SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Saturday, December 31, 2011

Penyakit-penyakit yang Masih Mengancam di 2012

Jakarta, Dalam beberapa jam lagi tahun 2011 akan berakhir dan berganti dengan tahun 2012. Meski tahun sudah berganti, tapi ada beberapa penyakit yang masih menjadi ancaman di tahun 2012. Apa saja itu?

Beberapa penyakit memang sudah ada yang diberantas atau tidak muncul lagi, namun penyakit tertentu masih mengancam manusia di tahun 2012. Berikut ini beberapa penyakit yang masih menjadi ancaman, seperti dikutip dari HuffingtonPost, Sabtu (31/12/2011) yaitu:

1. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi ancaman, penyakit ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Terlebih di tahun 2012 diramalkan akan terjadi beberapa bencana alam yang bisa menjadi faktor risiko meningkatnya penularan penyakit infeksi seperti ISPA (Infeksi saluran pernapasan atas), diare, hepatitis A, difteri dan penyakit infeksi lainnya.

Dibeberapa negara penyakit infeksi sudah tidak menjadi masalah lagi, tapi di beberapa negara terutama negara berkembang penyakit ini masih menjadi momok tersendiri. Salah satu cara pencegahan yang cukup efektif adalah pola hidup sehat termasuk mencuci tangan pakai sabun.

2. Penyakit tidak menular
Saat ini angka kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat, penyakit ini diderita dalam jangka waktu lama dan berkembang secara perlahan. Empat penyakit tidak menular yang utama adalah penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (penyakit paru dan asma) serta diabetes.

3. Penyakit tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman yang serius, karena banyaknya pasien yang mengalami resistensi atau kekebalan kuman TBC terhadap obat yang ada saat ini baik obat lini satu atau kedua. Selain itu penyebab lainnya adalah masih adanya kantong-kantong TBC yang belum terdeteksi.

Salah satu cara untuk mengatasi tuberkulosis adalah mengonsumsi obat secara teratur dan dibutuhkan kepatuhan dari si pasien, karena jika ia berhenti sendiri berisiko mengalami resistensi terhadap obat yang sudah ada.

4. HIV/AIDS
HIV/AIDS masih menjadi penyakit yang mengancam karena tingginya peningkatan kasus baru, serta masih adanya orang yang menutupi kondisi tersebut sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.

5. Flu burung
Meski kasusnya pada manusia memang berkurang, namun penyakit ini masih mengancam karena bisa bermutasi sehingga jadi lebih mudah ditularkan atau justru menjadi lebih ganas. Mutasi flu burung ini ditemukan pada strain baru yang menyebar di China dan Vietnam. Badan Pangan Dunia PBB (FAO) mendesak untuk dilakukannya pengawasan yang lebih besar terhadap kemungkinan penyebaran kembali flu burung.
(ver/ir
 
Sumber : http://www.detikhealth.com/

Penyakit menular masih jadi ancaman

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia belum terlepas dari ancaman penyakit menular, hal yang masih umum terjadi di negara berkembang lainnya dimana sepanjang tahun 2011 tercatat beberapa kali terjadi wabah penyakit menular yaitu merebaknya Hepatitis A di beberapa daerah, wabah difteri di Jawa Timur, flu burung maupun rabies.

Awal November lalu, sebuah sekolah di Depok, Jawa Barat, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) II Depok terpaksa diliburkan selama beberapa hari setelah wabah Hepatitis A telah menular kepada 90 orang, yaitu 89 siswa dan seorang guru sekolah tersebut.

Beberapa bulan sebelumnya, wabah Hepatitis A juga merebak di daerah Bandung, Sukabumi dan Tasikmalaya sehingga Kementerian Kesehatan mengumpulkan tim ahli untuk membahas penyakit tersebut dan memformulasikan kebijakan yang harus diambil.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa rapat dengan tim ahli itu juga akan digunakan untuk mengecek kondisi penyebaran penyakit Hepatitis A di berbagai wilayah selama beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu Sedyaningsih, mengemukakan bahwa kemungkinan Hepatitis A menjadi wabah sangat besar mengingat virus penyebab penyakit tersebut dapat dengan mudah ditularkan lewat makanan yang disantap bersama-sama.

"Jadi, kalau ada satu terkena dan orang itu masuk ke kantor atau sekolah dan makan beramai-ramai, seperti sambal yang dicocol ramai-ramai, itu akan cepat menyebar (virusnya). Makanya kalau jajan lihat-lihat dulu," katanya usai menghadiri apel Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menimpali, "Bagi yang tidak bisa bawa makanan dari rumah, kalau jajan carilah tempat bersih dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan."

Menkes mengungkapkan bahwa wabah Hepatitis A memang sering terjadi karena penyebarannya yang mudah antara lain lewat makanan.

Untuk langkah pencegahan, Menkes kembali mengingatkan mengenai pentingnya higiene pribadi seperti menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang antara lain dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan dan sebelum melakukan beberapa kegiatan lain.

Selain itu, disebut Menkes, tidak kalah pentingnya adalah sanitasi lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya atau menggunakan air bersih untuk memasak.

Untuk mencegah terjadinya wabah Hepatitis A di masa yang akan datang, Kementerian Kesehatan juga menurunkan tim untuk melakukan sosialisasi kepada kantin sekolah maupun kantin pabrik di wilayah-wilayah yang dinilai rawan mengenai langkah pencegahan penularan virus.

Penularan Hepatitis A umumnya terjadi pada pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk dan higienitas rendah dan seseorang yang terjangkit virus itu biasanya akan menunjukkan gejala demam, lemah lesu, anoreksia dan gangguan abdominal serta ikterus.

Flu burung

Wabah penyakit menular lainnya yang kembali muncul di tahun 2011 adalah flu burung dimana pada bulan Oktober, dua orang kakak beradik WA (10) dan NRA (5) dari Kabupaten Bangli, Bali, meninggal dunia di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar dan dipastikan kedua korban positif terjangkit flu burung (H5N1).

Kementerian Kesehatan disebut Menkes melakukan kerjasama erat dengan Kementerian Pertanian untuk mengatasi kemungkinan wabah flu burung yang fatal karena tingkat kematiannya yang masih tinggi, sekitar 70-80 persen.

Indonesia, juga disebut Menkes, belum bebas dari ancaman flu burung dan sebanyak 30 provinsi masih endemi flu burung di unggas dan hanya tiga provinsi yang belum dilaporkan terjangkit yaitu Kalimantan Barat, Gorontalo dan Maluku Utara.

Menkes mengingatkan bahwa virus flu burung memang masih ada pada unggas dan dapat berpindah ke manusia sehingga masyarakat diharapkan dapat mengambil langkah pencegahan penularan seperti menjauhi unggas jika tidak penting, selalu mencuci tangan dengan sabun dan bagi anak-anak agar tidak bermain dengan bangkai ayam.

Di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), juga dilaporkan ada sekira 1.000 ayam di tiga lokasi di Kabupaten Lombok Tengah mati mendadak dan dipastikan bahwa penyebab kematian adalah flu burung.

Kementerian Kesehatan tidak menerima laporan pasien manusia suspek flu burung di Lombok paska matinya ribuan ayam mendadak di kawasan itu namun tetap melakukan langkah pencegahan dan sosialisasi kepada masyarakat.

Selain itu, sebanyak 100 rumah sakit di seluruh Indonesia masih disiagakan untuk menangani flu burung yang tahun 2011 ini telah memakan korban 10 orang, jumlah yang sudah menurun dari tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai puluhan orang.

"Rumah sakit tetap disiagakan, upaya-upaya pencegahan juga telah dilakukan dengan baik. Masalahnya memang tingkat kematian untuk kasus flu burung ini masih tinggi," kata Tjandra Yoga Aditama.

Bahkan, sejak pertengahan Desember lalu, sebanyak sepuluh rumah sakit di berbagai daerah di Indonesia akan memiliki ruang isolasi lengkap bagi penanganan pasien flu burung yang lokasinya tersebar dan dipilih dengan mempertimbangkan endemisitas daerah itu terhadap kasus tersebut.

Pembangunan ruang isolasi itu merupakan bantuan dari Uni Eropa melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang bertugas untuk menyalurkan dana bantuan untuk Pengendalian flu burung di Indonesia melalui kerja sama dengan Kementerian Kesehatan.

Pada 2008, Kementerian Kesehatan mengusulkan pembangunan ruang isolasi di beberapa rumah sakit untuk penanggulangan penyakit yang sempat mewabah tidak hanya di Indonesia namun di negara-negara lainnya itu dan pembangunan kemudian disetujui di 10 Rumah Sakit rujukan flu burung.

Rumah sakit rujukan tersebut adalah RSUP Persahabatan; RSPI Sulianti Saroso; RSPAD Gatot Subroto; RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado; RSUD Dr. Soetomo, Surabaya; RSUD Dr. Moewardi, Solo; RSUD Ulin, Banjarmasin; RSUD Dr. Abdoel Moeloek, Lampung; RSUD Gunung Jati, Cirebon dan RSUD Tangerang.

Kasus flu burung pada manusia yang untuk pertama kali dilaporkan di Indonesia berasal dari Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, pada 2005 dan sejak itu kasus flu burung mulai dilaporkan dari berbagai provinsi lain dan saat ini sebanyak 53 kabupaten/kota di 13 provinsi di Indonesia telah melaporkan kasus flu burung pada manusia.

Kementerian Kesehatan mencatat dari tahun ke tahun jumlah kasus flu burung di Indonesia cenderung menurun, namun sampai dengan November 2011, terdapat 182 kasus flu burung positif dan 150 orang (82,42 persen) di antaranya meninggal dunia dengan tiga provinsi dengan kasus terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Wabah difteri

Kejadian Luar Biasa (KLB) lainnya yang menjadi perhatian nasional juga terjadi di Jawa Timur pada bulan Oktober lalu ketika wabah difteri menyerang 328 anak serta menewaskan 11 anak.

Kejadian ini mendapat perhatian khusus karena difteri merupakan penyakit yang bisa dicegah lewat imunisasi sewaktu bayi atau balita.

Terhadap kejadian itu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan imunisasi untuk pencegahan difteri akan diperbaiki pasca wabah yang melanda beberapa kabupaten di Jawa Timur itu.

"Imunisasi kami perbaiki karena ada anak yang tidak mempan divaksin. Untuk anak berusia 7-15 tahun juga akan diberi vaksinasi tambahan," kata Menkes.

Gubernur Jawa Timur, Sukarwo, telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) wabah penyakit difteri yang melanda sejumlah kabupaten/kota dan meminta warga untuk waspada terhadap bakteri yang menjangkiti saluran pernapasan itu dan melakukan vaksinasi bagi anak-anak mereka.

Menkes juga berharap masyarakat dapat memahami pentingnya imunisasi dasar tersebut bagi pencegahan penyakit difteri karena ada gerakan anti-imunisasi yang muncul di beberapa tempat.

"Sekarang ada banyak orang yang tidakmau divaksinasi, padahal pencegahan difteri adalah lewat vaksinasi," kata Menkes dan berharap warga mau mendatangi Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan imunisasi dasar itu.

Untuk tindakan kuratif, Menkes menyebutkan, jika ditemukan pasien difteri, pasien tersebut akan dirawat di rumah sakit dan tiap orang yang mengalami kontak dengan pasien akan divaksinasi.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggelar vaksinasi masal di beberapa daerah penyebaran difteri terutama di 11 kabupaten/kota yaitu Kota Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, Blitar, Gresik dan Banyuwangi.

Untuk penanganan wabah tersebut, sebanyak Rp21 miliar dana dikucurkan yaitu dari Pemerintah pusat sebesar Rp13 miliar dan Pemerintah Provinsi Rp8 miliar untuk pembelian vaksin, surveilans, melakukan imunisasi masal dan biaya penyembuhan lainnya.

Menkes menyatakan keprihatinannya atas kejadian luar biasa (KLB) difteri di Jawa Timur tersebut dan kembali mengingatkan pentingnya imunisasi bagi bayi dan balita sebagai langkah pencegahan kasus serupa terulang.

"Imunisasi adalah program yang paling `cost effective` (biayanya paling kecil) untuk menekan morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri ini," ujar Menkes.

Ia melanjutkan bahwa jika program imunisasi rutin tidak berjalan dengan baik atau cakupannya masih cukup rendah, maka akan ada kantong-kantong daerah dimana anak-anaknya tidak diimunisasi sehingga suatu saat kemungkinan untuk muncul KLB menjadi lebih besar dibanding daerah yang telah diimunisasi lengkap.

"Jika jadi KLB, maka biayanya jadi mahal untuk penanganannya, ada ongkos ekstra untuk itu," ujar Menkes.

Ia menekankan bahwa sejak Indonesia melakukan imunisasi masal tahun 1956 telah terbukti aman dan melindungi penduduk dari kematian dan kecacatan.

Adapun Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan yang merupakan salah satu bentuk kegiatan promotif preventif serta bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Milenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak dan ibu.

Saat ini, Kementerian Kesehatan mencatat, imunisasi dasar di Indonesia meliputi 5 jenis yaitu, BCG, DPT Hb, Polio, Campak dan Hepatitis B dan pada tahun 2008, desa yang telah mencapai Universal Child Immunization (UCI) baru 68,3 persen dari 65.781 desa dan setelah program akselerasi dijalankan tahun 2010 mencapai 75,3 persen dari 75.990 desa.

"Walaupun semakin banyak desa yang telah mencapai UCI, tetapi masih ada desa yang merupakan kantong yang rentan terhadap penyakit," kata Tjandra.

Untuk kasus campak, Indonesia telah berhasil mereduksi penyakit campak dari lebih dari 180.000 kasus di tahun 1990 menjadi sekitar 20.000 kasus di tahun 2010, dan menurunkan angka kematiannya sebesar 90 persen.

Adapun untuk kasus polio, Indonesia sudah tidak ada lagi kasus dalam beberapa tahun terakhir, walau ancaman dari luar negeri disebut Tjandra masih tetap ada, yaitu beberapa negara di dunia masih melaporkan adanya virus polio liar.

Sebagai antisipasi bagi penyakit menular yang bisa dicegah lewat vaksinasi itu, sejak tahun 2009 Kementerian Kesehatan melakukan kampanye imunisasi tambahan dalam tiga tahap mulai 2009-2011 dimana tahap ketiga atau terakhir akan dilaksanakan di 17 propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Lampung, Papua, serta seluruh provinsi di Kalimantan dan Sulawesi.

Kampanye tahun 2011 dimulai pada tanggal 18 Oktober 2011 dan berlangsung selama satu bulan yang akan memberikan imunisasi kepada seluruh Balita di 17 provinsi tersebut dengan jumlah anak yang harus mendapatkan campak (umur 9 bulan sampai dengan kurang 5 tahun) sebanyak 14 juta orang dan polio (umur 0 sampai kurang 5 tahun) sebanyak 16,5 juta orang.

Dengan banyaknya kasus wabah penyakit menular tersebut, Menkes menyatakan, sejak 2012 akan memprioritaskan upaya promotif preventif sebagai pencegahan antara lain dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengurangi jumlah korban.

Upaya promotif preventif memang merupakan tindakan yang lebih efektif daripada sekadar kuratif (penyembuhan) karena selain dapat mengurangi jumlah korban, tindakan preventif juga meningkatkan produktivitas masyarakat secara umum, tidak perlu terganggu dan menderita karena penyakit.
(T.A043)

Editor: Priyambodo RH

Thursday, November 17, 2011

302 jemaah meninggal karena ISPA

MEKKAH - Serangan jantung dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menjadi penyebab utama jemaah wafat selama berada di Arab Saudi, saat menjalankan ibadah haji.

Demikian dikemukakan Kepala Bidang Kesehatan Panita Penyelenggara Ibadah Haji dr Mawari Edy di Jeddah, tadi malam. "Sebelum puncak haji, jemaah haji yang wafat didominasi penyakit jantung. Setelah puncak haji, mulai muncul jemaah wafat karena masalah pernapasan," kata Mawari.

Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) jemaah haji yang meninggal hingga pukul 12.00 waktu Arab Saudi (WAS) atau 16.00 WIB mencapai 302 orang. Kedua penyakit itu muncul berkaitan dengan aktivitas fisik berlebihan yang dilakukan para jemaah. Padahal di satu sisi, kondisi tubuh jemaah tidak mendukung.

"Utamanya, setelah puncak ibadah haji di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), kondisi jemaah menurun seiring aktivitas fisik yang cukup padat. Namun, mereka terkadang memaksakan diri untuk mengerjakan ibadah sunah, seperti umroh sampai dua kali sehari," katanya.
Menurut Mawari, kondisi tubuh tetap membutuhkan pemulihan setelah melakukan aktivitas fisik, dan fakta ini yang kadang tidak disadari jemaah. Mereka tetap memaksakan diri beraktivitas di luar pemondokan. Akibatnya, kondisi tubuh mereka drop dan menuju titik kritis yang mengancam jiwa.

"Kami berharap jemaah bisa mengukur kemampuan diri, dan jangan banyak melakukan aktivitas di luar pemondokan," kata Mawari.

Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah dr Thafsin Alfarisi di Mekkah mengatakan, faktor kelelahan pasca pelaksanaan ibadah di Armina menjadi salah satu penyebab tingginya jemaah yang wafat. Kegiatan-kegiatan itu memang membutuhkan tenaga banyak. "Sebaiknya jemaah yang masuk golongan risiko tinggi (risti) mengurangi aktivitas di luar pemondokan, seperti memaksakan diri beribadah di Masjidil Haram," katanya.

Dia tidak melarang dan bisa memahami keinginan jemaah yang ingin beribadah di Masjidil Haram. Namun, hendaknya mereka juga bisa mengukur kemampuan fisiknya.

Sebanyak 302 anggota jemaah haji meninggal, didominasi jemaah dengan usia 60 tahun ke atas. Tercatat ada 216 anggota jemaah dalam kategori usia itu yang meninggal dunia. Untuk usia 50-59, sebanyak 70 anggota jemaah meninggal, usia 40-49 (13 orang), dan di bawah 40 tahun dua anggota jemaah. 

Sumber : www.waspada.co.id


Wednesday, November 16, 2011

Awas...Makan Ramai-ramai Percepat Penularan Hepatitis A

JAKARTA - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan kemungkinan Hepatitis A menjadi wabah sangat besar mengingat virus penyebab penyakit tersebut dapat dengan mudah ditularkan lewat makanan yang disantap bersama-sama.

"Jadi kalau ada satu terkena dan orang itu masuk ke kantor atau sekolah dan makan beramai-ramai, seperti sambal yang dicocol ramai-ramai, itu akan cepat menyebar (virusnya). Makanya kalau jajan lihat-lihat dulu. Bagi yang tidak bisa bawa makanan dari rumah, kalau jajan carilah tempat bersih dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan," kata Menkes usai menghadiri apel Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.

Menkes mengungkapkan bahwa wabah Hepatitis A memang sering terjadi, bukan hanya di Depok, Jawa Barat pada pekan lalu yang masih dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB). "Tiap tahun ada kejadian (Hepatitis A) ini ditempat berbeda-beda, karena itu, penyebarannya mudah lewat makanan," ujarnya.

Sementara itu, status KLB di Depok belum dicabut karena Kementerian Kesehatan harus menunggu hingga dua kali masa inkubasi virus yang bersangkutan untuk dapat mencabut status KLB itu.

Untuk langkah pencegahan, Menkes kembali mengingatkan mengenai pentingnya higiene pribadi seperti menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang antara lain adalah dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan dan sebelum melakukan beberapa kegiatan lain.

Selain itu, tidak kalah pentingnya disebut Menkes adalah sanitasi lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya atau menggunakan air bersih untuk memasak.

Wabah Hepatitis A yang melanda SMKN II Depok, Jawa Barat pada pekan lalu telah menular kepada 90 orang yaitu 89 siswa dan seorang guru sekolah tersebut. Sekolah tersebut sempat diliburkan beberapa hari sementara Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan setempat melakukan penyelidikan mengenai sumber penularan dan melakukan disinfektan terhadap lokasi sekolah.

Sumber : Republika.co.id

Monday, November 14, 2011

Pneumonia is the leading cause of death in children

11 November 2011 -- Pneumonia kills 1.4 million children under the age of five every year – more than AIDS, malaria and tuberculosis combined. This disease can be treated with antibiotics, but only about 30% of children with pneumonia receive the antibiotics they need. Pneumonia can be prevented by immunization, adequate nutrition and by addressing environmental factors.


Wednesday, October 26, 2011

Orang Gemuk Tak Mempan Divaksin Flu

Jakarta, Orang-orang yang memiliki berat badan berlebih membutuhkan perlindungan ekstra dari penyakit influenza. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa obesitas dapat membuat vaksin flu menjadi kurang efektif.

Temuan ini memberikan bukti yang menjelaskan sebuah fenomena yang baru disadari pertama kali pada wabah flu H1N1 2009, yaitu obesitas berhubungan dengan terganggunya respon kekebalan tubuh terhadap vaksinasi influenza pada manusia.

Para peneliti mempelajari pasien yang telah diberi vaksinasi influenza yang dilemahkan pada akhir 2009 di sebuah klinik University of North Carolina. Vaksin yang diberikan adalah vaksin untuk flu musim gugur dan musim dingin biasa.

Meskipun semua pasien mengembangkan antibodi terhadap virus flu sejak bulan pertama setelah vaksinasi, tingkat antibodi dalam darah menurun lebih cepat pada orang obesitas dari waktu ke waktu.

Sekitar 50 persen peserta penelitian dengan obesitas mengalami penurunan kadar antibodi empat kali lipat selama 12 bulan sejak sebulan pertama vaksinasi. Sedangkan peserta dengan berat badan sehat jumlahnya tidak sampai 25 persen.

"Hasil ini menunjukkan bahwa orang yang mengalami obesitas akan lebih mungkin mengalami penyakit flu setelah terpapar virus flu dibandingkan orang dengan berat badan sehat," kata Melinda Beck, Ph.D., profesor dan ketua asosiasi gizi di University of North Carolina Gillings School of Global Public Health.

"Kajian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan obesitas dapat mengganggu kemampuan tubuh melawan virus flu. Penemuan baru ini tampaknya memberikan alasan mengapa orang obesitas lebih rentan terhadap penyakit influenza selama pandemi virus flu H1N1 dibandingkan orang dengan berat badan yang sehat," kata Beck.

Kajian yang dirilis di situs resmi University of North Carolina School of Medicine, Rabu (26/10/2011) ini melaporkan bahwa kadar antibodi vaksin influenza menurun secara signifikan pada orang obesitas dibandingkan pada individu dengan berat badan yang sehat.

Terlebih lagi, respon sel darah putih yang paling penting dalam sistem kekebalan tubuh atau dikenal dengan sebutan sel T + CD8 mengalami kerusakan pada orang yang obesitas.

"Ketika vaksinasi gagal mencegah infeksi flu, maka pasien harus bergantung pada sel T + CD8 nya untuk membatasi penyebaran dan keparahan infeksi. Jika kadar antibodi tidak dipertahankan dari waktu ke waktu dan fungsi sel T + CD8 terganggu, orang-orang dengan obesitas akan memiliki risiko lebih besar jatuh sakit karena influenza," kata Patricia Sheridan, PhD, asisten profesor gizi University of North Carolina School of Medicine.

Pada tahun 2005 lalu, Beck dan rekan-rekannya melaporkan bahwa obesitas pada tikus mengganggu kemampuan tubuh melawan infeksi virus dan meningkatkan resiko kematian dibandingkan dengan tikus ramping dengan infeksi yang sama. Tingkat kematian pada tikus obesitas lebih tinggi, yaitu sebesar 25%. Sedangkan pada tikus ramping, tidak ada yang mati.

Pada tahun 2010, Beck dan timnya menunjukkan bahwa obesitas tampaknya membatasi kemampuan tikus mengembangkan kekebalan terhadap influenza. Dia menyarankan bahwa vaksinasi agaknya tidak efektif untuk orang obesitas dan kelebihan berat badan.

Sumber : detikhealth.com

Wednesday, August 10, 2011

GUILLAIN BARRE SINDROM ( GBS)

Suatu ketika di Puskesmas (terjadi 30 tahun yang lalu), datang seorang laki-laki usia 37 tahun dengan keluhan kedua tungkai lemah dan semakin susah dibawa berjalan, tidak ada kesemutan. Makin lama semakin memberat dan setelah itu mengenai kedua lengan atas. Penderita lumpuh seluruh anggota gerak. Sebelumnya mendapat influenza kira-kira 2 minggu dengan keluhan waktu itu demam disertai nyeri seluruh sendi. Akhirnya penderita dirujuk ke RS kabupaten untuk dirawat.

Kasus lain, seorang wanita usia dewasa muda telah dirawat di RS sehari yang lalu dengan kelumpuhan seluruh anggota gerak, selang beberapa lama sesudahnya mengalami sesak nafas. Sebelum itu penderita mendapat diare yang tak kunjung baik, selanjutnya dirawat di perawatan intensif untuk dilakukan bantuan nafas. Saat itu RS belum punya alat bantu nafas (respirator) untuk memperbaiki pernafasan penderita. Untungnya dua hari kemudian penderita merasa lebih baik, pernafasan mulai teratur dan akhirnya dapat pulang ke rumah setelah nafas membaik. Penderita mulai dapat berjalan, walaupun masih tertatih-tatih. Penderita tertolong.

Sementara itu kasus lain yang tidak kalah menariknya adalah seorang penderita dengan keluhan melihat kembar (suatu objek terlihat dua), mendadak, tidak ada demam dan tidak ada mual muntah, mempunyai riwayat sebelumnya demam, nyeri sendi, diare kira-kira 3 minggu yang lalu, penderita dirawat. Setelah perawatan 2 minggu mulai membaik dan pulang ke rumah.

Kasus-kasus di atas memperlihatkan pada kita kalau keluhan lumpuh layuh dapat tertolong dengan pengelolaan biasa, serta keluhan seperti ini bukan hanya dialami oleh pasien polio tetapi dapat juga disebabkan oleh Guillain Barre Sindrom. Berbeda dengan polio yang disertai demam saat sakit dengan kelumpuhan hanya satu tungkai, setelah sembuh mengalami gejala sisa setelah penderita baik, sedangkan Guillain Barre Sindrom dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa, walaupun kadang-kadang kasus tertentu ada yang tidak tertolong.

Apa itu Guillain Barre Sindrom (GBS) ?
Merupakan kumpulan gejala kelemahan pada anggota gerak dan kadang-kadang dengan sedikit kesemutan pada lengan atau tungkai, disertai menurunnya refleks. Selain itu kelumpuhan dapat juga terjadi di otot-otot penggerak bola mata sehingga penderita melihat satu objek menjadi dua yang dapat disertai gangguan koordinasi anggota gerak.
Penyakit GBS, sudah ada sejak 1859. Nama Guillain Barre diambil dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain dan Barré yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. GBS termasuk penyakit langka dan terjadi hanya 1 atau 2 kasus per 100.000 di dunia tiap tahunnya.

Apa penyebabnya ?
GBS ini tadinya dianggap sebagai neuroalergi yang menghasilkan berbagai bahan berbahaya. Terdapat perkiraan bahwa kumpulan gejala ini terjadi karena menurunnya daya kekebalan tubuh sendiri (auto imun), yang biasanya didahului oleh infeksi virus atau kuman-kuman yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas dan diare yang melemahkan daya tahan tubuh (kekebalan) sehingga mengalami keluhan seperti kasus-kasus di atas. Sel sistem kekebalan menyerang sarung saraf (mielin) yang mengelilingi serabut saraf di seluruh saraf tepi.

Dapatkah GBS diobati ?
Dapat, angka kesembuhan terjadi sempurna (75-90 %) dengan cara pengobatan dan fisioterapi. Bagi kasus2 tertentu dilakukan penggantian plasma dengan maksud menghilangkan efek menurunnya kekebalan (auto imun). Terapi ini akan dapat menyembuhkan penderita, selain itu dapat juga dilakukan infus imunoglobulin . Pada sebagian kasus tidak jarang penderita secara bertahap dapat pulang setelah dirawat beberapa lama. Sedangkan pada kasus-kasus tertentu, ada yang membutuhkan bantuan alat nafas (respirator) dan pada kasus yang sangat berat dengan gangguan nafas ada yang tidak tertolong. Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitasnya berhenti. Pengobatan medis dan perawatan yang baik sangat mempengaruhi hasilnya. Pada kebanyakan kasus terjadi perbaikan spontan. Kadang-kadang pengelolaaan menjadi sangat rumit dan melelahkan. Pada manula penyembuhan umumnya lebih lambat dibandingkan anak anak. Edukasi penderita dengan menerangkan pada keluarga mengenai penyakit ini dan cara pengobatan serta fisioterapi menyeluruh harus dilakukan.
RS Cipto Mangunkusumo saat ini sedang menangangi 2 kasus GBS yang sebelumnya sempat dirawat dr RS St. Carolus Jakarta dan RS Azra Bogor.

Dapatkah GBS dicegah ?
Salah satu jalan untuk mencegah SGB adalah dengan mempertinggi daya tahan tubuh saat tidak sakit dengan cara mengonsumsi protein hewani dari daging dan ikan, nabati dari tempe dan tahu disertai sayur dan buah, sehingga diharapkan kita jarang sakit influenza, karena daya tahan tubuh tinggi. Selain itu perlu juga menjaga kebersihan tubuh dengan mandi dan cuci tangan bila mau makan untuk menghindari infeksi kuman, virus atau bakteri yang menyebabkan diare

Bila ada gejala-gejala GBS, apa yang harus dilakukan ?
Jangan kaget, segera kosultasi dokter di Puskesmas. Kita tidak mengenal awalnya orang terkena serangan, tapi bila mendapat gejala seperti kasus di atas segera bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit, agar dapat dilakukan pengobatan segera dan dapat mewaspadai serangan yang lebih hebat. Ingat, keadaan lumpuh layuh ini dapat disebabkan oleh Polio atau Guillain Barre Sindrom.

Bila kena GBS, apakah harus mengeluarkan biaya mahal ?
Tidak selalu demikian, ada penderita yang baik setelah mendapat pengobatan biasa, malah ada yang sembuh spontan dalam jangka waktu pendek. Tetapi memang pada kasus tertentu yang berat disertai gangguan nafas memerlukan infus zat kekebalan (imunoglobulin) yang mahal dan atau penggantian plasma darah untuk mempercepat perbaikan. Tentu setiap RS telah membuat aturan kapan harus diberikan cara-cara penanganan khusus diatas.

Sumber: http://www.depkes.go.id/

Tuesday, July 26, 2011

2 Miliar Penduduk Dunia Telah Terinfeksi Hepatitis B

Jakarta, Dari 6 miliar lebih penduduk dunia, 2 miliar diantaranya telah terinfeksi hepatitis B. Sebagian akan sembuh tapi 400 juta lainnya akan menjadi pengidap kronis menjadi sirosis dan kanker hati.Tanpa disadari, 2 miliar orang di dunia pernah terinfeksi hepatitis B, yang artinya sepertiga dari penduduk dunia pernah terekspos virus Hepadnaviridae, yaitu virus penyebab hepatitis B atau disebut juga Hepatitis B Virus (HBV). Dari 2 miliar penduduk dunia terinfeksi hepatitis B, 400 juta menjadi pengidap kronis menderita sirosis dan kanker hati, yang menyebabkan 250.000 per tahun.


Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita hepatitis B terbanyak, setelah China dan India. Penderita hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan mencapai 30 juta orang. Untuk hepatitis B saja mencapai 9,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia."50 persen (15 juta) penderita hepatitis di B dan C di Indonesia akan menjadi penyakit hati kronik, yang 10 persennya menjadi liver fibrosis dan kanker hati," ujar Prof dr Tjandra Yoga Aditama, Dirjen P2PL Kemenkes, dalam acara konferensi pers di Gedung Kemenkes, Senin (25/7/2011).


Prof Tjandra menyatakan bahwa 1,5 juta orang Indonesia berpotensi kanker hati."Kalau hepatitis B menyerang orang dewasa, 90 persen bisa disembuhkan. Tapi kalau menular pada bayi, maka 90 persennya akan menjadi kronik dan seumur hidup bisa menjadi pengidap," jelas Dr. dr. Unggul Budihusodo, Sp.PD, KGEH, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI).
Dr Unggul menyatakan 97 persen bayi yang tertular virus hepatitis B akan menjadi pengidap seumur hidup. Dan pada umumnya penderita hepatitis B yang ada adalah sudah tertular dari bayi."Untuk itu, vaksinasi hepatitis B wajib diberikan pada bayi pada hari pertama kelahirannya," jelas Dr Unggul.
Virus hepatitis B sangat mudah menular, bahkan 100 kali lebih mudah dibandingkan virus HIV dan virus ini dapat bertahan hidup selama 1 minggu hingga berbulan-bulan di luar tubuh, serta alat-alat medis dan alat pemeriksaan gigi.


Virus hepatitis B menular melalui darah dan cairan tubuh manusia, yaitu: Dari ibu penderita hapatitis B kepada bayinya saat dalam kandungan atau dilahirkan, berhubungan seksual dengan penderita hepatitis B tanpa pengaman, melalui suntikan atau transfusi darah yang tercemar virus hepatitis B, seperti pengguna narkoba suntik, pengguna alat kesehatan (jarum, pisau, gunting) yang tidak disterilkan sempurna, tindik, tato, pisau cukur, gunting kuku yang tidak steril. Sebagian besar orang yang terinfeksi hepatitis B memang tidak menunjukkan gejala apapun, tapi gejala-gejala umum yang tampak pada sebagian kecil penderita hepatitis B adalah sebagai berikut:


Hepatitis B akut (terinfeksi kurang dari 6 bulan) :
Mual, muntah, nafsu makan turun dan panas
Warna air seni coklat seperti teh
Bagian putih mata tampak kuning
Kulit seluruh tubuh tampak kuning
Warna tinja kuning.


Hepatitis B kronik (lebih dari 6 bulan atau menahun) :
Sebagian besar tanpa gejala nyata. Tapi keluhan umum seperti lemas, lekas capek, ngantuk, gangguan pencernaan, kembung, mual dan kurang nafsu makan.
Sumber:http://www.detikhealth.com/read/2011/07/25/173452/1689108/763/2-miliar-penduduk-dunia-telah-terinfeksi-hepatitis-b?l991101755

Friday, June 17, 2011

Enam Anak Terinfeksi E. Coli di Prancis

PARIS - Bakteri Escherichia coli atau E.coli ternyata tidak hanya mewabah di Jerman. Persebaran bakteri maut itu mulai menyebar ke negara Eropa lain. Kemarin (16/6) enam anak dirawat di rumah sakit Kota Lille, utara Prancis karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri E.coli. Otoritas kesehatan menyebut sumber bakteri berasal dari daging giling yang dihidangkan dalam beefburger.

Saat ini, enam pasien tersebut dilaporkan dalam kondisi stabil. "Pagi ini (kemarin pagi, Red) rumah sakit di Lille menerima enam pasien anak-anak yang didiagnosis terkena infeksi makanan terkait bakteri E.coli," terang seorang juru bicara dinas kesehatan lokal.

Menurut dia, kondisi semua pasien membaik dan bakteri tersebut tidak sampai membahayakan jiwa mereka. Meski begitu, tiga di antara bocah itu masih dalam proses dialisis setelah mengalami diare berdarah.

Enam anak tersebut berusia 20 bulan sampai 8 tahun dan berasal dari berbagai kota di wilayah Pas de Calais. Mereka dilarikan ke rumah sakit dan dirawat sejak Rabu lalu (15/6).

Seorang diperbolehkan pulang hanya selang beberapa jam setelah dirawat. Lima orang lain menjalani perawatan lebih intensif. Mereka harus dirawat dengan menggunakan metode hemodialysis untuk menghilangkan zat berbahaya dari dalam darah mereka.

Wabah E.coli di Lille diperkirakan tidak terkait kasus di Jerman. Daging cincang beku yang diduga sebagai sumber bakteri E.coli dijual dengan merek Steak Country di toko Lidl, di bawah perusahaan SEB, utara Prancis. Merespons kejadian itu, SEB langsung menarik semua produknya. Produk tersebut berlabel kedaluwarsa pada 10, 11, dan 12 Mei atau sudah dalam keadaan tidak layak konsumsi.

"Saya harap program pencarian sumber bakteri harus dilaksanakan segera. Kami melakukannya bersama peneliti Prancis untuk mengidentifikasi sumber dan kaitan dengan gangguan kesehatan," tutur Menteri Kesehatan Prancis Xavier Bertrand kepada radio RTL. Dia memastikan semua produk yang terkait dengan beefburger itu akan diperiksa. Kontrol lebih ketat akan diberlakukan.

Kasus terbaru itu terjadi setelah meluasnya wabah E.coli yang menewaskan 38 orang. Semua kasus tersebut terjadi di Jerman. Tetapi, seorang korban (perempuan) meninggal di Swedia setelah mengunjungi Jerman. E.coli juga telah menginfeksi 3.300 orang di 16 negara.

Juru bicara Toko Lidl mengaku bahwa daging sapi yang digunakan untuk burger tersebut dibeli dari SEB-CERF, perusahaan berpusat di Saint-Dizier yang memproduksi 400 ton daging cincang beku per minggu.

"Produk itu dibuat di Prancis. Namun, sesuai dengan data kedaluwarsa dan keterangan dari perusahaan pemasok, dagingnya berasal dari Jerman, Italia, Prancis, Belanda, dan negara lainnya," terang Jerome Gresland."Kami membeli dari pemasok dengan stempel yang menyatakan bahwa produk itu dari Uni Eropa," jelasnya. Label ssebuah kotak beefburger yang disita dari rumah seorang anak berbunyi bahwa daging itu berasal dari Jerman. (AFP/Rtr/cak/dwi)


Wednesday, June 15, 2011

Bakteri E. Coli Terus Merenggut Nyawa, Bocah 2 Tahun Tewas di Jerman

Berlin - Wabah bakteri E. coli yang melanda Jerman terus menelan korban jiwa. Seorang anak berumur 2 tahun tewas akibat bakteri pembunuh tersebut di Kota Hanover, Jerman utara. Bocah tersebut menjadi korban jiwa anak-anak pertama akibat wabah mematikan tersebut.

Bocah yang tidak disebutkan identitasnya itu, selama ini tengah dirawat di sebuah rumah sakit di Hannover atas komplikasi yang diakibatkan bakteri E. coli. Ayah dan dua saudara kandung bocah tersebut juga dirawat karena penyakit yang sama. Tidak diketahui bagaimana kondisi mereka.

Dengan kematian bocah tersebut berarti sejauh ini sudah 37 orang yang tewas akibat wabah bakteri E. coli. Demikian seperti diberitakan kantor berita Reuters, Rabu (15/6/2011).

Otoritas kesehatan Jerman telah menyimpulkan bahwa wabah tersebut bersumber dari sayuran tauge terkontaminasi yang ditanam secara lokal di Jerman utara. Badan pusat pengendalian penyakit Jerman, Robert Koch Institute, menyatakan, jumlah penderita baru saat ini tampaknya sudah menurun.

Lebih dari 3.200 orang di setidaknya 14 negara telah jatuh sakit akibat wabah bakteri E. coli yang berpusat di Jerman. Sejauh ini seluruh korban jiwa berada di Jerman, kecuali satu orang di Swedia.

Sumber : Rita Uli Hutapea-detiknews

Tuesday, June 14, 2011

Cara Mudah Menghindari Bakteri E Coli

VIVAnews - Sudah 35 orang tewas akibat wabah bakteri E.Coli di Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya. Sementara 812 dari 3.256 korban yang terinfeksi masih berjuang mengalahkan maut, berdasar laporan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Eropa.

Mayoritas mengalami diare berdarah, dan tak sedikit yang mengalami komplikasi ginjal gara-gara E.Coli.

Kasus itu jelas menebar panik ke seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali masyarakat Indonesia. Ketakutan cukup wajar karena E. Coli merupakan jenis bakteri yang ditemukan di mana-mana: air, makanan, tanah, toilet, dapur, hingga udara.

Waspada harus. Namun, perlu digarisbawahi bahwa tak semua E.Coli berbahaya. Hanya jenis-jenis tertentu yang dapat mengakibatkan penyakit serius, seperti E.Coli strain O104:H4 yang mewabah di Jerman baru-baru ini, dan E.Coli strain O157:H7 yang mewabah di Amerika Serikat tahun 1982. Jenis O104:H4 dimasukkan sebagai salah satu Enterohaemorrhagic E.Coli (EHEC), yang bisa menyebabkan pengidapnya mengalami diare berdarah. Bahkan seringkali kasus ini berkembang menjadi haemolytic uraemic syndrome (HUS), penyakit yang bisa menyebabkan kegagalan fungsi ginjal dan berbagai komplikasi infeksi lain.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa E.Coli hidup di suhu 7 derajat celcius dan mati di suhu 70 derajat celcius. "Jadi jika bahan pangan dimasak dengan benar, bakteri akan mati," katanya.

Agar terhindar dari bahaya E.Coli, simak panduan Katherine Zeratsky, RD, LD, pakar nutrisi Mayo Clinic:- Perhatikan tampilan, bau, dan rasa makanan dan minuman sebelum masuk ke tubuh. - Cuci bahan makanan sampai bersih. Gosok seluruh permukaan dengan lembut.- Cuci tangan, perabot rumah tangga, dan peralatan dapur dengan sabun dan air hangat sebelum digunakan.- Pisahkan bahan makanan mentah dari makanan siap saji.- Masak makanan sampai matang dengan suhu minimal 71 derajat celcius.- Simpan bahan makanan dengan teknik penyimpanan yang baik di lemari es.- Hindari jus, produk susu, dan minuman apel yang tidak dipasteurisasi.- Hindari konsumsi minuman dari sumber air yang terpolusi.•

Sumber : VIVAnews

Friday, June 10, 2011

Sudah 30 Orang Tewas Akibat Wabah Bakteri E. Coli di Jerman

Berlin - Korban jiwa akibat wabah bakteri E. coli yang melanda Jerman dan negara-negara lain terus bertambah. Sejauh ini sudah 30 orang yang meninggal akibat bakteri pembunuh tersebut.


Korban jiwa terbaru adalah seorang pria berumur 57 tahun di Frankfurt, Jerman. Bulan lalu pria itu bepergian dengan istrinya ke Kota Hamburg, Jerman utara, yang menjadi pusat wabah bakteri mematikan E. coli.


Demikian disampaikan pejabat-pejabat Jerman seperti diberitakan AFP, Jumat (10/6/2011).


Kematian seorang pria berusia 68 tahun dan seorang wanita berumur 20 tahun juga dilaporkan di negara bagian Lower Saxony, Jerman. Berarti hingga kini setidaknya 30 orang tewas termasuk seorang wanita di Swedia yang baru saja kembali dari Jerman.


Lebih dari 2.800 orang di setidaknya 14 negara jatuh sakit akibat bakteri enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) tersebut. Dalam kasus yang parah, bakteri tersebut bisa menyebabkan gagal ginjal. Menteri Kesehatan Jerman Daniel Bahr sebelumnya telah menyatakan bahwa kemungkinan wabah ini telah melewati puncaknya. Sebab jumlah penderita baru telah menurun.


Hingga kini sumber pasti wabah bakteri mematikan tersebut masih misterius. Awalnya, otoritas Hamburg menuding timun impor asal Spanyol sebagai sumber wabah. Namun kemudian hal itu tak terbukti. Setelah itu, tauge organik yang ditanam di Jerman utara diduga sebagai sumber wabah. Namun setelah dilakukan sejumlah tes, hasilnya negatif.


Sumber : Rita Uli Hutapea; detiknews

Tuesday, June 7, 2011

Strain bakteri E. coli Eropa tidak ada di Indonesia

JAKARTA. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih meminta masyarakat tidak risau perihal wabah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang tengah melanda di negara-negara Eropa. Lantaran sampai detik ini belum ditemukan strain bakteri E. coli yang serupa dengan di Eropa.


Endang mengatakan, bakteri E.coli di Eropa berbeda dengan yang ada di Indonesia. Apalagi, Endang mengatakan, tidak ada produk pertanian yang diimpor dari Eropa. Namun, sebagai antisipasinya, dia meminta masyarakat membiasakan hidup sehat dan bersih. Salah satu contohnya adalah dengan mencuci sayuran atau buah-buah sebelum dikonsumsi.


Menurutnya, langkah ini sudah cukup untuk menghilangkan bakteri E. coli. "Atau kita sebelum makan mencuci tangan terlebih dulu," paparnya. Makanya Endang menyebutkan jika ada desakan untuk dilakukan kontrol khusus terhadap sayuran dan buahan impor adalah suatu yang berlebihan."Mengkupas buah atau mencuci sebelum mengkonsumsi itu semua sudah cukup," katanya.


Beberapa negara Eropa kini terjangkiti bakteri E. coli. Pasalnya bakteri ini dapat menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan. Penderita dapat berlanjut menjadi parah dalam kondisi yang disebut haemolytic uraemic syndrome (HUS).


Menurut data Kementrian Kesehatan, wabah penyakit ini sebenarnya mulai terjadi di Jerman pada pertengahan Mei 2011. Sampai 2 Juni 2011, Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic syndrome (HUS) dengan 11 kematian. Terdapat 1.213 kasus enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), 6 diantaranya meninggal. Artinya, di Jerman terdapat 1.733 kasus dan 17 kematian.


Selain Jerman, ada 11 negara lain yang menemukan kasus yang sama yaitu Austria, Republic Ceko, Denmark, Francis, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat.


Gejala penyakit ini berupa sakit perut seperti kram dan diare. Pada sebagian kasus, bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan muntah.


Sumber : nasional.kontan.co.id

Monday, June 6, 2011

Wabah E. Coli, Makanan Eropa Belum Dilarang

VIVAnews - Serangan bakteri Escherichia Coli (E.Coli) menjangkiti ribuan orang dan menewaskan puluhan lainnya di negara-negara Eropa. Bakteri ini diduga berasal dari tanaman tauge di Jerman. Namun, saat ini, belum ada penghentian produk-produk dan makanan asal Eropa.


Kementerian Kesehatan RI sudah mengimbau masyarakat agar waspada terhadap penyakit akibat bakteri E.Coli itu. Lalu, bagaimana dengan antisipasi bakteri ini melalui perdagangan makanan?


Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, masalah E.Coli harus dibahas bersama dengan Menteri Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah Indonesia juga masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan negara Eropa.


"Itu penyebabnya dari mana. Baru kami bisa melakukan pencegahan atau monitoring," ujar Mari di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin 6 Juni 2011.Menurut dia, ada dua hal yang harus diawasi yaitu pertama, masalah makanan dan manusia. Kedua, masalah manusiawi karena penyakit ini menular.


Mari menjelaskan, Kementerian Kesehatan telah mengumumkan perlu adanya pegecekan terhadap penumpang dari Eropa. Jika nantinya ditemukan tanda-tanda sakit atau diare, perlu dipantau seperti yang dilakukan saat menghadapi wabah flu burung dan SARS beberapa waktu lalu.


"Ini perlu pengamanan serta di-check Kemenkes dan pintu masuknya pada akhirnya di bandara," kata Mari.


Ia mengakui, pemerintah belum membahas mengenai wabah E.Coli, namun dalam waktu dekat akan terus dilakukan.


"Kami kan belum tahu penyebabnya dari mana. Jadi, ini tentunya perlu dipahami. Ini lebih kepada wewenang Badan POM dan Kemenkes apa yang harus diperiksa. Kami harus tentukan dulu," tegas Mari.


Wabah bakteri mematikan E.Coli menimpa beberapa wilayah di Jerman sejak pekan lalu yang hingga kini menewaskan 16 orang dan menjangkiti 1.150 orang di delapan negara Eropa. Diduga, wabah berasal dari sayuran atau buah-buahan. Namun, belum ditemukan sumber pasti dari mana bakteri berasal.


Sumber : VIVAnews.com

Sunday, June 5, 2011

Kemenkes Perintahkan Pelabuhan Cermati Penumpang dari Eropa yang Diare

Jakarta - Wabah Entero Hemoragic E.Coli (EHEC) yang terjadi di sejumlah negara Eropa telah menginfeksi lebih 1.836 orang. Kemenkes RI mencoba mengantisipasi penyebaran wabah itu dengan mencermati orang yang baru bepergian dari Eropa.


Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Prof dr Tjandra Yoga Aditama menuturkan, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran pada otoritas terkait untuk mencermati setiap kasus dengan gejala diare terutama yang disertai dengan gejala perdarahan.


"Khusus kepada kepala Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) diseluruh Indonesia, agar mencermati setiap penumpang khususnya dari negara-negara Eropa yang mengalami gejala tersebut di atas (diare, utamanya yang berdarah) dan segera mengkoordinasikan dengan imigrasi dan pengelola bandara serta melaporkan kepada Dirjen PP dan PL," kata Tjandra dalam siaran pers, Minggu (5/6/2011).


Tjandra menuturkan, surat edaran guna mengantisipasi masalah infeksi E.coli di Eropa yang antara lain menyebabkan HUS (haemolytic uraemic syndrome), ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi seluruh Indonesia dan seluruh Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Dalam surat edaran itu, diharapkan aparat Kesehatan setempat dapat mengambil langkah-langkah sebagai berikut :


1. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat luas tentang pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat untuk membiasakan selalu mencuci tangan dengan sabunsetelah buang air besar/kecil dan sebelum menyentuhmakanan/minuman.

3. Mencuci sayuran dan buah buahan dengan air sampai benar-benar bersih, terutama sayuran dan buah-buahan yang dikonsumsi secara segar (tidak dimasak).

4. Mencermati setiap kasus dengan gejala diarrhea terutama yang disertai dengan gejala perdarahan.

5. Khusus kepada kepala Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) diseluruh Indonesia, agar mencermati setiap penumpang khususnya dari negara-negara Eropa yang mengalami gejala tersebut diatas dan segera mengkoordinasikan dengan imigrasi dan pengelola bandara serta melaporkan kepada Dirjen PP dan PL.


Sementara itu, menurut World Health Organization (WHO) langkah pencegahan EHEC dan HUS di Eropa kini adalah sebagai berikut:


a. Melaksanakan pola hidup bersih sehat, dengan selalu mencuci tangan setelah menggunakan toilet dan sebelum memegang makanan.

b. Pengamatan terhadap kasus diare berdarah yang disertai sakit perut, yang kasus itu ada riwayat perjalanan / atau kontak dengan orang yang datang dari Jerman Utara. Kasus ini harus segera berobat kesarana kesehatan.


Selanjutnya WHO merekomendasikan "WHO 5 key to safer food" -lima kunci untuk penanganan makanan yang aman- sebagai cara mengelola makanan dengan baik untuk menghindari infeksi saluran cerna termasuk EHEC ini, yaitu sebagai berikut:

a. Menjaga kebersihan bahan makanan

b. Memisahkan makanan mentah dengan makanan matang

c.Memasak hingga benar-benar matang

d. Menyimpan makanan pada suhu yang aman

e. Mencuci bahan baku makanan dengan air bersih


Sumber : detiknews.com

Kolom Pak Dirjen P2PL : Bakteri E. coli Sebagian Besar Tak Berbahaya

Media massa di hari- hari ini memuat berita penyakit akibat bakteri Escherichia coli (E. coli). Bakteri ini dapat ditemui di usus manusia dan binatang berdarah panas. Sebagian besar strainnya tidaklah berbahaya, tetapi strain tertentu "enterohaemorrhagic E. coli (EHEC)" akan dapat menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan, seperti yang terjadi di Eropa sekarang ini.

Gejala yang timbul dapat berupa sakit perut seperti keram dan diare yang pada sebagian kasus bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan muntah.

Masa inkubasi berkisar antara tiga sampai delapan hari, rata-rata empat hari. Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 10 hari, tapi pada keadaan khusus ( yang kini juga terjadi pada sebagiab kasus di Eropa) maka penyakit dapat berlanjut menjadi gawat dan berat, seperti keadaan yang disebut dengan haemolytic uraemic syndrome (HUS).

HUS ini ditandai dengan kegalalan ginjal akut, anemia dan kekurangan trombosit ( acute renal failure, haemolytic anaemia and thrombocytopenia ) dan juga gangguan neurologis sampai stroke dan koma. Diperkirakan sampai sekitar 10 % pasien yang terinfeksi EHEC akan berlanjut menjadi HUS yang angka kematiannya berkisar antara 3 - 5 persen.

Peningkatan kasus mulai terjadi di Jerman pada pertengahan Mei 2011. Sampai 2 Juni 2011 Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic syndrome (HUS) (11 fatal) dan 1213 kasus "enterohaemorrhagic Escherichia coli" (EHEC) (6 fatal), artinya di Jerman totalnya ada 1733 kasus dan 17 kematian . Selain Jerman maka ada 11 negara lain (jadi total 12 negara) yang menemukan kasus ini dinegara mereka, yaitu Austria (HUS 0, EHEC 2), Czech Republic (0, 1), Denmark (7, 10), France (0, 6), Netherlands (4, 4), Norway (0, 1), Spain (1, 0), Sweden (15, 28), Switzerland (0, 2), United Kingdom (3, 4) dan United States of America (2, 0).

Direktorat Jenderal P2PL Kementerian Kesehatan RI terus memantau perkembangan yang ada di Eropa ini bersama WHO dan menyampaikan informasi dan kewaspadaan ke jajaran kesehatan di tanah air.

Sumber : sehatnews.com.kolom-pak-dirjen-p2pl

Saturday, June 4, 2011

Infeksi E Coli Juga Ditemukan di AS

KOMPAS.com — Kasus infeksi akibat strain bakteri E coli mematikan juga ditemukan di Amerika Serikat. Sebanyak tiga orang dilaporkan mengidap penyakit yang disebabkan bakteri yang menewaskan 18 orang di Eropa tersebut.

Keterangan dari pejabat Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan, ketiga pasien yang terserang strain E coli tersebut belum lama ini bepergian ke Jerman. Mereka saat ini sedang dirawat di rumah sakit akibat mengidap hemolytic uremic syndrome (HUS), gangguan ginjal mematikan akibat komplikasi bakteri E coli. Sampel darah ketiga pasien itu masih dalam pemeriksaan di laboratorium CDC Atlanta, Georgia.

"Kami mempertimbangkan mereka kemungkinan menjadi bagian dari wabah yang berkembang di Eropa," ungkap Dr Robert Tauxe, Deputi Direktur Division of Foodborne, Bacterial and Mycotic Diseases CDC.

Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), sejauh ini tercatat ada 499 kasus HUS akibat merebaknya wabah E coli di Eropa. Angka kejadian HUS ini adalah yang tertinggi yang pernah terjadi di dunia, menurut Centers for Disease Control and Prevention.

"Sebagai perbandingan, ada 120 kasus HUS dalam kejadian terbesar wabah E coli di Jepang pada 1996," lanjut Tauxe.

Hingga kini para ahli belum dapat menjelaskan mengapa banyak kasus HUS bermunculan akibat strain bakteri yang diperkirakan CDC adalah strain O104:H4. Tauxe memperkirakan, strain ini memproduksi lebih banyak toksin ketimbang jenis lainnya.

Para dokter di Eropa dan Amerika Serikat tidak pernah lagi memberikan antibiotika kepada pasien yang terinfeksi E coli, sejak sejumlah penelitian menunjukkan bahwa langkah itu justru memperburuk kondisi pasien.

"Tampaknya antibiotika membuat bakteri meledak, dan racun yang berada di dalamnya keluar dan menimbulkan kerusakan," kata Dr Buddy Creech, asisten profesor penyakit menular di Vanderbilt University School of Medicine.

Menurutnya, hingga kini belum ada pengobatan khusus untuk mengatasi keganasan bakteri tersebut.

"Yang bisa kita lakukan adalah memberikan pasien obat mengatasi rasa sakit atau menempatkan mereka pada ventilator atau dialisis jika mereka membutuhkannya. Kita tidak bisa menangani masalah yang sebenarnya. Kita hanya bisa menunggu tubuh pulih dengan sendirinya. Yang bisa dilakukan hanya memonitor pasien dan berharap yang terbaik," ujar Dr Robert Steele, dokter anak dari St John’s Children’s Hospital di Springfield, Missouri.

Sumber : health.kompas.com

Eropa Diserang Bakteri E Coli Mematikan

BERLIN - Bakteri E Coli saat ini terus mewabah di Eropa. Lebih dari 1.600 orang dikabarkan terinfeksi oleh bakteri ini, sebelumnya 18 dikabarkan tewas akibat bakteri ini. Jerman dianggap sebagai pusat dari bakteri ini.

Meskipun ada perkiraan ribuan orangterinfeksi bakteri ini, namun belum ada jumlah pasti orang yang terkena bakteri tersebut. Bakteri ini diperkirakan berasal dari timun yang diimpor dari Spanyol.

Sekira 1.624 warga dikabarkan saat ini terinfeksi oleh bakteri tersebar di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Segera setelah pengumuman adanya wabah ini, kepanikan pun tampak di Eropa dan AS.

Sementara korban tewas dilaporkan terus bertambah saat Jerman mengkalkulasi ulang jumlah korban tewas. Para ahli pun memperkirakan jumlah korban akan terus bertambah di Jerman.

Warga terus terinfeksi bakteri ini seperti di Austria, Denmark, Prancis, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, dan Swiss, termasuk pula di Inggris dan Amerika Serikat. "Semua korban tewas umumnya berasal dari warga yang mengunjungi Jerman utara atau berhubungan dengan warga di wilayah tersebut," pernyataan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) seperti dikutip Reuters, Jumat (3/6/2011).

Sementara menurut pihak Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, kemungkinan wabah ini merupakan yang paling mematikan dan dialami manusia. Ini didasarkan atas jumlah korban tewas yang dilaporkan saat ini.

Sumber :international.okezone.com

Friday, June 3, 2011

Uni Eropa Cabut Peringatan Bahaya Ketimun Spanyol

Madrid - Komisi Uni Eropa (UE) telah mencabut larangan atau warning atas ketimun dari pertanian Spanyol. Ketimun Spanyol sebelumnya disangka menjadi penyebab merebaknya bakteri E.coli.

"Komisi Eropa telah mencabut peringatan kesehatan terhadap ketimun Spanyol yang berasal dari Almeria yang telah diberlakukan Kamis pekan lalu," ujar Menteri Kesehatan Spanyol, Leire Pajin, seperti dikutip AFP, Kamis (2/6/2011).

Leire mengatakan, ia menerima informasi tersebut dari Komisioner Kesehatan UE, John Dalli, melalui sambungan telepon. Keputusan tersebut merupakan langkah penting untuk segera memulihkan pertanian Spanyol.

Otoritas kesehatan Hamburg, Jerman, pun mengakui bahwa pengujian terhadap dua ketimun yang diduga menjadi pembawa bakteri tersebut tidak terbukti. Ketimun Spayol sebelumnya diduga menjadi penyebab tewasnya 16 warga Jerman dan seorang warga Swedia.

"Pemerintah Spanyol melakukan segala upaya terhadap beberapa pihak untuk menghilangkan kecurigaan terhadap sayuran dari Spayol. Pada saat yang sama Spanyol juga melakukan penelitian sendiri di laboratorium Lugo (di Galicia), dan hasilnya membuktikan bahwa tidak adan kaitan antara konsumsi ketimun dari Almeria dengan wabah E.coli," imbuhnya.

Meski demikian, otoritas kota Hamburg masih akan terus menyelidiki asal muasal wabah tersebut.

Krisis ketimun maut tersebut dimulai lebih dari dua pekan lalu saat kasus pertama dilaporkan di Jerman utara. Hingga kini jumlah kasus yang dikonfirmasi dan diduga telah mencapai 1.200.

Pekan lalu otoritas Jerman mengingatkan masyarakat untuk tidak memakan sayuran mentah. Peringatan itu dikeluarkan setelah ditemukannya bakteri pada ketimun organik yang diimpor dari Spanyol.

Sumber : detiknews.com

Wednesday, June 1, 2011

WHO: Radiasi Ponsel Sebabkan Kanker Otak

Jakarta - Hasil penelitian terbaru mengungkapkan radiasi ponsel dapat menyebabkan kanker otak. Radiasi ponsel dikategorikan sama dengan zat karsinogenik berbahaya seperti timbal, asap knalpot, dan kloroform.


Hal tersebut diumumkan oleh organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), seperti dikutip detikcom dari CNN, Rabu (1/6/2011).


Penelitian dilakukan oleh tim yang terdiri dari 31 ilmuwan dari 14 negara, termasuk Amerika Serikat. Keputusan dibuat setelah dilakukan peninjauan lebih mendalam tentang keamanan menggunakan ponsel. Tim menemukan cukup bukti untuk mengkategorikan radiasi ponsel sebagai sejenis zat berbahaya bagi manusia.


Tim menemukan bukti peningkatan glioma dan peningkatan resiko kanker otak akustik neuroma bagi pengguna ponsel. Namun belum dapat menarik kesimpulan untuk jenis kanker lainnya.


Saat ini Badan Lingkungan Eropa telah mendorong untuk studi lebih lanjut. Badan independen ini mengungkap ponsel bisa menimbulkan resiko yang sama besarnya dengan merokok, asbes dan bensin bertimbal.


Kepala sebuah lembaga penelitian kanker terkemuka di University of Pittsburgh mengirim memo kepada seluruh karyawan mendesak mereka untuk membatasi penggunaan telepon seluler karena kemungkinan resiko kanker.


Sumber : detiknews.com

Wabah Bakteri E.Coli, Sudah 16 Orang Tewas di Jerman

Jerman dilanda krisis timun beracun yang sejauh ini telah menewaskan 16 orang. Timun-timun impor asal Spanyol awalnya diduga sebagai penyebab wabah bakteri mematikan enterohamorrhagic E. coli (EHEC) yang telah merenggut nyawa tersebut.


Namun kini otoritas Jerman meragukan bahwa timun Spanyol merupakan biang keladi penyebaran bakteri E. coli tersebut.Menurut otoritas di Kota Hamburg, Jerman utara, hasil tes terbaru menunjukkan bahwa timun-timun yang diimpor dari Spanyol itu kemungkinan bukan penyebab krisis yang juga telah membuat ratusan orang jatuh sakit.


Hasil tes pada dua timun membuktikan bahwa timun-timun itu memang mengandung bakteri berbahaya E. coli, namun bukan dari strain E. coli yang telah menyebabkan kematian 15 orang di Jerman dan 1 orang di Swedia.


"Sumbernya masih tetap belum teridentifikasi," kata pejabat kesehatan Hamburg, Cornelia Pruefer-Storcks pada konferensi pers."Dari empat timun yang telah bisa kami pastikan keberadaan patogen EHEC, kami telah menemukan -- dua di antaranya -- bahwa timun-timun itu mengandung patogen EHEC, namun bukan strain yang bertanggung jawab atas perkembangan sulit saat ini," ujarnya seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/6/2011). Diimbuhkannya, dua jenis timun lainnya saat ini masih dianalisa.


Sebelumnya Menteri Kesehatan Jerman Daniel Bahr mengindikasikan sumber infeksi masih aktif. Kepada media, Bahr mengatakan sedang mengupayakan cara mengatasi kasus ini. Pusat pengendalian penyakit Nasional Jerman, Robert Koch Institute menyarankan tidak mengkonsumsi timun mentah, tomat dan selada. "Terutama jika sayuran ini dibeli dari Jerman bagian utara," ujarnya.


Sumber :detik.com

Sunday, May 22, 2011

SIDANG WHA BAHAS ENAM BELAS TOPIK

Sidang Majelis Kesehatan Dunia atau World Health Assembly (WHA) digelar tanggal 15 -20 Mei 2011 di Kantor Pusat Organisasi Kesehatan Dunia, Jenewa, Swiss. Acara ini merupakan perhelatan besar/sidang tahunan membahas 16 topik yang selanjutnya akan diputuskan sebagai Deklarasi yang mengikat semua negara untuk melaksanakannya. Hal itu disampaikan drg. Murti Utami, MPH, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan yang juga anggota delegasi RI dalam sidang WHA ke-64.

Ke-enambelas topik tersebut yang pertama adalah Pandemic influenza preparedness: sharing of influenza viruses and access to vaccines and other benefits. Topik ini sangat penting bagi Indonesia sebagai pemrakarsa dan salah satu leading country dalam isu ini.

Topik selanjutnya adalah Implementation of the International Health Regulations (IHR 2005) yang akan berlaku penuh tahun 2012. Topik ini membahas Report of the Review Committee on the Functioning of the International Health Regulations (2005) in relation to Pandemic (H1N1) 2009. Indonesia merupakan salah satu dari 29 member Review Committee yang menilai laporan WHO dalam mengatasi pandemi H1N1 2009 dan IHR.

Topik ke-tiga adalah Health-related Millennium Development Goals. Dalam topik ini dibahas dua isu utama yaitu Neglected Tropical Diseases dan Pneumonia.

Topik ke-empat yang dibahas adalah Health system strengthening yaitu penguatan sistem kesehatan terkait dengan rencana operasional, program, dan agenda politik.

Ke-lima membahas Global immunization vision and strategy yaitu visi dan strategi imunisasi global. Dalam kaitan ini, China, India, Indonesia dan Nigeria memulai dengan vaksin HIB serta menegaskan kembali bahwa imunisasi sebagai komponen utama pelayanan kesehatan dasar dan program Decades of Vaccine 2011 – 2020.

Ke-enam, Draft strategi WHO tentang HIV 2011 – 2015 dengan empat sasaran yaitu mengurangi infeksi baru, kasus anak, kematian dan TB HIV. Empat strategi tersebut adalah meningkatkan program, integrasi program lain, jaminan keberlanjutan dan hilangkan hambatan akses.

Ke-tujuh, pengendalian obat palsu dan obat sub standar.

Ke-delapan, eradikasi cacar air (smallpox eradication) pemusnahan stok virus cacar (variola) yang terdapat di USA dan Rusia.

Ke-sembilan, mekanisme pengendalian dan pencegahan kolera.

Ke-sepuluh, pengendalian malaria dengan meningkatkan program, mulai pengendalian vektor, diagnosis, masalah resistensi obat dan kemungkinan penggunaan vaksin malaria

Ke-sebelas, membahas eradikasi penyakit dracunculiasis bersama penyakit polio yang akan dieradikasi dari muka bumi.

Ke-duabelas, membahas pengendalian dan pencegahan penyakit tidak menular melalui berbagai pertemuan internasional di Jakarta, Moskow, dan lain-lain.


Ke-tigabelas, membahas rencana implementasi gizi pada bayi, anak dan ibu.

Ke-empatbelas, membahas pencegahan kecelakaan pada anak. Di dunia setiap tahunnya terdapat 830.000 anak meninggal karena kecelakaan, artinya di dunia sekitar 2.000 keluarga kehilangan anaknya setiap hari.

Ke-limabelas, membahas strategi manajemen keamamanan air minum untuk konsumsi manusia.

Ke-enambelas, membahas risiko kesehatan anak muda karena di dunia terdapat 1,822 milyar anak muda usia 10 sampai 24 tahun, dan dari jumlah itu 2,6 juta anak muda meninggal setiap tahun.

Pada sidang WHA ke-64 tahun ini delegasi RI dipimpin oleh Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dengan anggota Kepala Perwakilan Tetap RI untuk PBB di Jenewa/Duta Besar Dian Triansyah Djani; Direktur Jenderal P2PL, Prof. Tjandra Yoga Aditama; Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dr.Supriyantoro; Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Hubungan Kerjasama Internasional dan Kelembagaan, Drs. Bambang Guritno, MIA; Deputi Badan POM Dra.Lucky Slamet; Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular dr.Azimal; Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri, Dra. Niniek K. Naryatie; dan Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Drs.Bahdar J.Hamid.

Sumber : http://www.depkes.go.id

Thursday, April 7, 2011

Pandemi Resistensi Antibiotik Mengancam Dunia

Jakarta, Penggunaan antibiotik yang tidak rasional bisa menyebabkan terjadinya resistensi. Jika tidak segera dikendalikan maka dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi pandemi resistensi antibiotik.

"Pandemi ini akan nyata, karena kecepatan resistensi lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan pengembangan antibiotik," ujar Prof Iwan Dwi Prahasto dalam acara jumpa pers seminar 'Antimicrobial Resistance-Containment and Prevention' di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (7/4/2011).

Prof Iwan menuturkan hal ini karena sejak tahun 2007 tidak ada satu jenis pun antibiotik pun yang dikembangkan, sedangkan pada tahun 2000-2007 hanya didapatkan 2 jenis antibiotik. Tapi sayangnya antibiotik tersebut tidak mengganti antibiotik yang sudah ada sebelumnya.

"Bayangkan saja dalam kurun waktu 7 tahun hanya ada 2 antibiotik dan jenisnya sama seperti yang lain. Jadi kalau antibiotik yang lain sudah resisten, maka antibitoik ini juga akan resisten," ungkap Prof Iwan yang merupakan Guru Besar Farmakologi Fakultas Kedokteran UGM.

Beberapa hal diketahui menjadi penyebab lambatnya pengembangan antibiotik. Salah satunya adalah penelitian ini dianggap tidak menarik. Para peneliti lebih memilih mengembangkan obat kardiovaskuler yang nantinya dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi.

Sedangkan antibiotik umumnya hanya dapat digunakan untuk penyakit infeksi saja yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang dan miskin, sehingga harga dari obat ini nantinya tidak akan mahal.

"Untuk itu harus dilakukan pengendalian, karena kalau tidak pandemi ini bisa segera terjadi. Selain itu dilakukan pembatasan penggunaan misalnya antibiotik hanya boleh diresepkan di rumah sakit tertentu oleh dokter subspesialis," tutur Prof Iwan.

Sementara itu Menkes dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH menuturkan antibiotik merupakan salah satu penemuan yang unggul, tapi kini bisa dilihat jika penggunaannya tidak tepat bisa menimbulkan masalah di masa depan.

"Masalah resistensi ini terjadi akibat rendahnya rasionalitas penggunaan antimikroba yang sudah menjadi masalah dunia," ungkap Menkes.

Menkes menuturkan untuk itu diperlukan penanganan yang kompleks dan upaya bersama serta bekerjasama dengan beberapa stakeholder yang meliputi dokter anak, dokter spesialis, apoteker, pembuat obat dan juga lintas sektor.

Resistensi antibiotik terjadi jika bakteri yang semula hanya peka berubah menjadi kebal melalui adanya perubahan genetik di dalam selnya. Padahal antibiotik ini berfungsi membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang peka.

Sumber : http://health.detik.com/

Tuesday, March 29, 2011

SESJEN KEMENKES BUKA “SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN GRATIFIKASI” UNIT UTAMA KEMENTERIAN KESEHATAN

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Ratna Rosita MPHM membuka “Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi” yang diikuti pejabat eselon II, III, dan IV unit utama Kementerian Kesehatan 15 Maret 2011 di Jakarta.

Sesjen mengatakan Kementerian Kesehatan mempunyai nilai-nilai yang menjadi latar belakang pelaksanaan kegiatan di lingkungan Kementerian Kesehatan dalam mencapai tujuan program kesehatan 2009 – 2014 yaitu Pro rakyat, Inklusif, Responsif, Efisien dan Effektif serta Bersih. Nilai nilai ini dimaksudkan tidak hanya untuk mendorong tercapainya tujuan program kesehatan tetapi juga bagaimana tujuan program dapat tercapai melalui pelaksanaan kegiatan yang baik, benar dan bersih.



Dalam mencapai terwujudnya tata kelola pemerintah yang baik dan bersih, sepanjang tahun 2010 Kementerian Kesehatan telah melalukan berbagai upaya antara lain pengelolaan pengadaan barang dan jasa melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang menghemat keuangan negara sebesar 176 miliar sehingga mendapat penghargaan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai Kementerian yang pengelolaan barang dan jasanya terbaik melalui LPSE.

Kemenkes melakukan kerja sama dengan BPKP dalam hal pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kegiatan serta pendampingan dalam pembuatan laporan keuangan kementerian;

Di samping itu di Kemenkes dibentuk Unit Pelayanan Terpadu, yang memberikan pelayanan Perijinan Sarana Produksi dan Distribusi Alkes, Registrasi Alkes dan PKRT, Rekomendasi Sekolah Kesehatan, Ethical Clearance Peneliti Kesehatan, Informasi Registrasi Dokter/Dokter Gigi, Rekomendasi Pengobatan Tradisional Asing, Perijinan dan Akreditasi Rumah Sakit, dan Pengaduan Masyarakat melalui Hot Line Service dan Email (Pusat Tanggap dan Respon Cepat).
Selain itu, registrasi on line bagi seleksi CPNS Kementerian Kesehatan telah dilakukan sejak tahun 2007, manajemen kepegawaian menuju akreditasi ISO, dibentuknya Unit Pengelola Gratifikasi, dan dibentuknya Inspektorat Investigasi pada Inspektorat Jenderal yang melakukan tugas khusus dan penyelesaian pengaduan masyarakat.

Sesjen menambahkan, Survey Integritas Pelayanan Publik yang dilakukan oleh KPK, telah memberikan nilai cukup baik terhadap kegiatan bidang perizinan, terutama perizinan penyalur alat kesehatan serta izin prinsip dan izin tetap industri obat tradisional.

Disamping itu, pada tanggal 15 Desember 2010 yang baru lalu 3 Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan telah mendapat penghargaan Citra Pelayanan Prima tahun 2010 yang disampaikan oleh Bapak Wakil Presiden RI. Rumah Sakit Kanker Dharmais mendapat Piala Citra, sementara Balai Besar Lab Kes Surabaya dan Balai Besar Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawang Mangu mendapat Piagam Citra Pratama.

Pada akhir sambutan, Sesjen berpesan kepada seluruh pejabat di lingkungan Sekertariat Jenderal untuk segera membuat rencana tindak lanjut dari pertemuan yang berguna bagi penyelenggara negara ini untuk kemudian disosialiasikan dan diimplementasikan.

Pembicara pada sosialisasi tersebut yaitu Sugiarto dari Direktorat Gratifikasi KPK dan Rika Krisdianawati dari Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK.

Mengutip UU No.20 tahun 2001 pasal 12B ayat 1, Sugiarto menjelaskan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi bisa diterima di dalam maupun di luar negeri, dan dilakukan dengan menggunakan elektronik atau tanpa saran elektronik.

Sedangkan LHKPN, menurut Rika merupakan bentuk transparansi yang dimaksudkan untuk menilai kejujuran pejabat negara terkait dengan kekayaan yang dimiliki dalam rangka pencegahan terhadap tindakan korupsi, bukan untuk menelanjangi harta pejabat negara, terlebih untuk dihakimi masyarakat. LHKPN bertujuan untuk mewujudkan pejabat negara yang bersih yakni yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN