SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Friday, April 30, 2010

7TH INTERNATIONAL MINISTERIAL CONFERENCE DI HANOI BAHAS KESEHATAN MANUSIA, HEWAN DAN LINGKUNGAN

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mewakili Menteri Kesehatan menghadiri pertemuan 7th International Ministerial Conference on “Animal and Pandemic Influenza: The Way Forward”, di Hanoi, Vietnam tanggal 20-21 April 2010. Pertemuan dibuka Deputi Perdana Menteri Vietnam. Dari Asean, selain dari Indonesia juga hadir Menteri Kesehatan Vietnam, Brunei, Laos dan Myanmar. Delegasi RI (Delri) terdiri dari Kementerian Kesehatan diwakili Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dirjen Peternakan dan Deputi 3 Menko Kesra.

Saat pra pertemuan teknis pejabat tinggi, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian menyampaikan presentasi mewakili delegasi RI. Pertemuan ini antara lain membahas pengalaman Indonesia dalam menanggulangi penyakit Flu Burung (H5N1) berguna bagi penanganan berbagai penyakit/ pandemic yang akan datang. Momentum ini perlu terus dijaga, demikian juga political commitment dan pendanaan. Juga pentingnya kerjasama intersektoral, keterlibatan sektor swasta dan kerjasama antar negara serta penggunaan istilah One Health sebagai pengganti One World One Health (OWOH) yang meliputi 3 sektor yaitu Human Health, Animal Health and Environmental Health.

Di sela-sela pertemuan, dr. Thandra Yoga Aditama melakukan pertemuan dengan CAREID –Canada untuk menjajagi kemungkinan kerjasama dalam bentuk pendampingan teknis dan pelatihan di bidang surveilans dan outbreak response, kesiapan menghadapi pandemic dan jejaring kerja laboratorium. Kegiatan ini dilakukan di lima Negara Asean yaitu Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam dan Filipina.

Menurut dr. Tjandra Yoga, pembicaran lebih lanjut dengan CAREID-Canada akan dilanjutkan di Kedutaan Besar Canada di Jakarta, meliputi aspek kerjasamadan materi yang mungkin dicakup oleh Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemkes RI.

Sumber : www.depkes.go.id

Wednesday, April 28, 2010

Setahun Epidemi H1N1 : Pelajaran Berharga dari Flu Babi

Setahun lalu, dunia dihebohkan dengan epidemi virus H1N1 atau yang lebih dikenal dengan flu babi. Setahun perjalanannya, apakah dunia mendapatkan pelajaran?

Setahun lalu, Kepala Pengawasan Flu di Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), Lyn Finelli, mengumpulkan timnya dan mengatakan agar mereka bersiap menghadapi yang terburuk.

Finelly berkata, epidemi flu sedang terbentuk yang disebabkan oleh virus yang belum pernah dilihat manusia sebelumnya. Ia menyebutkan, petugas kesehatan di Meksiko sudah mulai tertular.

“Kami semua ketakutan, karena mengetahui dengan pasti seperti apa dampak virus mematikan lainnya seperti SARS dan Ebola. Ketika petugas kesehatan juga jatuh sakit, maka kita akan tahu seperti apa penularan dan berbahanya sebuah virus,” paparnya, kemarin.

Setahun berlalu, sejak para ahli melacak keberadaan virus H1N1. Penyakit ini sudah mencapai titik tertingginya dan telah turun sejak itu. CDC dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengatasinya, sejak mulai menyebar dari Meksiko, ke Amerika dan bahkan menyebrang ke Eropa.

“Rencana dan persiapan memang sempurna, hingga virus memodifikasi dirinya dan beradaptasi dengan kondisi baru,” kata plt Direkrut CDC Richard Besser. Hal ini diamini Kepala Persiapan Flu CDC, Stephen Redd, yang mencontohkan penyebaran flu burung (H5N1).

Virus itu terbentuk pertama di Hong Kong pada 1997. Kemudian menyebar melalui burung ke Mesir, Indonesia dan Vietnam. Pandemi H1N1 berasal dari babi dan tak ada yang mengetahui secara persis bagaimana terbentuknya, serta secara cepat menyebar dari manusia ke manusia di Meksiko.

H1N1 sekian lama menyebar dari babi ke babi, namun berevolusi selama 10 tahun hingga akhirnya menjangkiti seorang yang dekat dengan peternakan babi di negara itu. Tak ada yang tahu bagaimana evolusi virus itu terjadi, maupun lokasinya.

WHO sempat menaikkan status kewaspadaan virus H1N1 ke level 5 atau setingkat di bawah level tertinggi (epidemi). Flu babi langsung menjadi sebuah berita besar.

Hingga Selasa (27/4), berdasarkan penghitungan situs flucount.org, terdapat 1.483.520 kasus H1N1 dengan 25.174 kematian. Negara yang paling banyak mencatatkan kasus flu babi adalah Jerman dengan 222.006 kasus. Kemudian Portugal, 166.922 kasus dan China, 120.940 kasus.

Lalu apakah dunia sudah belajar dari kasus H1N1 sepanjang tahun lalu? Ada beberapa yang bisa dipetik. Seperti penggunaan warning yang harus lebih diwaspadai lagi.

Jika tidak tepat sasaran, malah menebarkan kepanikan ke seluruh dunia yang sama sekali tak ada gunanya. Keputusan WHO bisa dibilang sedikit berlebihan, meski tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

Namun begitu, ada baiknya bereaksi berlebihan ketimbang kurang siaga. Seperti para ahli yang menyadari sifat virus yang sulit ditebak, mereka langsung mempersiapkan vaksin H1N1. Sehingga potensi mematikan pada virus itu berkurang.

Demikian pula sikap pemerintah yang agak sedikit pelit terhadap vaksin. Ketika rakyat yang panik menjerit minta vaksin kepada pemerintah, tak ada yang memperolehnya jika tak benar-benar terdesak. Hal ini sangat baik untuk manajemen stok dan mengendalikan rakyat.

Merebaknya flu babi juga membuat masyarakat waspada dengan perawatan binatang yang menjadi asal-usulnya. Manfaatnya terlihat, karena jumlah virus yang berkembang biak juga menurun.

Terpenting, semua menyadari bahwa pemerintah tak bisa melakukan ini sendiri. Peran serta rakyat sangat penting untuk mencegah terjadinya pandemi. Terutama di masa seperti ini, ketika musim panas tiba dan siklus flu segera dimulai. [mdr]

Sumber : INILAH.COM

Malaria Jadi Ancaman Terbesar Bagi Masyarakat Indonesia

Gorontalo (ANTARA News) - Penyakit malaria menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat yang ada di negara-negara tropis termasuk Indonesia.
Dalam sambutannya yang disampaikan oleh Wali kota Gorontalo, Adhan Dambea, Menteri kesehatan mengatakan, ancaman malaria sangat berpengaruh pada tingginya angka kesakitan dan bahkan kematian bayi, anak balita, ibu hamil.
"Menurut laporan dari WHO, penderita malaria di dunia yang tercatat sampai dengan tahun 2007 berjumlah 500 juta, dan yang meninggal tercatat sebanyak 1 juta penduduk, data ini menunjukkan kepada kita bahwa malaria merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat," ujarnya, Selasa.
Dia menjelaskan, penyakit malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis. Penyakit tersebut semula banyak ditemukan di daerah rawa-rawa dan dikira disebabkan oleh udara rawa yang buruk.
"Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut," jelasnya.
Dia menambahkan, pada tanggal 25 April 2007 silam, seluruh anggota WHO menyatakan komitmennya untuk memberantas malaria sampai titik eliminasi."Oleh karena itu, tanggal tersebut dijadikan tonggak sejarah, dan ditetapkan sebagai hari peringatan malaria sedunia," tambahnya.
Dia menghimbau kepada semua pelaku pembangunan harus mendukung dan berperan aktif. Serta peran masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan, merupakan unsur penting yang selalu harus dilibatkan dalam eliminasi malaria.
http://www.antaranews.com/berita/1272405005/malaria-jadi-ancaman-terbesar-bagi-masyarakat-indonesia

Benarkah Virus Demam Berdarah Bermutasi?

Jakarta, 27/4/2010

Belakangan ini muncul kabar-kabar lewat email dan SMS yang menyebutkan penyakit Demam berdarah dengue (DBD) mengalami mutasi yang ditandai dengan tidak munculnya gejala-gejala seperti biasa. Benarkah virus DBD bermutasi? Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengeu yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Virus dengeu memiliki empat serotype (klasifikasi virus), yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Keempat serotype dengue ditemukan di Indonesia, DENV-2 dan DENV-3 merupakan serotype yang dominan.
"Virus memang memiliki kemungkinan bermutasi, biasanya yang paling sering adalah virus influenza. Tapi untuk mengetahui mutasi virus dengeu, perlu juga dilihat dari genotype-nya," ujar Dr Tri Yunus Miko, M.Sc yang juga dosen epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia saat dihubungi detikHealth, Selasa (27/4/2010).
Sayangnya, menurut Dr Tri, kurangnya penelitian mengenai genotype di Indonesia membuat publik kekurangan informasi dan belum bisa menentukan apakah virus itu benar-benar bermutasi.
Dr Tri sendiri hanya menanggapi enteng isu yang menyebutkan bahwa mutasi virus DBD tidak menampakkan gejala umum DB, yaitu tidak ada demam tinggi, tidak ada bintik-bintik merah, penderita hanya merasa sedikit meriang dan batuk-batuk, sehingga hampir tiap penderita menganggapnya sebagai flu biasa.
Menurutnya, gejala-gejala seperti itu adalah gejala yang disebabkan oleh virus dengeu DENV-1, dan bukan karena virus tersebut mengalami mutasi. Penderita DBD mengalami gejala seperti timbulnya bintik-bintik merah atau demam tinggi adalah karena orang tersebut terinfeksi ulang virus dengeu dengan seritype yang berbeda.
Komplikasi DBD;
Nah, untuk kasus-kasus tertentu, DBD bisa sangat mematikan bahkan dengan waktu yang sangat singkat. Misalnya DBD yang menyerang penderita diabetes atau ginjal."Pada kondisi tertentu demam berdarah bisa tidak tertolong lagi seperti mengalami pendarahan yang banyak, trombosit semakin turun serta mengalami shock (pembuluh darah yang mengempes)," ujar dr Kasim Rasjidi, SpPD-KKV, DTM&H, MCMT, MHA, SpJP, FIHA saat dihubungi detikHealth.
dr Kasim menuturkan jika pasien memiliki penyakit diabetes maka kondisinya bisa memburuk saat terkena DBD. Karena tubuh penderita diabetes sudah terinfeksi maka ketika terkena DBD akan memicu gula darah meningkat.Akibatnya cairan dalam tubuh bisa tertarik keluar sehingga tubuh semakin kekurangan cairan. Cairan dalam tubuh yang semakin menurun bisa mengakibatkan turunnya jumlah trombosit.
Maka itu dia menyarankan jika seseorang sudah merasa badannya tidak enak sebaiknya segera minum air putih yang banyak usahakan 2 liter air per hari yang harus dikonsumsi terpenuhi.Bagi orang yang memiliki riwayat penyakit diabetes atau ginjal, sebaiknya asupan air lebih banyak dibandingkan dengan orang yang normal. Karena jumlah cairan yang terpenuhi dapat mencegah terjadinya penurunan trombosit serta bisa dijadikan sebagai pertolongan pertama.
DBD yang menyerang penderita diabetes atau ginjal memang akan jauh lebih buruk dibandingkan dengan DBD yang menyerang orang normal. Hal inilah yang mungkin memicu adanya isu bahwa virus yang menyebab DBD telah mengalami mutasi, karena masa inkubasinya lebih cepat daripada DBD pada umumnya.

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN