tag:blogger.com,1999:blog-12588832077618244402024-03-13T14:25:11.492+07:00KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDANMasrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comBlogger623125tag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-11499594468005368572013-05-16T11:04:00.001+07:002013-05-16T11:04:45.791+07:00WHO: H7N9 Virus Flu Burung Paling Mematikan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<img alt="Penumpang melewati detektor temperatur tubuh di Bandara Internasional Taoyuan, Selatan Taiwan. Ini sebagai salah satu langkah untuk mendeteksi gejala flu burung" height="276" src="http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/penumpang-melewati-detektor-temperatur-tubuh-di-bandara-internasional-taoyuan-_130425091036-617.jpg" width="465" /><br />
<br />
<div class="txt-detailberita">
Penumpang melewati detektor temperatur tubuh di Bandara Internasional
Taoyuan, Selatan Taiwan. Ini sebagai salah satu langkah untuk mendeteksi
gejala flu burung<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi keesehatan dunia PBB, World
Health Organization (WHO) secara resmi mengumumkan virus flu burung
jenis baru H7N9 tipe paling mematikan. Virus ini telah menyerang lebih
dari 131 orang di Cina dan 32 di antaranya tewas. (update WHO tanggal 8 Mei 2013).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak pertama kali terdeteksi pada Maret lalu, WHO yang bermarkas di
Jenewa ini melakukan penelitian intensif bersama pemerintah Cina selama
lima hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Situasinya kini menjadi kompleks. Awalnya, kami melihat virus baru
ini adalah virus biasa.Namun ke depannya kami melihat virus ini
menyebabkan infeksi yang paling serius dibandingkan virus terdahulu
(H5N1)," kata Asisten Direktur Keamanan Kesehatan WHO, Keiji Fukada
dilansir dari <em>the Guardian</em>, Kamis (25/4).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tim ahli menemukan satu hal paling membingungkan tentang virus
terbaru ini. Yaitu ciri penyakitnya tidak hanya terlihat pada unggas
jenis ayam saja. Sehingga, tim sulit melacak dan mengendalikannya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Profesor Ho Pak Leung, dari Departemen Mikrobiologi Universitas Hong
Kong mencatat, dalam dua bulan sejak pertama kali terdeteksi, H7N9 sudah
menginfeksi lebih dari dua kali lipat dari yang dilaporkan media Cina.
selain kasus di Shanghai, juga terdeteksi di Beijing dan lima provinsi
lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampel dari ayam, bebek, dan burung merpati dari pasar unggas telah
diuji dan hasilnya positif mengandung virus H7N9. WHO Cina mengeluarkan
data pekan lalu bahwa setengah dari pasien yang terinfeksi H7N9 justru
tidak memiliki kontak dengan unggas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/25/mlsgpw-who-h7n9-virus-flu-burung-paling-mematikan</div>
</div>
<br /></div>
IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-85900664983012972212012-08-31T11:01:00.000+07:002012-08-31T11:03:50.471+07:00MENKES LANTIK 18 PEJABAT ESELON II KEMENKES<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJy-kWWmw8iVygOmRi7xwTsEZ6P0iVp9w8qClHw_BhHm5H8YpLlvtUJVV7Sg0d284MLvw9ML8eFNi73FUKu1NT6Oxj9gIkQx-V-9fyUpk4PBXtSowv2ei8MoEmjMNWQIFlP4amqKg1_Jto/s1600/pelantikan+eselon+2+agt+2012.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJy-kWWmw8iVygOmRi7xwTsEZ6P0iVp9w8qClHw_BhHm5H8YpLlvtUJVV7Sg0d284MLvw9ML8eFNi73FUKu1NT6Oxj9gIkQx-V-9fyUpk4PBXtSowv2ei8MoEmjMNWQIFlP4amqKg1_Jto/s320/pelantikan+eselon+2+agt+2012.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Jakarta, 29 Agustus 2012</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rabu, 29 Agustus 2012, Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, melantik 18 pejabat Eselon II baru di lingkungan kerja Kementerian Kesehatan di Jakarta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Para pejabat yang dilantik adalah dr. Donald Pardede, MPPM sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan; <b><span style="color: blue;">dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan</span></b>, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan yang dilantik adalah dr. Alida Lienawati, M.Kes (MMR) sebagai Direktur Utama RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten; dr. Stephani maria Nainggolan, M.Kes sebagai Direktur Keuangan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; Syamsudin Angkat, SH, SE sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP H. Adam Malik Medan; dr. Rita Rogayah, Sp. P sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta; dr. Hikmat Wangsaatmadja, Sp.M, M.Kes, MM sebagai Direktur Utana Rumah Sakit Cicendo Bandung; Drs. Amir Hamzah Mauzzy, Apt. MM. MARS sebagai Direktur Keuangan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta; dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B(K) BTKV sebagai Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta; dr. Kamal Ali Parengrengi, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar; Dr. dr. H. Heriyadi Manan, Sp.OG(K) sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang; drg. Liliana Lazuardy, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dilantik dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS sebagai Sekretris DIrektorat Jenderal Bina Gizi dan dan Kesehatan Ibu dan Anak serta dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA sebagagi Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dilantik Drs. Bayu Teja Muliawan, Apt., M.Pharm, MM sebagai Direktur Bina obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Dra Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Bio Med sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian; Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.Si sebagai Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian; dan drg. Arianti Anaya, MKM sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Acara pelantikan tersebut dihadiri oleh para pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan, para pejabat yang sudah purna tugas serta para istri dan suami dari pejabat yang baru dilantik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669 , Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal="lokal"> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id</kode></div>
Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-71592579804187910722012-06-05T08:25:00.001+07:002012-06-05T08:28:27.978+07:00Avian influenza – situation in Cambodia – update<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_Aco72LgMLMscF9NPceXIAb6yi3bT5cgcgsqJWit9j29_LHL2oOybmnY9TiOheiqqwEvjFKHugLvtu5VqJTQ81IQ_zG9YJLeop1N4g_mshVZlj41Aft3HEhauFwupM66Ja33mrxdj-UkV/s1600/Presentasi+Rapat+Bulanan+Juni+2012-5.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_Aco72LgMLMscF9NPceXIAb6yi3bT5cgcgsqJWit9j29_LHL2oOybmnY9TiOheiqqwEvjFKHugLvtu5VqJTQ81IQ_zG9YJLeop1N4g_mshVZlj41Aft3HEhauFwupM66Ja33mrxdj-UkV/s320/Presentasi+Rapat+Bulanan+Juni+2012-5.png" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
29 May 2012 - The Ministry of Health (MoH) of the Kingdom of Cambodia has announced a confirmed case of human infection with avian influenza A (H5N1) virus.<br />
<br />
The case was a 10 years old female from Kampong Speu Province. She developed symptoms on 20 May 2012 and after initial treatment at the village was eventually admitted to the hospital on 25 May with symptoms of fever and shortness of breath. Infection with avian influenza A(H5N1) virus was confirmed by Institute Pasteur du Cambodge on 26 May 2012, however, despite intensive medical care, she died on 27 May 2012.<br />
<br />
There are reports of recent deaths among poultry in her village and the patient prepared sick chicken for food prior to becoming sick.<br />
<br />
The girl is the twenty-first person in Cambodia to become infected with A(H5N1) virus and 19 have died from the disease.<br />
<br />
The National and local Rapid Response Teams (RRT) are conducting outbreak investigation and response following the national protocol. In addition, a public health education campaign is being conducted in the village to inform families on how to protect themselves from contracting avian influenza.<br />
<br />
Source: <a href="http://www.who.int/csr/don/2012_05_29/en/index.html">Global Alert and Response (GAR)</a></div>Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-5130990061769758852012-05-25T15:01:00.005+07:002012-05-25T15:01:54.798+07:00Biar Polio Cepat Tuntas, WHO Akan Umumkan Darurat GlobalJumat, 25/05/2012 07:50 WIB<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Jenewa, Pemberantasan polio sudah dirintis sejak 1988 oleh organisasi kesehatan dunia atau WHO. Namun karena hingga kini masih mewabah di 3 negara, WHO akan tetapkan status darurat polio global agar polio cepat lenyap seperti halnya cacar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meski sebelumnya pernah ditargetkan tuntas pada tahun 2000, sampai sekarang polio masih mewabah di 3 negara yakni Afghanistan, Nigeria dan Pakistan. Artinya, kasusnya di ketiga negara ini masih bisa dikatakan sangat tinggi dan diduga pemicunya adalah gagalnya program vaksinasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelumnya, India masuk dalam daftar negara endemis namun resmi dicoret pada 25 Februari 2012 setelah dalam setahun terakhir tidak ada kasus baru yang ditemukan. Sayangnya, beberapa negara termasuk China, yang sebelumnya sudah sempat dinyatakan bebas polio, belakangan kembali menemukan kasus baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan kondisi seperti ini, maka upaya untuk mempercepat pemberantasan polio harus dilakukan. Sebab jika tidak, diperkirakan akan ada 20.000 anak yang bakal menjadi cacat dalam sepuluh tahun ke depan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Pemberantasan polio sekarang berada pada titik kritis antara berhasil dan gagal," ujar Margaret Chan, Direktur Jenderal WHO lewat sebuah pernyataan yang disampaikan di konferensi di Jenewa, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (26/5/2012).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meski belum benar-benar berhasil sampai tuntas, pemberantasan polio sebenarnya sudah menampakkan hasil. Jika saat pertama kali dicanangkan tahun 1988 angka kelumpuhan akibat polio mencapai 350.000 kasus/tahun, pada tahun 2010 tinggal 1.352 kasus/tahun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika pemberantasan polio yang dipercepat melalui status darurat global ini berhasil, maka penyakit ini akan menjadi penyakit kedua setelah cacar (smallpox) yang akhirnya bisa diberantas sampai tuntas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Polio merupakan penyakit yang dipicu oleh virus dan menyerang sistem saraf. Hanya dalam beberapa jam setelah infeksi, penderitanya bisa mengalami kelumpuhan total. Dari 200 orang yang terinfeksi dan menjadi lumpuh, kurang lebih ada 1 yang lumpuhnya bersifat permanen.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Infeksi polio juga sering berakibat fatal, dalam arti penderitanya bisa sampai meninggal dunia. Penderita polio yang meninggal umumnya mengalami kegagalan fungsi pernapasan, sebab otot paru-parunya ikut lumpuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://health.detik.com/read/2012/05/25/074515/1924334/763/biar-polio-cepat-tuntas-who-akan-umumkan-darurat-global?l1101755hl">AN Uyung Pramudiarja - detikHealth</a></div>
<div style="text-align: justify;">
(up/ir) </div>
<br />Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-88375281179589413462012-05-25T08:25:00.001+07:002012-05-25T08:25:13.451+07:00Meningococcal disease: situation in the African Meningitis Belt<h1 class="headline">
</h1>
<div style="text-align: justify;">
<em class="dateline">24 May 2012 -</em>
<span>From 1 January to 17 April 2012 (epidemiologic week 17),
outbreaks of meningococcal disease have been reported in 42 districts in
10 of the 14 countries of the African Meningitis Belt <sup>1</sup>. These outbreaks have been detected as part of the enhanced surveillance. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>The 10 countries (Benin, Burkina Faso, Chad, Central African
Republic, Côte d'Ivoire, Gambia, Ghana, Mali, Nigeria and Sudan)
reported a total of 11 647 meningitis cases including 960 deaths
resulting in a case fatality ratio of 8.2%. The outbreaks were mainly
caused by the W135 serogroup of <i>Neisseria meningitidis</i> (Nm) bacteria. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>In response to the outbreaks, the Ministries of Health
implemented a series of preventive and control measures which included
enhancement of surveillance, case management, sensitization of the
population, strengthening of cross border collaboration and provision of
vaccines through the International Coordinating Group on Vaccine
Provision for Epidemic Meningitis Control (ICG).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>The ICG released a total of 11 000 vials of antibiotic
(Ceftriaxone) and 1 665 673 doses of vaccines to six countries (see
table below <sup>2</sup>) most affected by the epidemic, upon requests.
The vaccines released include 919 023 doses of polysaccharide ACW/ACYW
vaccine, 746 650 doses of meningitis A conjugate vaccine and 81 418
doses of polysaccharide AC vaccine.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>The ICG is working with manufacturers and partners to ensure
the stockpiles of the appropriate vaccines are maintained in sufficient
quantities, for responding effectively to epidemics in the future. ICG
partners include WHO, International Federation of Red Cross and Red
Crescent Societies (IFRC), United Nations Children Fund (UNICEF), and
Médecins Sans Frontières (MSF).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>The emergency stockpile was established with the support of
Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI). The vaccination
campaigns were conducted with the support of MSF, UNICEF, IFRC, the
European Community Humanitarian Aid Office (ECHO), and the United
Nations through its Central Emergency Response Fund (CERF).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>WHO continues to monitor the epidemiological situation
closely, in collaboration with partners and Ministries of Health in the
affected countries. </span></div>
<hr style="margin-left: 0px; margin-right: 0px;" />
<div style="text-align: justify;">
<span><sup>1</sup> The 14 countries in the African Meningitis Belt
with enhanced surveillance for meningococcal disease include Benin,
Burkina Faso, Cameroon, the Central African Republic, Chad, Côte
d'Ivoire, the Democratic Republic of the Congo, Ethiopia, Ghana, Mali,
Niger, Nigeria, Sudan and Togo.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Source: http://www.who.int/csr/don/2012_05_24/en/index.html </span></div>Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-41451131719858331472012-05-22T21:31:00.002+07:002012-05-22T21:34:03.382+07:00Pembukaan World Health Assembly ke-65<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBs21MeTNq4qpngdMu2GknkgnkmF6k-RPb4l-0sT42XxFLhN6p4GU0MqdKHx2h3dqN-wZRil8CCb-5ZwkPWl9HdQp3vRdL_-lxT3fUYR-UdAPiSHa9NVohqfxGit65bBrpbvYnFkk0oyv6/s1600/Bpk-Wamen-dan-dirjen-P2PL-@-WHA-300x241.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBs21MeTNq4qpngdMu2GknkgnkmF6k-RPb4l-0sT42XxFLhN6p4GU0MqdKHx2h3dqN-wZRil8CCb-5ZwkPWl9HdQp3vRdL_-lxT3fUYR-UdAPiSHa9NVohqfxGit65bBrpbvYnFkk0oyv6/s1600/Bpk-Wamen-dan-dirjen-P2PL-@-WHA-300x241.jpg" /></a>Pertemuan tertinggi negara-negara anggota World Health Organization (WHO), yaitu World Health Assembly (WHA) ke 65 resmi dibuka (21/5) di gedung “Palais des Nation” di Jenewa, Swiss. Kegiatan WHA akan berlangsung pada 21-26 Mei 2012.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
WHA ke 65 ini akan membahas 20 agenda yang terdiri dari agenda pleno dan 2 sidang komite, yaitu Komite A Technical Matters dan Komite B Administrative Matters. Tema utama adalah Towards Universal Health Coverage. Dalam WHA, nantinya akan dihasilkan 13 Resolusi dan 4 Keputusan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE dalam surat elektronik yang diterima Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembukaan diawali dengan sambutan dari perwakilan Pemerintah Swiss, dilanjutkan dengan pembacaan sambutan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Kantor PBB di Jenewa, Mr. Kassym-Jomart Tokayev. Selanjutnya, para delegasi memilih Minister of Health and the Fight against AIDS dari negara Côte d’Ivoire, yaitu Professor Thérèse N’Dri-Yoman sebagai ketua sidang atau Health Assembly’s new president.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyatakan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD., terpilih menjadi salah satu dari lima Health Assembly’s Vice Presidents. Kelima wakil ketua sidang tersebut berasal dari negara Afghanistan, Indonesia, Paraguay, Republik Moldova, dan Kepulauan Solomon.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu, Dirjen PP dan PL Kemenkes RI juga mendapatkan kehormatan untuk menjadi Alternate Head of Delegation Indonesia. Selain Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, wakil ketua Delegasi Republik Indonesia (Delri) juga dijabat oleh Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak, Dr. dr. H. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, M.Kes. Penasihat Delri dalam Sidang WHA ke-65 di Jenewa, yaitu Staf Ahli Menkes RI Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan, dr. R. Triono Soendoro, Ph.D, dan Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri Kemenkes RI, Dra. Niniek Kun Naryatie. Anggota Delri lainnya, antara lain: Direktur Bina Kesehatan Ibu Kemenkes RI, dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA; Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS; Kabid Pembiayaan Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, dr. Donald Pardede, MPPM; Kasubdit Imunisasi Direktorat Surveilans Imunisasi dan Kesehatan Matra Kemenkes RI, dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA; Kabid Pusat Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes, Dr. Vivi Lisdawati, M.Si, Apt.; Kabid Kerjasama Kesehatan Bilateral dan Multilateral Pusat Kerjasama Luar Negeri Kemenkes RI, dr. Widyarti; Kasie Standarisasi Subdit Bina Kesehatan Maternal dan Pencegahan Komplikasi Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kemenkes RI, dr. Imran Pambudi, MPHM dan Kasubbag Protokol Kemenkes RI, Ardian Atmantoro, S.Pd.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada pembukaan WHA tersebut, Duta Besar Republik Indonesia dan Perwakilan Tetap RI di Jenewa juga turut mewakili Indonesia menghadiri acara pembukaan yang diikuti oleh perwakilan dari seluruh negara di dunia yang menjadi anggota WHO tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pertemuan WHA, beberapa topik yang akan dibahas diantaranya jaminan kesehatan masyarakat atau universal health coverage, pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Penyakit Tidak Menular (PTM), Mental Health dan Gizi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Prof. dr. Tjandra menambahkan, sebelumnya pada 20 Mei 2012 sore hari, Delegasi RI (DELRI) melakukan rapat persiapan menjelang WHA di kantor Perwakilan Tetap RI (PTRI) di Jenewa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Usai acara pembukaan, siang harinya, Prof. dr. Tjandra mengikuti pertemuan Gerakan Non Blok atau non alignment movement tentang kesehatan. Dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal WHO, Dr. Margaret Chan menyatakan betapa pentingnya aspek kesehatan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Beliau juga mengingatkan semua negara berkembang anggota Gerakan Non Blok harus mempersiapkan diri era sesudah 2015, yaitu era pasca MDGs.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menjelang sore hari, kegiatan WHA diisi dengan sambutan Direktur Jenderal WHO, Dr. Margaret Chan, yang baru saja terpilih kembali untuk jabatan tersebut untuk kedua kalinya. Dalam sambutannya, Dr. Margaret Chan memandang bahwa aspek kepemimpinan sangat penting dalam pembangunan kesehatan suatu Negara atau Pemerintahan. Pada kesempatan tersebut, Dr. Margaret Chan mengapresiasi peran penting Indonesia dalam kesetaraan dan transparansi dalam virus and access to benefit sharing. Sungguh, ini sebuah kebanggaan bagi Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu, Dr. Margaret Chan juga menyoroti pentingnya International Health Regulation (IHR), penanganan terhadap Neglected Tropical Diseases seperti salah satunya Schistosomiasis, pentingnya Universal Health Coverage, dan penanggulangan penyakit tidak menular (PTM).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“We must look beyond the cause of preventable death” ujar Dr. Margaret Chan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ini berarti jangan hanya melihat masalah kesehatannya saja, tapi juga determinan sosial dan hal-hal lain yang mempengaruhinya, terang Prof. Tjandra Yoga Aditama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu sore harinya, Wamenkes RI didampingi Dirjen PP dan PL Kemenkes RI, mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Kesehatan US Amerika. Dan malam harinya, bersama-sama menghadiri pertemuan yang diselenggarakan Pemerintah Swiss bagi pimpinan delegasi yang hadir dalam gelaran World Health Assembly ke 65.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berita ini <a href="http://sehatnegeriku.com/pembukaan-world-health-assembly-ke-65/">disiarkan</a> oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id</div>Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-23147047276262796372012-05-22T20:58:00.002+07:002012-05-22T20:58:51.599+07:00RI 4 besar penderita TBC<div style="text-align: justify;">
JAKARTA - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Trihono menegaskan jika penyakit tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merajalela di Indonesia. Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang kasus TB nomor 4 di dunia setelah India, China dan Afrika Selatan. Diperkirakan, ada 430 ribu kasus TB baru dan 169 orang di antaranya meninggal setiap hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kita harus akui bahwa hingga saat ini penyakit TB masih sangat merajalela karena masih menjadi penyebab kematian nomor dua setelah stroke, dan bahkan untuk Indonesia bagian timur saat ini sudah menjadi nomor satu," ujarnya, hari ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
join_facebookjoin_twitter</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurutnya, saat ini sebenarnya TB menyebar secara merata di seluruh wilayah. Namun, kondisi yang paling memprihatinkan adalah di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua, Maluku, NTT, dan NTB.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kondisi ini memprihatinkan karena ada hubungannya dengan faktor kemiskinan, perilaku hidup sehat, dan sebagainya. Namun, ada tren baru sekarang yakni koinfeksi TB yang sangat signifikan. Biasanya koinfeksi yang dimaksud adalah HIV AIDS, TB multidrug, dan penyakit degeneratif lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kasusnya sama yakni, koinfeksi tersebut terbanyak berada di Indonesia timur dimana ada penyakit lain, maka 90 persen pasti terinfeksi TB," ujarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemerintah sendiri sudah menggelontorkan dana sebesar Rp2 triliun untuk penanggulangan TB di seluruh Indonesia. Namun, upaya penanggulangan tersebut menemui sejumlah tantangan di antaranya koinfeksi TB HIV meningkat, belum optimalnya manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu ada juga peningkatan jumlah penyakit degeneratif, seperti gangguan imunitas, diabetes, perokok, dan sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, Provinsi Sumatera Utara berada di peringkat empat terkecil kasus TB dari 33 provinsi. Peringkat itu berdasarkan jumlah kasus yang ditemukan (insiden rate).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Angka penemuan dan penyembuhan kasus TB di Sumut juga di atas angka nasional,” sebut Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Candra Syafei.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal itu dikarenakan adanya peran aktif semua pihak dalam penemuan kasus TB. Hanya saja yang perlu dikurangi yaitu error rate (tingkat kesalahan) seperti didapat positif TB tapi tidak positif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitupun, dia mengharapkan agar adanya peningkatan bantuan luar negeri seperti dari Global Fund, juga dari APBN, APBD kab/kota. Juga peran serta masyarakat untuk penanggulangan TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak hanya itu, Candra juga mengimbau pentingnya peran serta semua pihak dalam melakukan pengawasan minum obat (PMO) bagi penderita TB.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Karena penyakit TB merupakan penyakit spesifik yang memerlukan waktu 6 bulan untuk penyembuhannya. Kalau tidak, penyakit tersebut bisa dua tahun masa regimennya atau menjadi multi drug resisten, baru selesai pengobatannya,” ungkap Candra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, Sukarni menambahkan, bila penyakit TB sudah MDR maka biaya yang dibutuhkan akan semakin besar seperti untuk obat-obatan. Walaupun obat anti TB (OAT) merupakan bantuan dari pusat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, katanya, belum semua rumah sakit dalam menanggulangi penyakit TB ini menggunakan strategi DOTS (Directly Observe Treatment Short Course). “Dari 179 RS pemerintah dan swasta di Sumut, baru 69 yang melaporkan memakai strategi DOTS dalam penanggulangan TB,” jelasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurutnya, hal itu kemungkinan dikarenakan komitmen pimpinan dan tenaga medis rumah sakit yang kurang. Merasa belum dilatih, padahal DOTS itu program standar untuk pengobatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia merasa khawatir, rumah sakit yang mengobati TB tidak memakai strategi DOTS akan melakukan pemeriksaan tidak sesuai standar. Hasilnya juga tidak standar, apalagi tanpa pengawasan minum obat (PMO). Akibatnya, bisa menimbulkan multi drugs resisten (MDR). “Kalau sudah MDR, pengobatannya bisa sampai dua tahun dan biaya obatnya juga mahal,” jelas Sukarni.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di lain pihak, katanya, tidak ada kendala yang berarti dalam penanggulangan TB di Sumatera Utara. Baik obat anti TB (OAT) maupun reagensia. “Bahkan, kabupaten/kota di Sumut sudah ada stok obat dan reagensia untuk kebutuhan selama dua tahun ke depan,” katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk itu, lanjutnya, kabupaten/kota tidak perlu menganggarkan pembelian obat dan reagensia. “Anggaran diplotkan ke penyuluhan dan operasional saja,” jelasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Editor: ANGGRAINI LUBIS</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=247136:ri-4-besar-penderita-tbc&catid=77:fokusutama&Itemid=131">(dat17/wol/antara)</a></div>
<br />Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-34329398598286447112012-05-02T13:31:00.001+07:002012-05-10T08:50:59.169+07:00SELAMAT JALAN IBU ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH<div style="text-align: center;">
Innalillaahi wainna ilaihi roji’un.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTWMDW4PytCuiU1rqzafe6r65SOJ4mdg2BpBhKyPTxFXRIwPhU3riyZvCZ8ZDsSOJiUZEblvUP1WyvzmmrG3igx0rfOjsZRb6Le10EWIxi2HMy2kiZlmTWhmYLrBzgA3ozFsXwWmuso8hg/s1600/selamat+jalan+bu+menkes+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="316" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTWMDW4PytCuiU1rqzafe6r65SOJ4mdg2BpBhKyPTxFXRIwPhU3riyZvCZ8ZDsSOJiUZEblvUP1WyvzmmrG3igx0rfOjsZRb6Le10EWIxi2HMy2kiZlmTWhmYLrBzgA3ozFsXwWmuso8hg/s320/selamat+jalan+bu+menkes+2.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Jakarta, 2 Mei 2012<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Innalillaahi wainna ilaihi roji’un. Telah berpulang ke rahmatullah Menteri Kesehatan RI periode 2009 - 2014, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, pada hari Rabu, 2 Mei 2012 pukul 11.41 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menkes pergi setelah berjuang melawan penyakit kanker paru yang terdeteksi pada Oktober 2010. Sejak saat itu, Menkes menjalani pengobatan baik di dalam maupun di luar negeri selama lebih kurang 1,5 tahun. Pengobatan yang dijalani antara lain radiasi lokal dan bedah beku untuk mengobati kanker secara lokal serta meningkatkan daya tahan tubuh. Selama kurun waktu pengobatan tersebut, beliau tetap semangat menjalankan tugas-tugas kementerian selaku Menteri Kesehatan. Endang Rahayu Sedyaningsih lahir di Jakarta, 1 Februari 1955. Beliau berhasil menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979. Gelar Master on Public Health dan Doktor Kesehatan Masyarakat diperoleh di Harvard University, Amerika Serikat tahun 1992 dan 1997.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari perkawinannya dengan dr. MJN Mamahit, Sp.OG, dikaruniai 2 orang putra dan 1 orang putri yaitu Arinanda Wailan Mamahit (L, 31 th), Awandha Raspati Mamahit (L, 27 th), dan Rayinda Raumanen Mamahit (P, 21 th) dan seorang menantu Sara Ratna Qanti (P, 30 th).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Endang Rahayu Sedyaningsih akrab disapa Enny, memulai karirnya di Departemen Kesehatan sejak tahun 1990. Pada tahun 2004 diangkat sebagai pejabat fungsional dengan pangkat Peneliti Madya. Pada 26 Januari 2007, Endang dipercaya sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Jabatan sebagai peneliti Madya juga diemban pada 24 Juli 2008. Sejak 1 Agustus 2008, Endang diangkat sebagai Peneliti Utama pada Puslitbang Bio Medis dan Farmasi. Tanggal 21 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi amanat sebagai Menteri Kesehatan Periode 2009 – 2014.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai seorang peneliti, Endang Rahayu Sedyaningsih sudah dua kali memperoleh penghargaan yaitu sebagai Penulis Artikel terbaik ke-2 Badan Litbangkes tahun 2000, Presentasi Poster Terbaik ke-3 pada Conferensi Asia Pasifik ke-3 tentang Perjalanan Kesehatan. Saat menjadi Menkes, Endang Rahayu Sedyaningsih mendapat penghargaan Sulianti Award adalah penghargaan atas jasa beliau dalam hal pencegahan penyakit dan manajeman kesehatan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Banyak karya ilmiah yang sudah dihasilkan, diantaranya adalah Pengembangan Jaringan Virologi dan Epidemiologi Influenza di Indonesia (2007), Karakteristik kasus-kasus flu burung di Indonesia (Juli 2005-Mei 2006), dan Kajian penelitian sosial dan perilaku yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS di Indonesia (1997-2003).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jenazah Ibu Endang dari RSCM akan dibawa dan disemayamkan di kediaman Jl. Pendidikan Raya III, Blok J 55, Komplek IKIP Duren Sawit Jakarta Timur pada pukul 14.00 WIB. Selanjutnya pada Kamis (3/5) pukul 06.30 jenazah diberangkatkan ke kantor Kemenkes untuk mendapatkan penghormatan terakhir pada pukul 07.00 – 09.00 WIB. Jenazah diberangkatkan ke peristirahatan terakhir di pemakaman San Diego Hills Karawang pukul 09.00 dari Kemenkes.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 021-52960661, PTRC: (kode wilayah)-500567 atau alamat e-mail: info@depkes.go.id dan kontak@depkes.go.id.</div>
<br />Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-59347054036951652402012-04-23T09:13:00.001+07:002012-04-23T10:03:42.895+07:00Penyakit Kulit Mematikan Mewabah di Vietnam, 19 Orang Tewas<div style="text-align: justify;">
TRIBUNNEWS.COM
HANOI- Sebanyak 19 orang meninggal dunia secara misterius di Vietnam,
setelah jatuh sakit, akibat penyakit kulit, yang hingga kini belum
diketahui jenisnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut pemberitaan BBC, Minggu (22/4/2012), setidaknya 170 warga
Vietnam lainnya juga menderita penyakit yang sama. Pemerintah negara
komunis tersebut, mengaku kewalahan mengatasi penyakit itu, dan meminta
bantuan dunia internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Para korban, awalnya menderita gatal-gatal di kaki, dan tangan, namun
setelahnya korban bisa mengalami gangguan hati dan gagal organ.
Berdasarkan pemberitaan media setempat, kasus pertama muncul di sejumlah
desa pegunungan di Provinsi Quang Ngai, di Vietnam tengah, pada April
hingga Desember tahun lalu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penyakit itu membuat warga desa ketakutan, akan tertular penyakit
itu. "Ada seorang yang meninggal pada pekan lalu, namun tidak banyak
yang hadir di upacara pemakaman, karena kami takut tertular," kata warga
desa bernama Pham Van Khiem.<br />
<br />
Wakil Menteri Kesehatan Nguyen Thanh Long, mengatakan pihaknya akan
meminta bantuan Organisasi Kesehatan Dunia dan para pakar penyakit
menular dari Amerika Serikat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Ia melanjutkan, pihaknya sudah
mengambil sejumlah langkah, untuk mengantisipasi, bertambahnya korban
jiwa, akibat penyakit tersebut. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br clear="all" /></div>
<div class="f11 grey" style="text-align: justify;">
Penulis: Samuel Febrianto | Editor: Budi Prasetyo</div>
<div style="text-align: justify;">
Akses <b>Tribunnews.com</b></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-62243548621876818392012-02-16T08:32:00.000+07:002012-02-16T08:32:17.778+07:00Yellow fever in Cameroon and in GhanaYellow fever in Cameroon<br /><br />3 February 2012 - In December 2011, the Ministry of Health of Cameroon notified WHO of a yellow fever outbreak in the North Region of the country.<br /><br />A total of 23 cases, including 7 deaths, have been reported to have occurred since October 2011 in Guider, Bibemi, Gaschiga, Lagdo, Mayo Oulo and Golombe districts. These cases were identified as part of the surveillance system, with fever and jaundice within the 14 days of onset.<br /><br />At least 13 cases from six health districts were laboratory confirmed at the Institute Pasteur of Cameroon by IgM ELISA test, which was followed by the seroneutralizing test (PRNT), the most specific test for yellow fever, and by differential diagnostic for dengue and West Nile Virus conducted in the WHO regional reference laboratory for yellow fever, the Institute Pasteur of Dakar, Senegal.<br /><br />WHO country office has been working with the government/health authorities in the outbreak field investigation to confirm the cases and assess the extent of the outbreak.<br /><br />GAVI Alliance, UN Central Emergency Response Fund (CERF) and the International Coordinating Group on Yellow Fever Vaccine Provision (YF-ICG) are supporting a reactive mass vaccination campaign which aims to cover over 1.2 million people in 8 health districts considered at high risk, namely Guider, Bibemi, Gaschiga, Lagdo, Mayo Oulo, Garoua I Garoua II, and Golombe.<br /><br />The vaccination campaign began on 23 January 2012, covering these 8 health districts which were not covered in the 2009 preventive mass vaccination campaign because they have no history of yellow fever outbreak or yellow fever virus circulation. <br /><br />http://www.who.int/csr/don/2012_02_03/en/index.html<br /><br /><br />Yellow fever in Ghana<br /><br />3 February 2012 - On 20 December 2011, the Ministry of Health of Ghana notified WHO of a yellow fever (YF) outbreak occurring in 3 districts; Builsa and Kassena-Nankana-West in the Upper East Region and Kitampo-South in the Brong Ahafo Region located in the mid-western part of the country.<br /><br />A total of three laboratory-confirmed cases, including two deaths, have been detected by yellow fever surveillance, with the clinical syndrome of fever and jaundice.<br /><br />The index case, reported from the Kassena-Nankana-West district, was a 12 year-old male who had been going with his father to his farm in a forest bordering Burkina Faso. Onset of symptoms occurred on 11 October 2011 and progressively got worse until he died in Sandema Hospital on 18 October 2011. District outbreak teams investigated the affected areas but found no additional cases.<br /><br />A reactive campaign has been planned starting 6 February 2012, supported by the International Coordinating Group on Yellow Fever Vaccine Provision (YF-ICG) and the European Community Humanitarian Office (ECHO). Over 235 000 people in the affected districts have been targeted for vaccination, with the exclusion of pregnant women and children aged under one year.<br /><br />This activity will complement the two-phased YF preventive mass campaign undertaken by the country. The first phase was conducted in November 2011 and targeted a population of 5.8 million people covering 40 districts (8 regions). A YF reactive campaign was carried out in 3 more districts. The second phase, planned for this year, seeks to target 1.7 million people spanning 17 districts.<br /><br />http://www.who.int/csr/don/2012_02_03b/en/index.html<br />Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-5146285687059042972012-01-18T08:15:00.000+07:002012-01-18T08:15:14.429+07:00Silicone implants<h1 class="headline">
</h1>
<div style="text-align: justify;">
<span>In March 2010, Poly Implant Prothèse (PIP) silicone implants
were withdrawn from the European Union (EU) market following an observed
increase in implant ruptures, and confirmation of the use of
substandard silicone in the manufacture of the implants by French
regulator AFSSAPS (Agence Française de Sécurité Sanitaire des Produits
de Santé). Regulatory authorities in other jurisdictions were also
notified, leading to product withdrawal from a number of non-EU
countries. PIP implants have also been sold under the trade name of
M-Implants and in April 2010 the Dutch Health Care Inspectorate
prohibited all trade and usage of both products in the Netherlands.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>On 23 December 2011, the French authorities published a
recommendation that French residents with PIP breast implants should
consider having these removed as a preventive measure. Following this,
other national health authorities have issued their own recommendations
that have ranged from preventive removal of PIP silicone breast
implants, to close monitoring and follow up of persons with these
implants.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Adverse events of approved breast implants include implant
rupture and leakage. While the rupture rate of PIP prostheses was
observed to be higher than expected in France, rates reported by other
national authorities vary.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Testing of PIP implants carried out by AFSSAPS found that the
quality of implants varied, therefore increasing the risk of rupture.
AFSSAPS also found that the gel containing non-approved silicone was an
irritant to tissue, and when leaking could give rise to inflammation and
pain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>More information is needed about the risks associated with
these implants and how they compare with other implants on the market,
and on product distribution, use and surveillance.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>PIP and M-Implants silicone breast prostheses have been
distributed to many countries around the world. Both standard and
substandard silicone has been used to produce PIP implants.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Persons with PIP or M-Implant prostheses should consult their
doctor or surgeon if they suspect rupture, have pain or inflammation or
any other concerns. Affected persons and physicians should take note of
their national health authority recommendations and act accordingly. It
is, furthermore, important to consider strengthening adverse event
reporting of medical devices.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span>Source : http://www.who.int/csr/don/2012_01_17/en/index.html </span></div>Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/00190466854851641104noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-19675772639521135292012-01-04T10:35:00.000+07:002012-01-04T10:36:07.541+07:00Yellow Fever in Senegal<p style="text-align: justify;"> <em class="dateline">1 December 2011 -</em> <span>The Ministry of Health in Senegal notified the WHO of three cases of yellow fever in Kédougou and Saraya Health districts, near the border with Mali and Guinea Conakry on 26 October 2011. </span></p> <p style="text-align: justify;"> <span>The index case was a 25 year-old female who developed symptoms of fever, headache and vomiting, with no history of yellow fever vaccination. She consulted the health military post of Kédougou on 23 July 2011. The case was detected as part of a surveillance project for dengue and chikungunya conducted in the region. The WHO reference laboratory for Yellow Fever at the Institut Pasteur in Dakar confirmed the case (IgM by ELISA test and Plaque Reduction Neutralization Test or PRNT) on 10 October 2011.</span></p> <p style="text-align: justify;"> <span>Two other cases - 29 year-old female and 3 year-old male - were reported on 10 and 11 August 2011. All three cases have fully recovered. An outbreak investigation team assessed the situation in the Kédougou and Saraya districts from 8 to 29 August 2011, where a total of 76 people (suspected cases and their contacts, including 10 deaths) were identified. Laboratory tests conducted showed no evidence of recent yellow fever infection among the 76 people. However, the tests (IgG) indicated that 20 of them had previously been exposed to yellow fever virus or yellow fever vaccine.</span></p> <p style="text-align: justify;"> <span>The health districts of Kédougou and Saraya benefited from a preventive mass vaccination campaign in December 2007, where the vaccination coverage was 94.9% and 94.8% respectively.</span></p> <p style="text-align: justify;"> <span>The Ministry of Health of Senegal plans to organize a vaccination campaign in mid-December 2011, targeting the non-vaccinated individuals aged nine months and above, excluding pregnant women in Kédougou, Saraya and Salémata health districts. The mass vaccination campaign aims to protect the susceptible population living in the area, which appears to have increased due to recent migration from neighboring countries. A total of 159,626 doses of vaccine from the GAVI-funded yellow fever emergency vaccine stockpile has been released by the International Coordinating Group on Yellow Fever Vaccine Provision (YF-ICG) for the campaign. </span></p>Masrip Sarumpaethttp://www.blogger.com/profile/10173875037700000268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-35146368499843089752011-12-31T14:19:00.000+07:002011-12-31T14:19:56.591+07:00Penyakit-penyakit yang Masih Mengancam di 2012<div style="text-align: justify;">
<strong>Jakarta,</strong> Dalam beberapa jam lagi tahun 2011 akan
berakhir dan berganti dengan tahun 2012. Meski tahun sudah berganti,
tapi ada beberapa penyakit yang masih menjadi ancaman di tahun 2012. Apa
saja itu?<br /><br />Beberapa penyakit memang sudah ada yang diberantas
atau tidak muncul lagi, namun penyakit tertentu masih mengancam manusia
di tahun 2012. Berikut ini beberapa penyakit yang masih menjadi ancaman,
seperti dikutip dari <em>HuffingtonPost,</em> Sabtu (31/12/2011) yaitu:<br /><br /><span style="color: blue;">1. Penyakit infeksi</span><br />Penyakit
infeksi merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi ancaman,
penyakit ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Terlebih
di tahun 2012 diramalkan akan terjadi beberapa bencana alam yang bisa
menjadi faktor risiko meningkatnya penularan penyakit infeksi seperti
ISPA (Infeksi saluran pernapasan atas), diare, hepatitis A, difteri dan
penyakit infeksi lainnya.<br /><br />Dibeberapa negara penyakit infeksi
sudah tidak menjadi masalah lagi, tapi di beberapa negara terutama
negara berkembang penyakit ini masih menjadi momok tersendiri. Salah
satu cara pencegahan yang cukup efektif adalah pola hidup sehat termasuk
mencuci tangan pakai sabun.<br /><br /><span style="color: blue;">2. Penyakit tidak menular</span><br />Saat
ini angka kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat,
penyakit ini diderita dalam jangka waktu lama dan berkembang secara
perlahan. Empat penyakit tidak menular yang utama adalah penyakit
kardiovaskular (jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis
(penyakit paru dan asma) serta diabetes.<br /><br /><span style="color: blue;">3. Penyakit tuberkulosis</span><br />Tuberkulosis
(TBC) masih menjadi ancaman yang serius, karena banyaknya pasien yang
mengalami resistensi atau kekebalan kuman TBC terhadap obat yang ada
saat ini baik obat lini satu atau kedua. Selain itu penyebab lainnya
adalah masih adanya kantong-kantong TBC yang belum terdeteksi.<br /><br />Salah
satu cara untuk mengatasi tuberkulosis adalah mengonsumsi obat secara
teratur dan dibutuhkan kepatuhan dari si pasien, karena jika ia berhenti
sendiri berisiko mengalami resistensi terhadap obat yang sudah ada.<br /><br /><span style="color: blue;">4. HIV/AIDS</span><br />HIV/AIDS
masih menjadi penyakit yang mengancam karena tingginya peningkatan
kasus baru, serta masih adanya orang yang menutupi kondisi tersebut
sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.<br /><br /><span style="color: blue;">5. Flu burung</span><br />Meski
kasusnya pada manusia memang berkurang, namun penyakit ini masih
mengancam karena bisa bermutasi sehingga jadi lebih mudah ditularkan
atau justru menjadi lebih ganas. Mutasi flu burung ini ditemukan pada
strain baru yang menyebar di China dan Vietnam. Badan Pangan Dunia PBB
(FAO) mendesak untuk dilakukannya pengawasan yang lebih besar terhadap
kemungkinan penyebaran kembali flu burung.<br />(<strong>ver/ir</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong> </strong></div>
Sumber : http://www.detikhealth.com/IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-40440202201524830442011-12-31T13:18:00.002+07:002011-12-31T13:18:48.298+07:00Penyakit menular masih jadi ancaman<div style="text-align: justify;">
<span class="post-content" style="margin-top: 20px;">Jakarta (ANTARA
News) - Indonesia belum terlepas dari ancaman penyakit menular, hal yang
masih umum terjadi di negara berkembang lainnya dimana sepanjang tahun
2011 tercatat beberapa kali terjadi wabah penyakit menular yaitu
merebaknya Hepatitis A di beberapa daerah, wabah difteri di Jawa Timur,
flu burung maupun rabies.<br /><br />
Awal November lalu, sebuah sekolah di Depok, Jawa Barat, yaitu
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) II Depok terpaksa diliburkan
selama beberapa hari setelah wabah Hepatitis A telah menular kepada 90
orang, yaitu 89 siswa dan seorang guru sekolah tersebut.<br /><br />
Beberapa bulan sebelumnya, wabah Hepatitis A juga merebak di daerah
Bandung, Sukabumi dan Tasikmalaya sehingga Kementerian Kesehatan
mengumpulkan tim ahli untuk membahas penyakit tersebut dan
memformulasikan kebijakan yang harus diambil. <br /><br />
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa rapat dengan tim ahli itu juga
akan digunakan untuk mengecek kondisi penyebaran penyakit Hepatitis A di
berbagai wilayah selama beberapa tahun terakhir.<br /><br />
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu
Sedyaningsih, mengemukakan bahwa kemungkinan Hepatitis A menjadi wabah
sangat besar mengingat virus penyebab penyakit tersebut dapat dengan
mudah ditularkan lewat makanan yang disantap bersama-sama.<br /><br />
"Jadi, kalau ada satu terkena dan orang itu masuk ke kantor atau
sekolah dan makan beramai-ramai, seperti sambal yang dicocol
ramai-ramai, itu akan cepat menyebar (virusnya). Makanya kalau jajan
lihat-lihat dulu," katanya usai menghadiri apel Hari Kesehatan Nasional
(HKN) 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, beberapa waktu lalu.<br /><br />Ia
menimpali, "Bagi yang tidak bisa bawa makanan dari rumah, kalau jajan
carilah tempat bersih dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan."<br /><br />
Menkes mengungkapkan bahwa wabah Hepatitis A memang sering terjadi
karena penyebarannya yang mudah antara lain lewat makanan.<br /><br />
Untuk langkah pencegahan, Menkes kembali mengingatkan mengenai
pentingnya higiene pribadi seperti menerapkan perilaku hidup bersih
sehat (PHBS) yang antara lain dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan sesudah makan dan sebelum melakukan beberapa kegiatan lain.<br /><br />
Selain itu, disebut Menkes, tidak kalah pentingnya adalah sanitasi
lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya atau menggunakan air
bersih untuk memasak.<br /><br />
Untuk mencegah terjadinya wabah Hepatitis A di masa yang akan
datang, Kementerian Kesehatan juga menurunkan tim untuk melakukan
sosialisasi kepada kantin sekolah maupun kantin pabrik di
wilayah-wilayah yang dinilai rawan mengenai langkah pencegahan penularan
virus.<br /><br />
Penularan Hepatitis A umumnya terjadi pada pencemaran air minum,
makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk
dan higienitas rendah dan seseorang yang terjangkit virus itu biasanya
akan menunjukkan gejala demam, lemah lesu, anoreksia dan gangguan
abdominal serta ikterus.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">
Flu burung</span><br /><br />
Wabah penyakit menular lainnya yang kembali muncul di tahun 2011
adalah flu burung dimana pada bulan Oktober, dua orang kakak beradik WA
(10) dan NRA (5) dari Kabupaten Bangli, Bali, meninggal dunia di Rumah
Sakit Sanglah, Denpasar dan dipastikan kedua korban positif terjangkit
flu burung (H5N1).<br /><br />
Kementerian Kesehatan disebut Menkes melakukan kerjasama erat dengan
Kementerian Pertanian untuk mengatasi kemungkinan wabah flu burung yang
fatal karena tingkat kematiannya yang masih tinggi, sekitar 70-80
persen.<br /><br />
Indonesia, juga disebut Menkes, belum bebas dari ancaman flu burung
dan sebanyak 30 provinsi masih endemi flu burung di unggas dan hanya
tiga provinsi yang belum dilaporkan terjangkit yaitu Kalimantan Barat,
Gorontalo dan Maluku Utara.<br /><br />
Menkes mengingatkan bahwa virus flu burung memang masih ada pada
unggas dan dapat berpindah ke manusia sehingga masyarakat diharapkan
dapat mengambil langkah pencegahan penularan seperti menjauhi unggas
jika tidak penting, selalu mencuci tangan dengan sabun dan bagi
anak-anak agar tidak bermain dengan bangkai ayam.<br /><br />
Di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), juga dilaporkan ada sekira
1.000 ayam di tiga lokasi di Kabupaten Lombok Tengah mati mendadak dan
dipastikan bahwa penyebab kematian adalah flu burung.<br /><br />
Kementerian Kesehatan tidak menerima laporan pasien manusia suspek
flu burung di Lombok paska matinya ribuan ayam mendadak di kawasan itu
namun tetap melakukan langkah pencegahan dan sosialisasi kepada
masyarakat.<br /><br />
Selain itu, sebanyak 100 rumah sakit di seluruh Indonesia masih
disiagakan untuk menangani flu burung yang tahun 2011 ini telah memakan
korban 10 orang, jumlah yang sudah menurun dari tahun-tahun sebelumnya
yang bisa mencapai puluhan orang.<br /><br />
"Rumah sakit tetap disiagakan, upaya-upaya pencegahan juga telah
dilakukan dengan baik. Masalahnya memang tingkat kematian untuk kasus
flu burung ini masih tinggi," kata Tjandra Yoga Aditama.<br /><br />
Bahkan, sejak pertengahan Desember lalu, sebanyak sepuluh rumah
sakit di berbagai daerah di Indonesia akan memiliki ruang isolasi
lengkap bagi penanganan pasien flu burung yang lokasinya tersebar dan
dipilih dengan mempertimbangkan endemisitas daerah itu terhadap kasus
tersebut.<br /><br />
Pembangunan ruang isolasi itu merupakan bantuan dari Uni Eropa
melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang bertugas untuk menyalurkan dana
bantuan untuk Pengendalian flu burung di Indonesia melalui kerja sama
dengan Kementerian Kesehatan.<br /><br />
Pada 2008, Kementerian Kesehatan mengusulkan pembangunan ruang
isolasi di beberapa rumah sakit untuk penanggulangan penyakit yang
sempat mewabah tidak hanya di Indonesia namun di negara-negara lainnya
itu dan pembangunan kemudian disetujui di 10 Rumah Sakit rujukan flu
burung.<br /><br />Rumah sakit rujukan tersebut adalah RSUP Persahabatan;
RSPI Sulianti Saroso; RSPAD Gatot Subroto; RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou,
Manado; RSUD Dr. Soetomo, Surabaya; RSUD Dr. Moewardi, Solo; RSUD Ulin,
Banjarmasin; RSUD Dr. Abdoel Moeloek, Lampung; RSUD Gunung Jati, Cirebon
dan RSUD Tangerang.<br /><br />
Kasus flu burung pada manusia yang untuk pertama kali dilaporkan di
Indonesia berasal dari Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, pada 2005
dan sejak itu kasus flu burung mulai dilaporkan dari berbagai provinsi
lain dan saat ini sebanyak 53 kabupaten/kota di 13 provinsi di Indonesia
telah melaporkan kasus flu burung pada manusia.<br /><br />
Kementerian Kesehatan mencatat dari tahun ke tahun jumlah kasus flu
burung di Indonesia cenderung menurun, namun sampai dengan November
2011, terdapat 182 kasus flu burung positif dan 150 orang (82,42 persen)
di antaranya meninggal dunia dengan tiga provinsi dengan kasus
terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">
Wabah difteri</span><br /><br />
Kejadian Luar Biasa (KLB) lainnya yang menjadi perhatian nasional
juga terjadi di Jawa Timur pada bulan Oktober lalu ketika wabah difteri
menyerang 328 anak serta menewaskan 11 anak.<br /><br />
Kejadian ini mendapat perhatian khusus karena difteri merupakan
penyakit yang bisa dicegah lewat imunisasi sewaktu bayi atau balita.<br /><br />
Terhadap kejadian itu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
mengatakan imunisasi untuk pencegahan difteri akan diperbaiki pasca
wabah yang melanda beberapa kabupaten di Jawa Timur itu.<br /><br />
"Imunisasi kami perbaiki karena ada anak yang tidak mempan divaksin.
Untuk anak berusia 7-15 tahun juga akan diberi vaksinasi tambahan,"
kata Menkes.<br /><br />
Gubernur Jawa Timur, Sukarwo, telah menetapkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) wabah penyakit difteri yang melanda sejumlah kabupaten/kota dan
meminta warga untuk waspada terhadap bakteri yang menjangkiti saluran
pernapasan itu dan melakukan vaksinasi bagi anak-anak mereka.<br /><br />
Menkes juga berharap masyarakat dapat memahami pentingnya imunisasi
dasar tersebut bagi pencegahan penyakit difteri karena ada gerakan
anti-imunisasi yang muncul di beberapa tempat.<br /><br />
"Sekarang ada banyak orang yang tidakmau divaksinasi, padahal
pencegahan difteri adalah lewat vaksinasi," kata Menkes dan berharap
warga mau mendatangi Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan imunisasi
dasar itu.<br /><br />
Untuk tindakan kuratif, Menkes menyebutkan, jika ditemukan pasien
difteri, pasien tersebut akan dirawat di rumah sakit dan tiap orang yang
mengalami kontak dengan pasien akan divaksinasi.<br /><br />
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggelar vaksinasi masal di beberapa
daerah penyebaran difteri terutama di 11 kabupaten/kota yaitu Kota
Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Bangkalan, Sampang, Sumenep,
Pamekasan, Blitar, Gresik dan Banyuwangi.<br /><br />
Untuk penanganan wabah tersebut, sebanyak Rp21 miliar dana
dikucurkan yaitu dari Pemerintah pusat sebesar Rp13 miliar dan
Pemerintah Provinsi Rp8 miliar untuk pembelian vaksin, surveilans,
melakukan imunisasi masal dan biaya penyembuhan lainnya.<br /><br />
Menkes menyatakan keprihatinannya atas kejadian luar biasa (KLB)
difteri di Jawa Timur tersebut dan kembali mengingatkan pentingnya
imunisasi bagi bayi dan balita sebagai langkah pencegahan kasus serupa
terulang.<br /><br />
"Imunisasi adalah program yang paling `cost effective` (biayanya
paling kecil) untuk menekan morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri ini," ujar Menkes.<br /><br />
Ia melanjutkan bahwa jika program imunisasi rutin tidak berjalan
dengan baik atau cakupannya masih cukup rendah, maka akan ada
kantong-kantong daerah dimana anak-anaknya tidak diimunisasi sehingga
suatu saat kemungkinan untuk muncul KLB menjadi lebih besar dibanding
daerah yang telah diimunisasi lengkap.<br /><br />
"Jika jadi KLB, maka biayanya jadi mahal untuk penanganannya, ada ongkos ekstra untuk itu," ujar Menkes.<br /><br />
Ia menekankan bahwa sejak Indonesia melakukan imunisasi masal tahun
1956 telah terbukti aman dan melindungi penduduk dari kematian dan
kecacatan.<br /><br />
Adapun Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kegiatan imunisasi merupakan
salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan yang merupakan
salah satu bentuk kegiatan promotif preventif serta bentuk nyata
komitmen pemerintah untuk mencapai Milenium Development Goals (MDGs)
khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak dan ibu.<br /><br />
Saat ini, Kementerian Kesehatan mencatat, imunisasi dasar di
Indonesia meliputi 5 jenis yaitu, BCG, DPT Hb, Polio, Campak dan
Hepatitis B dan pada tahun 2008, desa yang telah mencapai Universal
Child Immunization (UCI) baru 68,3 persen dari 65.781 desa dan setelah
program akselerasi dijalankan tahun 2010 mencapai 75,3 persen dari
75.990 desa.<br /><br />
"Walaupun semakin banyak desa yang telah mencapai UCI, tetapi masih
ada desa yang merupakan kantong yang rentan terhadap penyakit," kata
Tjandra.<br /><br />
Untuk kasus campak, Indonesia telah berhasil mereduksi penyakit
campak dari lebih dari 180.000 kasus di tahun 1990 menjadi sekitar
20.000 kasus di tahun 2010, dan menurunkan angka kematiannya sebesar 90
persen.<br /><br />
Adapun untuk kasus polio, Indonesia sudah tidak ada lagi kasus dalam
beberapa tahun terakhir, walau ancaman dari luar negeri disebut Tjandra
masih tetap ada, yaitu beberapa negara di dunia masih melaporkan adanya
virus polio liar.<br /><br />
Sebagai antisipasi bagi penyakit menular yang bisa dicegah lewat
vaksinasi itu, sejak tahun 2009 Kementerian Kesehatan melakukan kampanye
imunisasi tambahan dalam tiga tahap mulai 2009-2011 dimana tahap ketiga
atau terakhir akan dilaksanakan di 17 propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Lampung, Papua, serta seluruh
provinsi di Kalimantan dan Sulawesi.<br /><br />
Kampanye tahun 2011 dimulai pada tanggal 18 Oktober 2011 dan
berlangsung selama satu bulan yang akan memberikan imunisasi kepada
seluruh Balita di 17 provinsi tersebut dengan jumlah anak yang harus
mendapatkan campak (umur 9 bulan sampai dengan kurang 5 tahun) sebanyak
14 juta orang dan polio (umur 0 sampai kurang 5 tahun) sebanyak 16,5
juta orang.<br /><br />
Dengan banyaknya kasus wabah penyakit menular tersebut, Menkes
menyatakan, sejak 2012 akan memprioritaskan upaya promotif preventif
sebagai pencegahan antara lain dengan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat untuk mengurangi jumlah korban.<br /><br />
Upaya promotif preventif memang merupakan tindakan yang lebih
efektif daripada sekadar kuratif (penyembuhan) karena selain dapat
mengurangi jumlah korban, tindakan preventif juga meningkatkan
produktivitas masyarakat secara umum, tidak perlu terganggu dan
menderita karena penyakit.<br />
(T.A043)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="post-content" style="margin-top: 20px;"><br />
<div class="mt10">
<i>Editor: Priyambodo RH</i></div>
<div style="font-weight: bold;">
Sumber : <a href="http://m.antaranews.com/" style="color: red;" target="_blank">m.antaranews.com</a></div>
</span></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-76062026761549403822011-11-17T08:45:00.001+07:002011-11-17T08:49:53.392+07:00302 jemaah meninggal karena ISPA<div style="text-align: justify;">
MEKKAH - Serangan jantung dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
menjadi penyebab utama jemaah wafat selama berada di Arab Saudi, saat
menjalankan ibadah haji.<br /><br />Demikian dikemukakan Kepala Bidang
Kesehatan Panita Penyelenggara Ibadah Haji dr Mawari Edy di Jeddah, tadi
malam. "Sebelum puncak haji, jemaah haji yang wafat didominasi penyakit
jantung. Setelah puncak haji, mulai muncul jemaah wafat karena masalah
pernapasan," kata Mawari.<a href="http://www.facebook.com/home.php?ref=home#/profile.php?id=100000268999626&ref=ts" target="_blank"></a><a href="http://www.twitter.com/WaspadaOnline" target="_blank"></a><br /><br />Berdasarkan
data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) jemaah haji yang
meninggal hingga pukul 12.00 waktu Arab Saudi (WAS) atau 16.00 WIB
mencapai 302 orang. Kedua penyakit itu muncul berkaitan dengan aktivitas
fisik berlebihan yang dilakukan para jemaah. Padahal di satu sisi,
kondisi tubuh jemaah tidak mendukung.<br /><br />"Utamanya, setelah puncak
ibadah haji di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), kondisi jemaah
menurun seiring aktivitas fisik yang cukup padat. Namun, mereka
terkadang memaksakan diri untuk mengerjakan ibadah sunah, seperti umroh
sampai dua kali sehari," katanya.<br />Menurut Mawari, kondisi tubuh
tetap membutuhkan pemulihan setelah melakukan aktivitas fisik, dan fakta
ini yang kadang tidak disadari jemaah. Mereka tetap memaksakan diri
beraktivitas di luar pemondokan. Akibatnya, kondisi tubuh mereka drop
dan menuju titik kritis yang mengancam jiwa.<br /><br />"Kami berharap jemaah bisa mengukur kemampuan diri, dan jangan banyak melakukan aktivitas di luar pemondokan," kata Mawari.<br /><br />Kepala
Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah dr Thafsin Alfarisi di Mekkah
mengatakan, faktor kelelahan pasca pelaksanaan ibadah di Armina menjadi
salah satu penyebab tingginya jemaah yang wafat. Kegiatan-kegiatan itu
memang membutuhkan tenaga banyak. "Sebaiknya jemaah yang masuk golongan
risiko tinggi (risti) mengurangi aktivitas di luar pemondokan, seperti
memaksakan diri beribadah di Masjidil Haram," katanya.<br /><br />Dia tidak
melarang dan bisa memahami keinginan jemaah yang ingin beribadah di
Masjidil Haram. Namun, hendaknya mereka juga bisa mengukur kemampuan
fisiknya.<br /><br />Sebanyak 302 anggota jemaah haji meninggal, didominasi
jemaah dengan usia 60 tahun ke atas. Tercatat ada 216 anggota jemaah
dalam kategori usia itu yang meninggal dunia. Untuk usia 50-59, sebanyak
70 anggota jemaah meninggal, usia 40-49 (13 orang), dan di bawah 40
tahun dua anggota jemaah. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber : www.waspada.co.id </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-49699638369388594212011-11-16T15:44:00.001+07:002011-11-16T15:48:38.699+07:00Awas...Makan Ramai-ramai Percepat Penularan Hepatitis A<div style="text-align: justify;">
JAKARTA - Menteri Kesehatan Endang Rahayu
Sedyaningsih mengatakan kemungkinan Hepatitis A menjadi wabah sangat
besar mengingat virus penyebab penyakit tersebut dapat dengan mudah
ditularkan lewat makanan yang disantap bersama-sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Jadi kalau
ada satu terkena dan orang itu masuk ke kantor atau sekolah dan makan
beramai-ramai, seperti sambal yang dicocol ramai-ramai, itu akan cepat
menyebar (virusnya). Makanya kalau jajan lihat-lihat dulu. Bagi yang
tidak bisa bawa makanan dari rumah, kalau jajan carilah tempat bersih
dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan," kata Menkes usai menghadiri
apel Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan
Jakarta, Senin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menkes mengungkapkan bahwa wabah Hepatitis A
memang sering terjadi, bukan hanya di Depok, Jawa Barat pada pekan lalu
yang masih dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB). "Tiap tahun ada
kejadian (Hepatitis A) ini ditempat berbeda-beda, karena itu,
penyebarannya mudah lewat makanan," ujarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, status
KLB di Depok belum dicabut karena Kementerian Kesehatan harus menunggu
hingga dua kali masa inkubasi virus yang bersangkutan untuk dapat
mencabut status KLB itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk langkah pencegahan, Menkes kembali
mengingatkan mengenai pentingnya higiene pribadi seperti menerapkan
perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang antara lain adalah dengan
mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan dan sebelum
melakukan beberapa kegiatan lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu, tidak kalah
pentingnya disebut Menkes adalah sanitasi lingkungan seperti membuang
sampah pada tempatnya atau menggunakan air bersih untuk memasak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wabah
Hepatitis A yang melanda SMKN II Depok, Jawa Barat pada pekan lalu
telah menular kepada 90 orang yaitu 89 siswa dan seorang guru sekolah
tersebut. Sekolah tersebut sempat diliburkan beberapa hari sementara
Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan setempat melakukan
penyelidikan mengenai sumber penularan dan melakukan disinfektan
terhadap lokasi sekolah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber : Republika.co.id </div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-82706748410419951062011-11-14T11:32:00.002+07:002011-11-14T11:38:53.116+07:00Pneumonia is the leading cause of death in children<div align="justify">11 November 2011 -- Pneumonia kills 1.4 million children under the age of five every year – more than AIDS, malaria and tuberculosis combined. This disease can be treated with antibiotics, but only about 30% of children with pneumonia receive the antibiotics they need. Pneumonia can be prevented by immunization, adequate nutrition and by addressing environmental factors. </div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Source : <a href="http://www.who.int/en/">http://www.who.int/en/</a></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-86154990757948902242011-10-26T16:04:00.001+07:002011-10-26T16:09:57.742+07:00Orang Gemuk Tak Mempan Divaksin Flu<div style="text-align: justify;"><strong>Jakarta,</strong> Orang-orang yang memiliki berat badan berlebih membutuhkan perlindungan ekstra dari <a style="text-decoration: none;" href="http://www.detikhealth.com/index.php?fa=parserads.search&idkanal=755&keyword=Mw==&width=280&height=125" class="jTip" id="f8b962230dac7cb6fddb43726210ca66"><b>penyakit</b></a> influenza. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa obesitas dapat membuat vaksin flu menjadi kurang efektif.<br /><br />Temuan ini memberikan bukti yang menjelaskan sebuah fenomena yang baru disadari pertama kali pada wabah flu H1N1 2009, yaitu obesitas berhubungan dengan terganggunya respon kekebalan tubuh terhadap vaksinasi influenza pada manusia.<br /><br />Para peneliti mempelajari pasien yang telah diberi vaksinasi influenza yang dilemahkan pada akhir 2009 di sebuah klinik University of North Carolina. Vaksin yang diberikan adalah vaksin untuk flu musim gugur dan musim dingin biasa.<br /><br />Meskipun semua pasien mengembangkan antibodi terhadap virus flu sejak bulan pertama setelah vaksinasi, tingkat antibodi dalam darah menurun lebih cepat pada orang obesitas dari waktu ke waktu.<br /><br />Sekitar 50 persen peserta penelitian dengan obesitas mengalami penurunan kadar antibodi empat kali lipat selama 12 bulan sejak sebulan pertama vaksinasi. Sedangkan peserta dengan berat badan sehat jumlahnya tidak sampai 25 persen.<br /><br />"Hasil ini menunjukkan bahwa orang yang mengalami obesitas akan lebih mungkin mengalami <a style="text-decoration: none;" href="http://www.detikhealth.com/index.php?fa=parserads.search&idkanal=755&keyword=Mw==&width=280&height=125" class="jTip" id="435a9f4d8b216f883c7c672eb8288d8a"><b>penyakit</b></a> flu setelah terpapar virus flu dibandingkan orang dengan berat badan sehat," kata Melinda Beck, Ph.D., profesor dan ketua asosiasi gizi di University of North Carolina Gillings School of Global Public Health.<br /><br />"Kajian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan obesitas dapat mengganggu kemampuan tubuh melawan virus flu. Penemuan baru ini tampaknya memberikan alasan mengapa orang obesitas lebih rentan terhadap <a style="text-decoration: none;" href="http://www.detikhealth.com/index.php?fa=parserads.search&idkanal=755&keyword=Mw==&width=280&height=125" class="jTip" id="47319996c2d171c2d8159767b1de9b50"><b>penyakit</b></a> influenza selama pandemi virus flu H1N1 dibandingkan orang dengan berat badan yang sehat," kata Beck.<br /><br />Kajian yang dirilis di situs resmi <em>University of North Carolina School of Medicine</em>, Rabu (26/10/2011) ini melaporkan bahwa kadar antibodi vaksin influenza menurun secara signifikan pada orang obesitas dibandingkan pada individu dengan berat badan yang sehat.<br /><br />Terlebih lagi, respon sel darah putih yang paling penting dalam sistem kekebalan tubuh atau dikenal dengan sebutan sel T + CD8 mengalami kerusakan pada orang yang obesitas.<br /><br />"Ketika vaksinasi gagal mencegah infeksi flu, maka pasien harus bergantung pada sel T + CD8 nya untuk membatasi penyebaran dan keparahan infeksi. Jika kadar antibodi tidak dipertahankan dari waktu ke waktu dan fungsi sel T + CD8 terganggu, orang-orang dengan obesitas akan memiliki risiko lebih besar jatuh sakit karena influenza," kata Patricia Sheridan, PhD, asisten profesor gizi University of North Carolina School of Medicine.<br /><br />Pada tahun 2005 lalu, Beck dan rekan-rekannya melaporkan bahwa obesitas pada tikus mengganggu kemampuan tubuh melawan infeksi virus dan meningkatkan resiko kematian dibandingkan dengan tikus ramping dengan infeksi yang sama. Tingkat kematian pada tikus obesitas lebih tinggi, yaitu sebesar 25%. Sedangkan pada tikus ramping, tidak ada yang mati.<br /><br />Pada tahun 2010, Beck dan timnya menunjukkan bahwa obesitas tampaknya membatasi kemampuan tikus mengembangkan kekebalan terhadap influenza. Dia menyarankan bahwa vaksinasi agaknya tidak efektif untuk orang obesitas dan kelebihan berat badan.<br /><br />Sumber : detikhealth.com<br /></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-39782483774193523282011-08-10T13:12:00.002+07:002011-08-10T13:15:16.477+07:00GUILLAIN BARRE SINDROM ( GBS)<p style="text-align: justify;">Suatu ketika di Puskesmas (terjadi 30 tahun yang lalu), datang seorang laki-laki usia 37 tahun dengan keluhan kedua tungkai lemah dan semakin susah dibawa berjalan, tidak ada kesemutan. Makin lama semakin memberat dan setelah itu mengenai kedua lengan atas. Penderita lumpuh seluruh anggota gerak. Sebelumnya mendapat influenza kira-kira 2 minggu dengan keluhan waktu itu demam disertai nyeri seluruh sendi. Akhirnya penderita dirujuk ke RS kabupaten untuk dirawat. </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kasus lain, seorang wanita usia dewasa muda telah dirawat di RS sehari yang lalu dengan kelumpuhan seluruh anggota gerak, selang beberapa lama sesudahnya mengalami sesak nafas. Sebelum itu penderita mendapat diare yang tak kunjung baik, selanjutnya dirawat di perawatan intensif untuk dilakukan bantuan nafas. Saat itu RS belum punya alat bantu nafas (respirator) untuk memperbaiki pernafasan penderita. Untungnya dua hari kemudian penderita merasa lebih baik, pernafasan mulai teratur dan akhirnya dapat pulang ke rumah setelah nafas membaik. Penderita mulai dapat berjalan, walaupun masih tertatih-tatih. Penderita tertolong.</p><div style="text-align: justify;"> Sementara itu kasus lain yang tidak kalah menariknya adalah seorang penderita dengan keluhan melihat kembar (suatu objek terlihat dua), mendadak, tidak ada demam dan tidak ada mual muntah, mempunyai riwayat sebelumnya demam, nyeri sendi, diare kira-kira 3 minggu yang lalu, penderita dirawat. Setelah perawatan 2 minggu mulai membaik dan pulang ke rumah.
<br />
<br />Kasus-kasus di atas memperlihatkan pada kita kalau keluhan lumpuh layuh dapat tertolong dengan pengelolaan biasa, serta keluhan seperti ini bukan hanya dialami oleh pasien polio tetapi dapat juga disebabkan oleh Guillain Barre Sindrom. Berbeda dengan polio yang disertai demam saat sakit dengan kelumpuhan hanya satu tungkai, setelah sembuh mengalami gejala sisa setelah penderita baik, sedangkan Guillain Barre Sindrom dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa, walaupun kadang-kadang kasus tertentu ada yang tidak tertolong.
<br />
<br />Apa itu Guillain Barre Sindrom (GBS) ?
<br />Merupakan kumpulan gejala kelemahan pada anggota gerak dan kadang-kadang dengan sedikit kesemutan pada lengan atau tungkai, disertai menurunnya refleks. Selain itu kelumpuhan dapat juga terjadi di otot-otot penggerak bola mata sehingga penderita melihat satu objek menjadi dua yang dapat disertai gangguan koordinasi anggota gerak.
<br />Penyakit GBS, sudah ada sejak 1859. Nama Guillain Barre diambil dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain dan Barré yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. GBS termasuk penyakit langka dan terjadi hanya 1 atau 2 kasus per 100.000 di dunia tiap tahunnya.
<br />
<br />Apa penyebabnya ?
<br />GBS ini tadinya dianggap sebagai neuroalergi yang menghasilkan berbagai bahan berbahaya. Terdapat perkiraan bahwa kumpulan gejala ini terjadi karena menurunnya daya kekebalan tubuh sendiri (auto imun), yang biasanya didahului oleh infeksi virus atau kuman-kuman yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas dan diare yang melemahkan daya tahan tubuh (kekebalan) sehingga mengalami keluhan seperti kasus-kasus di atas. Sel sistem kekebalan menyerang sarung saraf (mielin) yang mengelilingi serabut saraf di seluruh saraf tepi.
<br />
<br />Dapatkah GBS diobati ?
<br />Dapat, angka kesembuhan terjadi sempurna (75-90 %) dengan cara pengobatan dan fisioterapi. Bagi kasus2 tertentu dilakukan penggantian plasma dengan maksud menghilangkan efek menurunnya kekebalan (auto imun). Terapi ini akan dapat menyembuhkan penderita, selain itu dapat juga dilakukan infus imunoglobulin . Pada sebagian kasus tidak jarang penderita secara bertahap dapat pulang setelah dirawat beberapa lama. Sedangkan pada kasus-kasus tertentu, ada yang membutuhkan bantuan alat nafas (respirator) dan pada kasus yang sangat berat dengan gangguan nafas ada yang tidak tertolong. Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitasnya berhenti. Pengobatan medis dan perawatan yang baik sangat mempengaruhi hasilnya. Pada kebanyakan kasus terjadi perbaikan spontan. Kadang-kadang pengelolaaan menjadi sangat rumit dan melelahkan. Pada manula penyembuhan umumnya lebih lambat dibandingkan anak anak. Edukasi penderita dengan menerangkan pada keluarga mengenai penyakit ini dan cara pengobatan serta fisioterapi menyeluruh harus dilakukan.
<br />RS Cipto Mangunkusumo saat ini sedang menangangi 2 kasus GBS yang sebelumnya sempat dirawat dr RS St. Carolus Jakarta dan RS Azra Bogor.
<br />
<br />Dapatkah GBS dicegah ?
<br />Salah satu jalan untuk mencegah SGB adalah dengan mempertinggi daya tahan tubuh saat tidak sakit dengan cara mengonsumsi protein hewani dari daging dan ikan, nabati dari tempe dan tahu disertai sayur dan buah, sehingga diharapkan kita jarang sakit influenza, karena daya tahan tubuh tinggi. Selain itu perlu juga menjaga kebersihan tubuh dengan mandi dan cuci tangan bila mau makan untuk menghindari infeksi kuman, virus atau bakteri yang menyebabkan diare
<br />
<br />Bila ada gejala-gejala GBS, apa yang harus dilakukan ?
<br />Jangan kaget, segera kosultasi dokter di Puskesmas. Kita tidak mengenal awalnya orang terkena serangan, tapi bila mendapat gejala seperti kasus di atas segera bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit, agar dapat dilakukan pengobatan segera dan dapat mewaspadai serangan yang lebih hebat. Ingat, keadaan lumpuh layuh ini dapat disebabkan oleh Polio atau Guillain Barre Sindrom.
<br />
<br />Bila kena GBS, apakah harus mengeluarkan biaya mahal ?
<br />Tidak selalu demikian, ada penderita yang baik setelah mendapat pengobatan biasa, malah ada yang sembuh spontan dalam jangka waktu pendek. Tetapi memang pada kasus tertentu yang berat disertai gangguan nafas memerlukan infus zat kekebalan (imunoglobulin) yang mahal dan atau penggantian plasma darah untuk mempercepat perbaikan. Tentu setiap RS telah membuat aturan kapan harus diberikan cara-cara penanganan khusus diatas.
<br />
<br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Sumber: http://www.depkes.go.id/</span>
<br /></span>
<br /></div>ike ahttp://www.blogger.com/profile/14852990878867236932noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-24369814251222730642011-07-26T08:22:00.014+07:002011-07-26T16:09:01.363+07:002 Miliar Penduduk Dunia Telah Terinfeksi Hepatitis B<div align="justify">Jakarta, Dari 6 miliar lebih penduduk dunia, 2 miliar diantaranya telah terinfeksi hepatitis B. Sebagian akan sembuh tapi 400 juta lainnya akan menjadi pengidap kronis menjadi sirosis dan kanker hati.Tanpa disadari, 2 miliar orang di dunia pernah terinfeksi hepatitis B, yang artinya sepertiga dari penduduk dunia pernah terekspos virus Hepadnaviridae, yaitu virus <a class="jTip" id="ad09fd426ce567618145a0c914105617" style="TEXT-DECORATION: none" href="http://www.detikhealth.com/index.php?fa=parserads.search&idkanal=755&keyword=OA==&width=280&height=125" jquery1311643008328="6">penyebab</a> hepatitis B atau disebut juga Hepatitis B Virus (HBV). Dari 2 miliar penduduk dunia terinfeksi hepatitis B, 400 juta menjadi pengidap kronis menderita sirosis dan kanker hati, yang menyebabkan 250.000 per tahun. </div><br /><br /><div align="justify">Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita hepatitis B terbanyak, setelah China dan India. Penderita hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan mencapai 30 juta orang. Untuk hepatitis B saja mencapai 9,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia."50 persen (15 juta) penderita hepatitis di B dan C di Indonesia akan menjadi <a class="jTip" id="96c0d2d0c80d6ee3e843768caae54a4e" style="TEXT-DECORATION: none" href="http://www.detikhealth.com/index.php?fa=parserads.search&idkanal=755&keyword=Mw==&width=280&height=125" jquery1311643008328="7">penyakit</a> hati kronik, yang 10 persennya menjadi liver fibrosis dan kanker hati," ujar Prof dr Tjandra Yoga Aditama, Dirjen P2PL Kemenkes, dalam acara konferensi pers di Gedung Kemenkes, Senin (25/7/2011). </div><br /><br /><div align="justify">Prof Tjandra menyatakan bahwa 1,5 juta orang Indonesia berpotensi kanker hati."Kalau hepatitis B menyerang orang dewasa, 90 persen bisa disembuhkan. Tapi kalau menular pada bayi, maka 90 persennya akan menjadi kronik dan seumur hidup bisa menjadi pengidap," jelas Dr. dr. Unggul Budihusodo, Sp.PD, KGEH, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI).<br />Dr Unggul menyatakan 97 persen bayi yang tertular virus hepatitis B akan menjadi pengidap seumur hidup. Dan pada umumnya penderita hepatitis B yang ada adalah sudah tertular dari bayi."Untuk itu, vaksinasi hepatitis B wajib diberikan pada bayi pada hari pertama kelahirannya," jelas Dr Unggul.<br />Virus hepatitis B sangat mudah menular, bahkan 100 kali lebih mudah dibandingkan virus HIV dan virus ini dapat bertahan hidup selama 1 minggu hingga berbulan-bulan di luar tubuh, serta alat-alat medis dan alat pemeriksaan gigi.</div><br /><br /><div align="justify">Virus hepatitis B menular melalui darah dan cairan tubuh manusia, yaitu: Dari ibu penderita hapatitis B kepada bayinya saat dalam kandungan atau dilahirkan, berhubungan seksual dengan penderita hepatitis B tanpa pengaman, melalui suntikan atau transfusi darah yang tercemar virus hepatitis B, seperti pengguna narkoba suntik, pengguna alat kesehatan (jarum, pisau, gunting) yang tidak disterilkan sempurna, tindik, tato, pisau cukur, gunting kuku yang tidak steril. Sebagian besar orang yang terinfeksi hepatitis B memang tidak menunjukkan gejala apapun, tapi gejala-gejala umum yang tampak pada sebagian kecil penderita hepatitis B adalah sebagai berikut:</div><br /><br /><div align="justify">Hepatitis B akut (terinfeksi kurang dari 6 bulan) :<br />Mual, muntah, nafsu makan turun dan panas<br />Warna air seni coklat seperti teh<br />Bagian putih mata tampak kuning<br />Kulit seluruh tubuh tampak kuning<br />Warna tinja kuning. </div><br /><br /><div align="justify">Hepatitis B kronik (lebih dari 6 bulan atau menahun) :<br />Sebagian besar tanpa gejala nyata. Tapi keluhan umum seperti lemas, lekas capek, ngantuk, gangguan pencernaan, kembung, mual dan kurang nafsu makan.<br />Sumber:<a href="http://www.detikhealth.com/read/2011/07/25/173452/1689108/763/2-miliar-penduduk-dunia-telah-terinfeksi-hepatitis-b?l991101755">http://www.detikhealth.com/read/2011/07/25/173452/1689108/763/2-miliar-penduduk-dunia-telah-terinfeksi-hepatitis-b?l991101755</a></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-306737584028608362011-06-17T09:04:00.002+07:002011-06-17T09:12:09.735+07:00Enam Anak Terinfeksi E. Coli di Prancis<div align="justify">PARIS - Bakteri Escherichia coli atau E.coli ternyata tidak hanya mewabah di Jerman. Persebaran bakteri maut itu mulai menyebar ke negara Eropa lain. Kemarin (16/6) enam anak dirawat di rumah sakit Kota Lille, utara Prancis karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri E.coli. Otoritas kesehatan menyebut sumber bakteri berasal dari daging giling yang dihidangkan dalam beefburger.</div><br /><div align="justify">Saat ini, enam pasien tersebut dilaporkan dalam kondisi stabil. "Pagi ini (kemarin pagi, Red) rumah sakit di Lille menerima enam pasien anak-anak yang didiagnosis terkena infeksi makanan terkait bakteri E.coli," terang seorang juru bicara dinas kesehatan lokal.</div><br /><div align="justify">Menurut dia, kondisi semua pasien membaik dan bakteri tersebut tidak sampai membahayakan jiwa mereka. Meski begitu, tiga di antara bocah itu masih dalam proses dialisis setelah mengalami diare berdarah.</div><br /><div align="justify">Enam anak tersebut berusia 20 bulan sampai 8 tahun dan berasal dari berbagai kota di wilayah Pas de Calais. Mereka dilarikan ke rumah sakit dan dirawat sejak Rabu lalu (15/6).</div><br /><div align="justify">Seorang diperbolehkan pulang hanya selang beberapa jam setelah dirawat. Lima orang lain menjalani perawatan lebih intensif. Mereka harus dirawat dengan menggunakan metode hemodialysis untuk menghilangkan zat berbahaya dari dalam darah mereka.</div><br /><div align="justify">Wabah E.coli di Lille diperkirakan tidak terkait kasus di Jerman. Daging cincang beku yang diduga sebagai sumber bakteri E.coli dijual dengan merek Steak Country di toko Lidl, di bawah perusahaan SEB, utara Prancis. Merespons kejadian itu, SEB langsung menarik semua produknya. Produk tersebut berlabel kedaluwarsa pada 10, 11, dan 12 Mei atau sudah dalam keadaan tidak layak konsumsi.</div><br /><div align="justify">"Saya harap program pencarian sumber bakteri harus dilaksanakan segera. Kami melakukannya bersama peneliti Prancis untuk mengidentifikasi sumber dan kaitan dengan gangguan kesehatan," tutur Menteri Kesehatan Prancis Xavier Bertrand kepada radio RTL. Dia memastikan semua produk yang terkait dengan beefburger itu akan diperiksa. Kontrol lebih ketat akan diberlakukan.</div><br /><div align="justify">Kasus terbaru itu terjadi setelah meluasnya wabah E.coli yang menewaskan 38 orang. Semua kasus tersebut terjadi di Jerman. Tetapi, seorang korban (perempuan) meninggal di Swedia setelah mengunjungi Jerman. E.coli juga telah menginfeksi 3.300 orang di 16 negara.</div><br /><div align="justify">Juru bicara Toko Lidl mengaku bahwa daging sapi yang digunakan untuk burger tersebut dibeli dari SEB-CERF, perusahaan berpusat di Saint-Dizier yang memproduksi 400 ton daging cincang beku per minggu.</div><br /><div align="justify">"Produk itu dibuat di Prancis. Namun, sesuai dengan data kedaluwarsa dan keterangan dari perusahaan pemasok, dagingnya berasal dari Jerman, Italia, Prancis, Belanda, dan negara lainnya," terang Jerome Gresland."Kami membeli dari pemasok dengan stempel yang menyatakan bahwa produk itu dari Uni Eropa," jelasnya. Label ssebuah kotak beefburger yang disita dari rumah seorang anak berbunyi bahwa daging itu berasal dari Jerman. (AFP/Rtr/cak/dwi)</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Sumber:<a href="http://www.jpnn.com/read/2011/06/17/95360/Enam-Anak-Terinfeksi-E-Coli-di-Prancis">http://www.jpnn.com/read/2011/06/17/95360/Enam-Anak-Terinfeksi-E-Coli-di-Prancis</a></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-590300083140005142011-06-15T11:40:00.002+07:002011-06-15T11:46:08.444+07:00Bakteri E. Coli Terus Merenggut Nyawa, Bocah 2 Tahun Tewas di Jerman<div align="justify">Berlin - Wabah bakteri E. coli yang melanda Jerman terus menelan korban jiwa. Seorang anak berumur 2 tahun tewas akibat bakteri pembunuh tersebut di Kota Hanover, Jerman utara. Bocah tersebut menjadi korban jiwa anak-anak pertama akibat wabah mematikan tersebut.</div><br /><div align="justify">Bocah yang tidak disebutkan identitasnya itu, selama ini tengah dirawat di sebuah rumah sakit di Hannover atas komplikasi yang diakibatkan bakteri E. coli. Ayah dan dua saudara kandung bocah tersebut juga dirawat karena penyakit yang sama. Tidak diketahui bagaimana kondisi mereka.</div><br /><div align="justify">Dengan kematian bocah tersebut berarti sejauh ini sudah 37 orang yang tewas akibat wabah bakteri E. coli. Demikian seperti diberitakan kantor berita Reuters, Rabu (15/6/2011).</div><br /><div align="justify">Otoritas kesehatan Jerman telah menyimpulkan bahwa wabah tersebut bersumber dari sayuran tauge terkontaminasi yang ditanam secara lokal di Jerman utara. Badan pusat pengendalian penyakit Jerman, Robert Koch Institute, menyatakan, jumlah penderita baru saat ini tampaknya sudah menurun.</div><br /><div align="justify">Lebih dari 3.200 orang di setidaknya 14 negara telah jatuh sakit akibat wabah bakteri E. coli yang berpusat di Jerman. Sejauh ini seluruh korban jiwa berada di Jerman, kecuali satu orang di Swedia.</div><br /><div align="justify">Sumber : Rita Uli Hutapea-detiknews</div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-20053375708235182132011-06-14T11:54:00.006+07:002011-06-15T11:49:02.263+07:00Cara Mudah Menghindari Bakteri E Coli<div align="justify">VIVAnews - Sudah 35 orang tewas akibat wabah bakteri E.Coli di Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya. Sementara 812 dari 3.256 korban yang terinfeksi masih berjuang mengalahkan maut, berdasar laporan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Eropa. </div><br /><div align="justify">Mayoritas mengalami diare berdarah, dan tak sedikit yang mengalami komplikasi ginjal gara-gara E.Coli.</div><br /><div align="justify"><a href="http://sorot.vivanews.com/news/read/226021-infografik--bahaya-e-coli">Kasus itu jelas menebar panik ke seluruh penjuru dunia</a>. Tak terkecuali masyarakat Indonesia. Ketakutan cukup wajar karena E. Coli merupakan jenis bakteri yang ditemukan di mana-mana: air, makanan, tanah, toilet, dapur, hingga udara. </div><br /><div align="justify">Waspada harus. Namun, perlu digarisbawahi bahwa tak semua E.Coli berbahaya. Hanya jenis-jenis tertentu yang dapat mengakibatkan penyakit serius, seperti <a href="http://sorot.vivanews.com/news/read/226019-terancam-diare-maut">E.Coli strain O104:H4</a> yang mewabah di Jerman baru-baru ini, dan E.Coli strain O157:H7 yang mewabah di Amerika Serikat tahun 1982. Jenis O104:H4 dimasukkan sebagai salah satu Enterohaemorrhagic E.Coli (EHEC), yang bisa menyebabkan pengidapnya mengalami diare berdarah. Bahkan seringkali kasus ini berkembang menjadi haemolytic uraemic syndrome (HUS), penyakit yang bisa menyebabkan kegagalan fungsi ginjal dan berbagai komplikasi infeksi lain.<br />Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa E.Coli hidup di suhu 7 derajat celcius dan mati di suhu 70 derajat celcius. "Jadi jika bahan pangan dimasak dengan benar, bakteri akan mati," katanya. </div><br /><div align="justify">Agar terhindar dari bahaya E.Coli, simak panduan Katherine Zeratsky, RD, LD, pakar nutrisi Mayo Clinic:- Perhatikan tampilan, bau, dan rasa makanan dan minuman sebelum masuk ke tubuh. - Cuci bahan makanan sampai bersih. Gosok seluruh permukaan dengan lembut.- Cuci tangan, perabot rumah tangga, dan peralatan dapur dengan sabun dan air hangat sebelum digunakan.- Pisahkan bahan makanan mentah dari makanan siap saji.- Masak makanan sampai matang dengan suhu minimal 71 derajat celcius.- Simpan bahan makanan dengan teknik penyimpanan yang baik di lemari es.- Hindari jus, produk susu, dan minuman apel yang tidak dipasteurisasi.- Hindari konsumsi minuman dari sumber air yang terpolusi.•</div><br /><div align="justify">Sumber : VIVAnews </div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-5253651150023329612011-06-10T13:50:00.001+07:002011-06-10T13:54:18.595+07:00Sudah 30 Orang Tewas Akibat Wabah Bakteri E. Coli di Jerman<div align="justify">Berlin - Korban jiwa akibat wabah bakteri E. coli yang melanda Jerman dan negara-negara lain terus bertambah. Sejauh ini sudah 30 orang yang meninggal akibat bakteri pembunuh tersebut.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Korban jiwa terbaru adalah seorang pria berumur 57 tahun di Frankfurt, Jerman. Bulan lalu pria itu bepergian dengan istrinya ke Kota Hamburg, Jerman utara, yang menjadi pusat wabah bakteri mematikan E. coli.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Demikian disampaikan pejabat-pejabat Jerman seperti diberitakan AFP, Jumat (10/6/2011).</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Kematian seorang pria berusia 68 tahun dan seorang wanita berumur 20 tahun juga dilaporkan di negara bagian Lower Saxony, Jerman. Berarti hingga kini setidaknya 30 orang tewas termasuk seorang wanita di Swedia yang baru saja kembali dari Jerman.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Lebih dari 2.800 orang di setidaknya 14 negara jatuh sakit akibat bakteri enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) tersebut. Dalam kasus yang parah, bakteri tersebut bisa menyebabkan gagal ginjal. Menteri Kesehatan Jerman Daniel Bahr sebelumnya telah menyatakan bahwa kemungkinan wabah ini telah melewati puncaknya. Sebab jumlah penderita baru telah menurun.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Hingga kini sumber pasti wabah bakteri mematikan tersebut masih misterius. Awalnya, otoritas Hamburg menuding timun impor asal Spanyol sebagai sumber wabah. Namun kemudian hal itu tak terbukti. Setelah itu, tauge organik yang ditanam di Jerman utara diduga sebagai sumber wabah. Namun setelah dilakukan sejumlah tes, hasilnya negatif.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Sumber : Rita Uli Hutapea; detiknews</div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1258883207761824440.post-7582696265643002882011-06-07T14:43:00.002+07:002011-06-07T14:50:28.575+07:00Strain bakteri E. coli Eropa tidak ada di Indonesia<div align="justify">JAKARTA. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih meminta masyarakat tidak risau perihal wabah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang tengah melanda di negara-negara Eropa. Lantaran sampai detik ini belum ditemukan strain bakteri E. coli yang serupa dengan di Eropa.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Endang mengatakan, bakteri E.coli di Eropa berbeda dengan yang ada di Indonesia. Apalagi, Endang mengatakan, tidak ada produk pertanian yang diimpor dari Eropa. Namun, sebagai antisipasinya, dia meminta masyarakat membiasakan hidup sehat dan bersih. Salah satu contohnya adalah dengan mencuci sayuran atau buah-buah sebelum dikonsumsi. </div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Menurutnya, langkah ini sudah cukup untuk menghilangkan bakteri E. coli. "Atau kita sebelum makan mencuci tangan terlebih dulu," paparnya. Makanya Endang menyebutkan jika ada desakan untuk dilakukan kontrol khusus terhadap sayuran dan buahan impor adalah suatu yang berlebihan."Mengkupas buah atau mencuci sebelum mengkonsumsi itu semua sudah cukup," katanya.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Beberapa negara Eropa kini terjangkiti bakteri E. coli. Pasalnya bakteri ini dapat menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan. Penderita dapat berlanjut menjadi parah dalam kondisi yang disebut haemolytic uraemic syndrome (HUS). </div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Menurut data Kementrian Kesehatan, wabah penyakit ini sebenarnya mulai terjadi di Jerman pada pertengahan Mei 2011. Sampai 2 Juni 2011, Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic syndrome (HUS) dengan 11 kematian. Terdapat 1.213 kasus enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), 6 diantaranya meninggal. Artinya, di Jerman terdapat 1.733 kasus dan 17 kematian.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Selain Jerman, ada 11 negara lain yang menemukan kasus yang sama yaitu Austria, Republic Ceko, Denmark, Francis, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Gejala penyakit ini berupa sakit perut seperti kram dan diare. Pada sebagian kasus, bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan muntah.</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify">Sumber : nasional.kontan.co.id<br /></div>IBShttp://www.blogger.com/profile/08089536941341228082noreply@blogger.com