gerakan masyarakat sehat untuk berperan aktif dalam mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan, dan siap menjadi barisan terdepan sebagai modal kekuatan bangsa untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menjadikan kualitas bangsa yang bermartabat.

Usai memimpin apel, Menkes meluncurkan Aksi Simpati Kebersihan Lingkungan di lima wilayah DKI Jakarta yang ditandai dengan pelepasan mobil pelayanan kesehatan. Selain itu, Hari Kesehatan Nasional ke-45 tahun 2009 dirayakan dengan berbagai acara hingga bulan Desember 2009 meliputi pemberian penghargaan atas pengabdian PNS di lingkungan Depkes RI, institus/perorangan yang berjasa di bidang kesehatan tingkat nasional, penyerahan secara simbolis Kartu Jamkesmas bagi Panti Jompo dan Panti Asuhan, penghargaan kompetisi jurnalistik, penghargaan lomba perpustakaan kesehatan, pameran foto, penyerahan mobil unit promosi kesehatan ke seluruh Indonesia, pameran pembangunan kesehatan, pemeriksaan kualitas air bagi masyarakat di 10 regional, dan berbagai acara yang dilaksanakan di tingkat daerah mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota.

Sumber: http://www.depkes.go.id

Biofarma Bangun Pabrik Vaksin Flu

Kamis, 12 November 2009

BANDUNG, KOMPAS.com — Sebagai upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemik flu burung dan influenza A-H1N1, Departemen Kesehatan menunjuk PT Biofarma (Persero) untuk memproduksi vaksin bagi kedua virus tersebut. Rencananya, pembangunan fasilitas fisik dalam proyek itu dimulai pada 16 November 2009.

Selain pembangunan pabrik vaksin, PT Biofarma juga akan membangun fasilitas peternakan ayam steril seluas 5.145 meter persegi di kawasan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Fasilitas tersebut akan menghasilkan telur steril sebagai media penanaman bibit virus flu burung yang akan dijadikan vaksin.

Presiden Direktur PT Biofarma Iskandar mengatakan, pemerintah menganggarkan Rp 1,3 triliun untuk pembangunan dua fasilitas fisik dan riset tersebut. Proyek yang dicanangkan tahun 2008 itu ditargetkan selesai dalam empat tahun.

”Untuk pembangunan fisiknya ditargetkan rampung November 2010,” katanya seusai bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Rabu (11/11) di Bandung.

Iskandar menjelaskan, pembangunan fasilitas produksi vaksin tersebut didasari atas kebutuhan vaksin flu di dunia yang saat ini masih tinggi. Kapasitas produksi vaksin flu di dunia masih sekitar 300 juta dosis per tahun dan terkonsentrasi di Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Jepang. Jika timbul pandemi, produksi vaksin hanya mampu mencukupi 10 persen kebutuhan dunia.

Hingga saat ini tidak ada satu pun produsen di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang memproduksi vaksin flu sendiri. Negara-negara di kawasan ini terancam tidak memiliki vaksin ketika timbul pandemi flu.

Padahal Indonesia termasuk rawan pandemik flu burung. Data Biofarma menyebutkan, sejak kasus flu burung di Indonesia dilaporkan pertama kali tahun 2005 hingga sekarang tercatat ada 141 kasus dengan angka kematian 115 kasus (81,6 persen).

Pembangunan pabrik vaksin flu di Indonesia diharapkan bisa memperbesar cadangan vaksin flu dunia. Kapasitas produksi vaksin flu Biofarma ditargetkan 20 juta dosis vaksin per tahun.

Gubernur Jawa Barat meminta PT Biofarma agar berkomitmen dengan mendahulukan cadangan vaksin flu bagi warga Jawa Barat. Sepanjang tahun 2009 di Jawa Barat tercatat ada 99 kasus influenza A-H1N1, yakni tertinggi nomor empat dari total 25 daerah di Indonesia yang terjangkiti flu tersebut.

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2009/11/12/07472617/Biofarma.Bangun.Pabrik.Vaksin.Flu


Wednesday, November 11, 2009

Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat membuka Seminar dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009 di Jakarta.

Prof. Tjandra Yoga mengatakan berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia ≥ 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.

Dalam sambutannya Prof. Tjandra Yoga menjelaskan, Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin.Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit.

Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang disebabkan keturunan dan tipe kedua disebabkan life style atau gaya hidup. Secara umum, hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup/life style yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Bila dicermati, penduduk dengan obes mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari penduduk yang tidak obes.

WHO merekomendasikan bahwa strategi yang efektif perlu dilakukan secara terintegrasi, berbasis masyarakat melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor termasuk swasta. Dengan demikian pengembangan kemitraan dengan berbagai unsur di masyarakat dan lintas sektor yang terkait dengan DM di setiap wilayah merupakan kegiatan yang penting dilakukan. Oleh karena itu, pemahaman faktor risiko DM sangat penting diketahui, dimengerti dan dapat dikendalikan oleh para pemegang program, pendidik, edukator maupun kader kesehatan di masyarakat sekitarnya.

Tujuan program pengendalian DM di Indonesia adalah terselenggaranya pengendalian faktor risiko untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang disebabkan DM. Pengendalian DM lebih diprioritaskan pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM yaitu upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif, jelas Prof. Tjandra Yoga.

Prof. Tjandra Yoga menambahkan bahwa pada Sidang Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dalam press release tanggal 20 Desember 2006 telah mengeluarkan Resolusi Nomor 61/225 yang mendeklarasikan bahwa epidemic Diabetes Melitus merupakan ancaman global dan serius sebagai salah satu penyakit tidak menular yang menitik-beratkan pada pencegahan dan pelayanan diabetes di seluruh dunia. Sidang ini juga menetapkan tanggal 14 Nopember sebagai Hari Diabetes Se-Dunia (World Diabetes Day) yang dimulai tahun 2007. .

Oleh karena itu, program Pengendalian Diabetes Melitus dilaksanakan dengan prioritas upaya preventif dan promotif, dengan tidak mengabaikan upaya kuratif. Serta dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh antara Pemerintah, Masyarakat dan Swasta (LP, LS, Profesi, LSM, Perguruan Tinggi).

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575 tahun 2005, telah dibentuk Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang mempunyai tugas pokok memandirikan masyarakat untuk hidup sehat melalui pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, khususnya penyakit DM yang mempunyai faktor risiko bersama.

Sumber : Depkes RI On Line

Jumlah Kasus AIDS Menjadi 8 Kali Lipat dalam Kurun 5 Tahun

Rabu, 11 November 2009

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus AIDS meningkat selama lima tahun terakhir. Jumlah kasus menjadi delapan kali lipat, yakni dari 2.684 kasus pada tahun 2004 menjadi 17.699 kasus pada pertengahan 2009.

Penanganan HIV/AIDS bagian dari program 100 hari Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih untuk pengendalian penyakit menular, yang dipaparkan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR yang berlangsung 9 dan 10 November 2009.

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan penurunan daya tahan tubuh seseorang yang disebabkan human immuno deficiency virus (HIV). Rasio penderita antara laki-laki dan perempuan adalah tiga berbanding satu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang mengakibatkan menurunnya, bahkan, hilangnya daya tahan tubuh.

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami epidemi HIV/AIDS dengan prevalensi meningkat tajam. Sejumlah upaya dilakukan, tetapi belum menunjukkan penurunan. Proporsi kasus tertinggi pada kelompok umur produktif 20-29 tahun (50,07 persen) dan 30-39 tahun. Kasus AIDS terbanyak di Jawa Barat, DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau.

Menkes Endang mengatakan, penanggulangan HIV/AIDS memerhatikan nilai-nilai agama dan budaya serta norma kemasyarakatan. Selain itu, terdapat upaya terpadu peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan berdasarkan fakta ilmiah, serta dukungan terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Selain itu, disiapkan reagent HIV untuk pengamanan darah (950.000 tes), surveilans (200.000 tes), dan diagnostik (1 juta tes). Saat ini jumlah layanan voluntary, counseling, and testing telah tersebar di 190 rumah sakit, 14 rumah sakit jiwa, 119 puskesmas, 115 lembaga swadaya masyarakat, dan 30 lembaga pemasyarakatan.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Adhitama mengatakan bahwa kesulitan menahan laju peningkatan penularan HIV/AIDS, antara lain, karena terkait berbagai faktor, seperti perilaku, keyakinan, norma, budaya, dan masalah sosial. Untuk menahan laju penularan, dibutuhkan peran masyarakat secara luas.

Dalam paparan di DPR, disebutkan upaya pencegahan yang efektif memutuskan rantai penularan HIV pada kelompok berisiko tertentu, antara lain, dengan promosi alat atau jarum suntik steril serta terapi rumatan metadon. Lainnya ialah promosi kondom terutama di lokalisasi.

”Untuk persoalan di hilir atau bagi orang dengan HIV/AIDS dengan penyediaan ARV,” ujar Tjandra. Untuk ODHA, telah ada penyediaan antiretroviral (ARV) secara berkesinambungan. Dalam program 100 hari, disediakan ARV untuk 16.000 ODHA.

Sementara itu, di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, sebanyak 34 kasus HIV/AIDS ditemukan selama dua tahun terakhir. Dua di antaranya balita berusia dua tahun dan dua bulan. Kedua balita tersebut positif mengidap HIV karena tertular ibunya.

Berdasarkan data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kabupaten Tegal, dari 34 pengidap HIV/AIDS, 13 orang meninggal dunia, sementara tujuh lain hingga saat ini masih mendapatkan terapi ARV.

Petugas Penyuluh HIV/AIDS PKBI Kabupaten Tegal, Panji Adi, mengatakan, kasus-kasus HIV/AIDS tersebut ditemukan dari hasil voluntary, counseling, and testing.

Sumber : Kompas OL


Tuesday, November 10, 2009

Pemerintah Siapkan Rancangan Jaminan Kesehatan Semesta

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan rancangan sistem jaminan kesehatan semesta yang akan mencakup seluruh populasi.

"Kami sedang membuat `roadmap` Jaminan Kesehatan Semesta 2014," katanya saat melakukan rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Senin, yang dipimpin Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning Proletariati.

Dalam rapat dengar pendapat yang dihadiri 46 anggota komisi itu Endang mengatakan, penyusunan rancangan sistem jaminan kesehatan semesta ditargetkan selesai dalam 100 hari kerja pertamanya.

"Sekarang masih meminta masukan dari para ahli dari universitas dan organisasi profesi terkait untuk menyusun ini," katanya.

Dia sebelumnya mengatakan, Jamkesmas secara bertahap akan dikelola menggunakan sistem asuransi kesehatan.

Asuransi kesehatan, katanya, akan menjangkau seluruh populasi, tidak hanya masyarakat miskin saja.

"Premi masyarakat miskin tetap ditanggung pemerintah, yang bekerja (ditanggung) oleh perusahaan, yang mampu bayar sendiri," katanya.

Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Surya Chandra Surapaty mengatakan, pemerintah harus menyelenggarakan jaminan kesehatan dengan sistem yang sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional.

Menurut undang-undang, ia menjelaskan, pengelolaan jaminan kesehatan nasional harus dilakukan oleh badan nirlaba. Lembaga yang dibentuk oleh pemerintah tersebut, kata dia, sekaligus berfungsi sebagai pengelola dana wali amanah.

Kerangka itu sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang sistem jaminan sosial nasional, namun hingga kini belum bisa dilaksanakan karena Dewan Jaminan Sosial Nasional belum menyelesaikan pembuatan peraturan pendukungnya, yakni undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Peraturan lain yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan SJSN seperti peraturan pemerintah tentang penerima bantuan iuran dan peraturan pemerintah tentang jaminan kesehatan juga belum selesai.

Menurut undang-undang, semua peraturan pendukung pelaksanaan SJSN seharusnya selesai akhir Oktober 2009 dan SJSN sudah bisa dilaksanakan November 2009.

Sumber : Antara OL

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN