SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Friday, August 31, 2012

MENKES LANTIK 18 PEJABAT ESELON II KEMENKES


Jakarta, 29 Agustus 2012

Rabu, 29 Agustus 2012, Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, melantik 18 pejabat Eselon II baru di lingkungan kerja Kementerian Kesehatan di Jakarta.

Para pejabat yang dilantik adalah dr. Donald Pardede, MPPM sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan; dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan yang dilantik adalah dr. Alida Lienawati, M.Kes (MMR) sebagai Direktur Utama RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten; dr. Stephani maria Nainggolan, M.Kes sebagai Direktur Keuangan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; Syamsudin Angkat, SH, SE sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP H. Adam Malik Medan; dr. Rita Rogayah, Sp. P sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta; dr. Hikmat Wangsaatmadja, Sp.M, M.Kes, MM sebagai Direktur Utana Rumah Sakit Cicendo Bandung; Drs. Amir Hamzah Mauzzy, Apt. MM. MARS sebagai Direktur Keuangan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta; dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B(K) BTKV sebagai Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta; dr. Kamal Ali Parengrengi, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar; Dr. dr. H. Heriyadi Manan, Sp.OG(K) sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang; drg. Liliana Lazuardy, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang.

Pada Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dilantik dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS sebagai Sekretris DIrektorat Jenderal Bina Gizi dan dan Kesehatan Ibu dan Anak serta dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA sebagagi Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.

Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dilantik Drs. Bayu Teja Muliawan, Apt., M.Pharm, MM sebagai Direktur Bina obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Dra Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Bio Med sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian; Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.Si sebagai Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian; dan drg. Arianti Anaya, MKM sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.

Acara pelantikan tersebut dihadiri oleh para pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan, para pejabat yang sudah purna tugas serta para istri dan suami dari pejabat yang baru dilantik.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili:  (021) 52921669 , Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id

Tuesday, June 5, 2012

Avian influenza – situation in Cambodia – update


29 May 2012 - The Ministry of Health (MoH) of the Kingdom of Cambodia has announced a confirmed case of human infection with avian influenza A (H5N1) virus.

The case was a 10 years old female from Kampong Speu Province. She developed symptoms on 20 May 2012 and after initial treatment at the village was eventually admitted to the hospital on 25 May with symptoms of fever and shortness of breath. Infection with avian influenza A(H5N1) virus was confirmed by Institute Pasteur du Cambodge on 26 May 2012, however, despite intensive medical care, she died on 27 May 2012.

There are reports of recent deaths among poultry in her village and the patient prepared sick chicken for food prior to becoming sick.

The girl is the twenty-first person in Cambodia to become infected with A(H5N1) virus and 19 have died from the disease.

The National and local Rapid Response Teams (RRT) are conducting outbreak investigation and response following the national protocol. In addition, a public health education campaign is being conducted in the village to inform families on how to protect themselves from contracting avian influenza.

Source: Global Alert and Response (GAR)

Friday, May 25, 2012

Biar Polio Cepat Tuntas, WHO Akan Umumkan Darurat Global

Jumat, 25/05/2012 07:50 WIB

Jenewa, Pemberantasan polio sudah dirintis sejak 1988 oleh organisasi kesehatan dunia atau WHO. Namun karena hingga kini masih mewabah di 3 negara, WHO akan tetapkan status darurat polio global agar polio cepat lenyap seperti halnya cacar.

Meski sebelumnya pernah ditargetkan tuntas pada tahun 2000, sampai sekarang polio masih mewabah di 3 negara yakni Afghanistan, Nigeria dan Pakistan. Artinya, kasusnya di ketiga negara ini masih bisa dikatakan sangat tinggi dan diduga pemicunya adalah gagalnya program vaksinasi.

Sebelumnya, India masuk dalam daftar negara endemis namun resmi dicoret pada 25 Februari 2012 setelah dalam setahun terakhir tidak ada kasus baru yang ditemukan. Sayangnya, beberapa negara termasuk China, yang sebelumnya sudah sempat dinyatakan bebas polio, belakangan kembali menemukan kasus baru.

Dengan kondisi seperti ini, maka upaya untuk mempercepat pemberantasan polio harus dilakukan. Sebab jika tidak, diperkirakan akan ada 20.000 anak yang bakal menjadi cacat dalam sepuluh tahun ke depan.

"Pemberantasan polio sekarang berada pada titik kritis antara berhasil dan gagal," ujar Margaret Chan, Direktur Jenderal WHO lewat sebuah pernyataan yang disampaikan di konferensi di Jenewa, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (26/5/2012).

Meski belum benar-benar berhasil sampai tuntas, pemberantasan polio sebenarnya sudah menampakkan hasil. Jika saat pertama kali dicanangkan tahun 1988 angka kelumpuhan akibat polio mencapai 350.000 kasus/tahun, pada tahun 2010 tinggal 1.352 kasus/tahun.

Jika pemberantasan polio yang dipercepat melalui status darurat global ini berhasil, maka penyakit ini akan menjadi penyakit kedua setelah cacar (smallpox) yang akhirnya bisa diberantas sampai tuntas.

Polio merupakan penyakit yang dipicu oleh virus dan menyerang sistem saraf. Hanya dalam beberapa jam setelah infeksi, penderitanya bisa mengalami kelumpuhan total. Dari 200 orang yang terinfeksi dan menjadi lumpuh, kurang lebih ada 1 yang lumpuhnya bersifat permanen.

Infeksi polio juga sering berakibat fatal, dalam arti penderitanya bisa sampai meninggal dunia. Penderita polio yang meninggal umumnya mengalami kegagalan fungsi pernapasan, sebab otot paru-parunya ikut lumpuh.
(up/ir)

Meningococcal disease: situation in the African Meningitis Belt

From 1 January to 17 April 2012 (epidemiologic week 17), outbreaks of meningococcal disease have been reported in 42 districts in 10 of the 14 countries of the African Meningitis Belt 1. These outbreaks have been detected as part of the enhanced surveillance.
The 10 countries (Benin, Burkina Faso, Chad, Central African Republic, Côte d'Ivoire, Gambia, Ghana, Mali, Nigeria and Sudan) reported a total of 11 647 meningitis cases including 960 deaths resulting in a case fatality ratio of 8.2%. The outbreaks were mainly caused by the W135 serogroup of Neisseria meningitidis (Nm) bacteria.
In response to the outbreaks, the Ministries of Health implemented a series of preventive and control measures which included enhancement of surveillance, case management, sensitization of the population, strengthening of cross border collaboration and provision of vaccines through the International Coordinating Group on Vaccine Provision for Epidemic Meningitis Control (ICG).
The ICG released a total of 11 000 vials of antibiotic (Ceftriaxone) and 1 665 673 doses of vaccines to six countries (see table below 2) most affected by the epidemic, upon requests. The vaccines released include 919 023 doses of polysaccharide ACW/ACYW vaccine, 746 650 doses of meningitis A conjugate vaccine and 81 418 doses of polysaccharide AC vaccine.
The ICG is working with manufacturers and partners to ensure the stockpiles of the appropriate vaccines are maintained in sufficient quantities, for responding effectively to epidemics in the future. ICG partners include WHO, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), United Nations Children Fund (UNICEF), and Médecins Sans Frontières (MSF).
The emergency stockpile was established with the support of Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI). The vaccination campaigns were conducted with the support of MSF, UNICEF, IFRC, the European Community Humanitarian Aid Office (ECHO), and the United Nations through its Central Emergency Response Fund (CERF).
WHO continues to monitor the epidemiological situation closely, in collaboration with partners and Ministries of Health in the affected countries.

1 The 14 countries in the African Meningitis Belt with enhanced surveillance for meningococcal disease include Benin, Burkina Faso, Cameroon, the Central African Republic, Chad, Côte d'Ivoire, the Democratic Republic of the Congo, Ethiopia, Ghana, Mali, Niger, Nigeria, Sudan and Togo.

Source: http://www.who.int/csr/don/2012_05_24/en/index.html

Tuesday, May 22, 2012

Pembukaan World Health Assembly ke-65



Pertemuan tertinggi negara-negara anggota World Health Organization (WHO), yaitu World Health Assembly (WHA) ke 65 resmi dibuka (21/5) di gedung “Palais des Nation” di Jenewa, Swiss. Kegiatan WHA akan berlangsung pada 21-26 Mei 2012.

WHA ke 65 ini akan membahas 20 agenda yang terdiri dari agenda pleno dan 2 sidang komite, yaitu Komite A Technical Matters dan Komite B Administrative Matters. Tema utama adalah Towards Universal Health Coverage. Dalam WHA, nantinya akan dihasilkan 13 Resolusi dan 4 Keputusan

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE dalam surat elektronik yang diterima Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.

Pembukaan diawali dengan sambutan dari perwakilan Pemerintah Swiss, dilanjutkan dengan pembacaan sambutan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Kantor PBB di Jenewa, Mr. Kassym-Jomart Tokayev. Selanjutnya, para delegasi memilih Minister of Health and the Fight against AIDS dari negara Côte d’Ivoire, yaitu Professor Thérèse N’Dri-Yoman sebagai ketua sidang atau Health Assembly’s new president.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menyatakan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD., terpilih menjadi salah satu dari lima Health Assembly’s Vice Presidents. Kelima wakil ketua sidang tersebut berasal dari negara Afghanistan, Indonesia, Paraguay, Republik Moldova, dan Kepulauan Solomon.

Selain itu, Dirjen PP dan PL Kemenkes RI juga mendapatkan kehormatan untuk menjadi Alternate Head of Delegation Indonesia. Selain Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, wakil ketua Delegasi Republik Indonesia (Delri) juga dijabat oleh Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak, Dr. dr. H. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, M.Kes. Penasihat Delri dalam Sidang WHA ke-65 di Jenewa, yaitu Staf Ahli Menkes RI Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan, dr. R. Triono Soendoro, Ph.D, dan Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri Kemenkes RI, Dra. Niniek Kun Naryatie. Anggota Delri lainnya, antara lain: Direktur Bina Kesehatan Ibu Kemenkes RI, dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA; Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS; Kabid Pembiayaan Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, dr. Donald Pardede, MPPM; Kasubdit Imunisasi Direktorat Surveilans Imunisasi dan Kesehatan Matra Kemenkes RI, dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA; Kabid Pusat Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes, Dr. Vivi Lisdawati, M.Si, Apt.; Kabid Kerjasama Kesehatan Bilateral dan Multilateral Pusat Kerjasama Luar Negeri Kemenkes RI, dr. Widyarti; Kasie Standarisasi Subdit Bina Kesehatan Maternal dan Pencegahan Komplikasi Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kemenkes RI, dr. Imran Pambudi, MPHM dan Kasubbag Protokol Kemenkes RI, Ardian Atmantoro, S.Pd.

Pada pembukaan WHA tersebut, Duta Besar Republik Indonesia dan Perwakilan Tetap RI di Jenewa juga turut mewakili Indonesia menghadiri acara pembukaan yang diikuti oleh perwakilan dari seluruh negara di dunia yang menjadi anggota WHO tersebut.

Dalam pertemuan WHA, beberapa topik yang akan dibahas diantaranya jaminan kesehatan masyarakat atau universal health coverage, pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Penyakit Tidak Menular (PTM), Mental Health dan Gizi.

Prof. dr. Tjandra menambahkan, sebelumnya pada 20 Mei 2012 sore hari, Delegasi RI (DELRI) melakukan rapat persiapan menjelang WHA di kantor Perwakilan Tetap RI (PTRI) di Jenewa.

Usai acara pembukaan, siang harinya, Prof. dr. Tjandra mengikuti pertemuan Gerakan Non Blok atau non alignment movement tentang kesehatan. Dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal WHO, Dr. Margaret Chan menyatakan betapa pentingnya aspek kesehatan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Beliau juga mengingatkan semua negara berkembang anggota Gerakan Non Blok harus mempersiapkan diri era sesudah 2015, yaitu era pasca MDGs.

Menjelang sore hari, kegiatan WHA diisi dengan sambutan Direktur Jenderal WHO, Dr. Margaret Chan, yang baru saja terpilih kembali untuk jabatan tersebut untuk kedua kalinya. Dalam sambutannya, Dr. Margaret Chan memandang bahwa aspek kepemimpinan sangat penting dalam pembangunan kesehatan suatu Negara atau Pemerintahan. Pada kesempatan tersebut, Dr. Margaret Chan mengapresiasi peran penting Indonesia dalam kesetaraan dan transparansi dalam virus and access to benefit sharing. Sungguh, ini sebuah kebanggaan bagi Indonesia.

Selain itu, Dr. Margaret Chan juga menyoroti pentingnya International Health Regulation (IHR), penanganan terhadap Neglected Tropical Diseases seperti salah satunya Schistosomiasis, pentingnya Universal Health Coverage, dan penanggulangan penyakit tidak menular (PTM).

“We must look beyond the cause of preventable death” ujar Dr. Margaret Chan.

Ini berarti jangan hanya melihat masalah kesehatannya saja, tapi juga determinan sosial dan hal-hal lain yang mempengaruhinya, terang Prof. Tjandra Yoga Aditama.

Sementara itu sore harinya, Wamenkes RI didampingi Dirjen PP dan PL Kemenkes RI, mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Kesehatan US Amerika. Dan malam harinya, bersama-sama menghadiri pertemuan yang diselenggarakan Pemerintah Swiss bagi pimpinan delegasi yang hadir dalam gelaran World Health Assembly ke 65.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id

RI 4 besar penderita TBC

JAKARTA - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Trihono menegaskan jika penyakit tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merajalela di Indonesia. Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang kasus TB nomor 4 di dunia setelah India, China dan Afrika Selatan. Diperkirakan, ada 430 ribu kasus TB baru dan 169 orang di antaranya meninggal setiap hari.

"Kita harus akui bahwa hingga saat ini penyakit TB masih sangat merajalela karena masih menjadi penyebab kematian nomor dua setelah stroke, dan bahkan untuk Indonesia bagian timur saat ini sudah menjadi nomor satu," ujarnya,  hari ini.
join_facebookjoin_twitter

Menurutnya, saat ini sebenarnya TB menyebar secara merata di seluruh wilayah. Namun, kondisi yang paling memprihatinkan adalah di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua, Maluku, NTT, dan NTB.

Kondisi ini memprihatinkan karena ada hubungannya dengan faktor kemiskinan, perilaku hidup sehat, dan sebagainya. Namun, ada tren baru sekarang yakni koinfeksi TB yang sangat signifikan. Biasanya koinfeksi yang dimaksud adalah HIV AIDS, TB multidrug, dan penyakit degeneratif lainnya.

"Kasusnya sama yakni, koinfeksi tersebut terbanyak berada di Indonesia timur dimana ada penyakit lain, maka 90 persen pasti terinfeksi TB," ujarnya.

Pemerintah sendiri sudah menggelontorkan dana sebesar Rp2 triliun untuk penanggulangan TB di seluruh Indonesia. Namun, upaya penanggulangan tersebut menemui sejumlah tantangan di antaranya koinfeksi TB HIV meningkat, belum optimalnya manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB.

Selain itu ada juga peningkatan jumlah penyakit degeneratif, seperti gangguan imunitas, diabetes, perokok, dan sebagainya.

Sementara itu,  Provinsi Sumatera Utara berada di peringkat empat terkecil kasus TB dari 33 provinsi. Peringkat itu berdasarkan jumlah kasus yang ditemukan (insiden rate).

“Angka penemuan dan penyembuhan kasus TB di Sumut juga di atas angka nasional,” sebut Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Candra Syafei.

Hal itu dikarenakan adanya peran aktif semua pihak dalam penemuan kasus TB. Hanya saja yang perlu dikurangi yaitu error rate (tingkat kesalahan) seperti didapat positif TB tapi tidak positif.

Begitupun, dia mengharapkan agar adanya peningkatan bantuan luar negeri seperti dari Global Fund, juga dari APBN, APBD kab/kota. Juga peran serta masyarakat untuk penanggulangan TB.

Tidak hanya itu, Candra juga mengimbau pentingnya peran serta semua pihak dalam melakukan pengawasan minum obat (PMO) bagi penderita TB.

“Karena penyakit TB merupakan penyakit spesifik yang memerlukan waktu 6 bulan untuk penyembuhannya. Kalau tidak, penyakit tersebut bisa dua tahun masa regimennya atau menjadi multi drug resisten, baru selesai pengobatannya,” ungkap Candra.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, Sukarni   menambahkan, bila penyakit TB sudah MDR maka biaya yang dibutuhkan akan semakin besar seperti untuk obat-obatan. Walaupun obat anti TB (OAT) merupakan bantuan dari pusat.

Namun, katanya, belum semua rumah sakit dalam menanggulangi penyakit TB ini menggunakan strategi DOTS (Directly Observe Treatment Short Course).  “Dari 179 RS pemerintah dan swasta di Sumut, baru 69 yang melaporkan memakai strategi DOTS dalam penanggulangan TB,” jelasnya.

Menurutnya, hal itu kemungkinan dikarenakan komitmen pimpinan dan tenaga medis rumah sakit yang kurang. Merasa belum dilatih, padahal DOTS itu program standar untuk pengobatan.

Dia merasa khawatir, rumah sakit yang mengobati TB tidak memakai strategi DOTS akan melakukan pemeriksaan tidak sesuai standar. Hasilnya juga tidak standar, apalagi tanpa pengawasan minum obat (PMO). Akibatnya, bisa menimbulkan multi drugs resisten (MDR). “Kalau sudah MDR, pengobatannya bisa sampai dua tahun dan biaya obatnya juga mahal,” jelas Sukarni.

Di lain pihak, katanya, tidak ada kendala yang berarti dalam penanggulangan TB di Sumatera Utara. Baik obat anti TB (OAT) maupun reagensia. “Bahkan, kabupaten/kota di Sumut sudah ada stok obat dan reagensia untuk kebutuhan selama dua tahun ke depan,” katanya.

Untuk itu, lanjutnya, kabupaten/kota tidak perlu menganggarkan pembelian obat dan reagensia. “Anggaran diplotkan ke penyuluhan dan operasional saja,” jelasnya.

Editor: ANGGRAINI LUBIS

Wednesday, May 2, 2012

SELAMAT JALAN IBU ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Innalillaahi wainna ilaihi roji’un.
Jakarta, 2 Mei 2012

Innalillaahi wainna ilaihi roji’un. Telah berpulang ke rahmatullah Menteri Kesehatan RI periode 2009 - 2014, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, pada hari Rabu, 2 Mei 2012 pukul 11.41 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Menkes pergi setelah berjuang melawan penyakit kanker paru yang terdeteksi pada Oktober 2010. Sejak saat itu, Menkes menjalani pengobatan baik di dalam maupun di luar negeri selama lebih kurang 1,5 tahun. Pengobatan yang dijalani antara lain radiasi lokal dan bedah beku untuk mengobati kanker secara lokal serta meningkatkan daya tahan tubuh. Selama kurun waktu pengobatan tersebut, beliau tetap semangat menjalankan tugas-tugas kementerian selaku Menteri Kesehatan. Endang Rahayu Sedyaningsih lahir di Jakarta, 1 Februari 1955. Beliau berhasil menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979. Gelar Master on Public Health dan Doktor Kesehatan Masyarakat diperoleh di Harvard University, Amerika Serikat tahun 1992 dan 1997.

Dari perkawinannya dengan dr. MJN Mamahit, Sp.OG, dikaruniai 2 orang putra dan 1 orang putri yaitu Arinanda Wailan Mamahit (L, 31 th), Awandha Raspati Mamahit (L, 27 th), dan Rayinda Raumanen Mamahit (P, 21 th) dan seorang menantu Sara Ratna Qanti (P, 30 th).

Endang Rahayu Sedyaningsih akrab disapa Enny, memulai karirnya di Departemen Kesehatan sejak tahun 1990. Pada tahun 2004 diangkat sebagai pejabat fungsional dengan pangkat Peneliti Madya. Pada 26 Januari  2007, Endang dipercaya sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Jabatan sebagai peneliti Madya juga diemban pada 24 Juli 2008. Sejak 1 Agustus 2008, Endang diangkat sebagai Peneliti Utama pada Puslitbang Bio Medis dan Farmasi. Tanggal 21 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi amanat sebagai Menteri Kesehatan Periode 2009 – 2014.

Sebagai seorang peneliti, Endang Rahayu Sedyaningsih sudah dua kali memperoleh penghargaan yaitu sebagai Penulis Artikel terbaik ke-2 Badan Litbangkes tahun 2000, Presentasi Poster Terbaik ke-3 pada Conferensi Asia Pasifik ke-3 tentang Perjalanan Kesehatan. Saat menjadi Menkes, Endang Rahayu Sedyaningsih mendapat penghargaan Sulianti Award adalah penghargaan atas jasa beliau dalam hal pencegahan penyakit dan manajeman kesehatan

Banyak karya ilmiah yang sudah dihasilkan, diantaranya adalah Pengembangan Jaringan Virologi dan Epidemiologi Influenza di Indonesia (2007), Karakteristik kasus-kasus flu burung di Indonesia (Juli 2005-Mei 2006), dan Kajian penelitian sosial dan perilaku yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS di Indonesia (1997-2003).

Jenazah Ibu Endang dari RSCM akan dibawa dan disemayamkan di kediaman Jl. Pendidikan Raya III, Blok J 55, Komplek IKIP Duren Sawit Jakarta Timur pada pukul 14.00 WIB. Selanjutnya pada Kamis (3/5) pukul 06.30 jenazah diberangkatkan ke kantor Kemenkes untuk mendapatkan penghormatan terakhir pada pukul 07.00 – 09.00 WIB. Jenazah diberangkatkan ke peristirahatan terakhir di pemakaman San Diego Hills Karawang pukul 09.00 dari Kemenkes.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 021-52960661, PTRC: (kode wilayah)-500567 atau alamat e-mail: info@depkes.go.id dan kontak@depkes.go.id.

Monday, April 23, 2012

Penyakit Kulit Mematikan Mewabah di Vietnam, 19 Orang Tewas

TRIBUNNEWS.COM HANOI- Sebanyak 19 orang meninggal dunia secara misterius di Vietnam, setelah jatuh sakit, akibat penyakit kulit, yang hingga kini belum diketahui jenisnya.

Menurut pemberitaan BBC, Minggu (22/4/2012), setidaknya 170 warga Vietnam lainnya juga menderita penyakit yang sama. Pemerintah negara komunis tersebut, mengaku kewalahan mengatasi penyakit itu, dan meminta bantuan dunia internasional.

Para korban, awalnya menderita gatal-gatal di kaki, dan tangan, namun setelahnya korban bisa mengalami gangguan hati dan gagal organ. Berdasarkan pemberitaan media setempat, kasus pertama muncul di sejumlah desa pegunungan di Provinsi Quang Ngai, di Vietnam tengah, pada April hingga Desember tahun lalu.

Penyakit itu membuat warga desa ketakutan, akan tertular penyakit itu. "Ada seorang yang meninggal pada pekan lalu, namun tidak banyak yang hadir di upacara pemakaman, karena kami takut tertular," kata warga desa bernama Pham Van Khiem.

Wakil Menteri Kesehatan Nguyen Thanh Long, mengatakan pihaknya akan meminta bantuan Organisasi Kesehatan Dunia dan para pakar penyakit menular dari Amerika Serikat.

Ia melanjutkan, pihaknya sudah mengambil sejumlah langkah, untuk mengantisipasi, bertambahnya korban jiwa, akibat penyakit tersebut.

Penulis: Samuel Febrianto  |  Editor: Budi Prasetyo
Akses Tribunnews.com

Thursday, February 16, 2012

Yellow fever in Cameroon and in Ghana

Yellow fever in Cameroon

3 February 2012 - In December 2011, the Ministry of Health of Cameroon notified WHO of a yellow fever outbreak in the North Region of the country.

A total of 23 cases, including 7 deaths, have been reported to have occurred since October 2011 in Guider, Bibemi, Gaschiga, Lagdo, Mayo Oulo and Golombe districts. These cases were identified as part of the surveillance system, with fever and jaundice within the 14 days of onset.

At least 13 cases from six health districts were laboratory confirmed at the Institute Pasteur of Cameroon by IgM ELISA test, which was followed by the seroneutralizing test (PRNT), the most specific test for yellow fever, and by differential diagnostic for dengue and West Nile Virus conducted in the WHO regional reference laboratory for yellow fever, the Institute Pasteur of Dakar, Senegal.

WHO country office has been working with the government/health authorities in the outbreak field investigation to confirm the cases and assess the extent of the outbreak.

GAVI Alliance, UN Central Emergency Response Fund (CERF) and the International Coordinating Group on Yellow Fever Vaccine Provision (YF-ICG) are supporting a reactive mass vaccination campaign which aims to cover over 1.2 million people in 8 health districts considered at high risk, namely Guider, Bibemi, Gaschiga, Lagdo, Mayo Oulo, Garoua I Garoua II, and Golombe.

The vaccination campaign began on 23 January 2012, covering these 8 health districts which were not covered in the 2009 preventive mass vaccination campaign because they have no history of yellow fever outbreak or yellow fever virus circulation.

http://www.who.int/csr/don/2012_02_03/en/index.html


Yellow fever in Ghana

3 February 2012 - On 20 December 2011, the Ministry of Health of Ghana notified WHO of a yellow fever (YF) outbreak occurring in 3 districts; Builsa and Kassena-Nankana-West in the Upper East Region and Kitampo-South in the Brong Ahafo Region located in the mid-western part of the country.

A total of three laboratory-confirmed cases, including two deaths, have been detected by yellow fever surveillance, with the clinical syndrome of fever and jaundice.

The index case, reported from the Kassena-Nankana-West district, was a 12 year-old male who had been going with his father to his farm in a forest bordering Burkina Faso. Onset of symptoms occurred on 11 October 2011 and progressively got worse until he died in Sandema Hospital on 18 October 2011. District outbreak teams investigated the affected areas but found no additional cases.

A reactive campaign has been planned starting 6 February 2012, supported by the International Coordinating Group on Yellow Fever Vaccine Provision (YF-ICG) and the European Community Humanitarian Office (ECHO). Over 235 000 people in the affected districts have been targeted for vaccination, with the exclusion of pregnant women and children aged under one year.

This activity will complement the two-phased YF preventive mass campaign undertaken by the country. The first phase was conducted in November 2011 and targeted a population of 5.8 million people covering 40 districts (8 regions). A YF reactive campaign was carried out in 3 more districts. The second phase, planned for this year, seeks to target 1.7 million people spanning 17 districts.

http://www.who.int/csr/don/2012_02_03b/en/index.html

Wednesday, January 18, 2012

Silicone implants

In March 2010, Poly Implant Prothèse (PIP) silicone implants were withdrawn from the European Union (EU) market following an observed increase in implant ruptures, and confirmation of the use of substandard silicone in the manufacture of the implants by French regulator AFSSAPS (Agence Française de Sécurité Sanitaire des Produits de Santé). Regulatory authorities in other jurisdictions were also notified, leading to product withdrawal from a number of non-EU countries. PIP implants have also been sold under the trade name of M-Implants and in April 2010 the Dutch Health Care Inspectorate prohibited all trade and usage of both products in the Netherlands.
On 23 December 2011, the French authorities published a recommendation that French residents with PIP breast implants should consider having these removed as a preventive measure. Following this, other national health authorities have issued their own recommendations that have ranged from preventive removal of PIP silicone breast implants, to close monitoring and follow up of persons with these implants.
Adverse events of approved breast implants include implant rupture and leakage. While the rupture rate of PIP prostheses was observed to be higher than expected in France, rates reported by other national authorities vary.
Testing of PIP implants carried out by AFSSAPS found that the quality of implants varied, therefore increasing the risk of rupture. AFSSAPS also found that the gel containing non-approved silicone was an irritant to tissue, and when leaking could give rise to inflammation and pain.
More information is needed about the risks associated with these implants and how they compare with other implants on the market, and on product distribution, use and surveillance.
PIP and M-Implants silicone breast prostheses have been distributed to many countries around the world. Both standard and substandard silicone has been used to produce PIP implants.
Persons with PIP or M-Implant prostheses should consult their doctor or surgeon if they suspect rupture, have pain or inflammation or any other concerns. Affected persons and physicians should take note of their national health authority recommendations and act accordingly. It is, furthermore, important to consider strengthening adverse event reporting of medical devices.
Source : http://www.who.int/csr/don/2012_01_17/en/index.html

Wednesday, January 4, 2012

Yellow Fever in Senegal

The Ministry of Health in Senegal notified the WHO of three cases of yellow fever in Kédougou and Saraya Health districts, near the border with Mali and Guinea Conakry on 26 October 2011.

The index case was a 25 year-old female who developed symptoms of fever, headache and vomiting, with no history of yellow fever vaccination. She consulted the health military post of Kédougou on 23 July 2011. The case was detected as part of a surveillance project for dengue and chikungunya conducted in the region. The WHO reference laboratory for Yellow Fever at the Institut Pasteur in Dakar confirmed the case (IgM by ELISA test and Plaque Reduction Neutralization Test or PRNT) on 10 October 2011.

Two other cases - 29 year-old female and 3 year-old male - were reported on 10 and 11 August 2011. All three cases have fully recovered. An outbreak investigation team assessed the situation in the Kédougou and Saraya districts from 8 to 29 August 2011, where a total of 76 people (suspected cases and their contacts, including 10 deaths) were identified. Laboratory tests conducted showed no evidence of recent yellow fever infection among the 76 people. However, the tests (IgG) indicated that 20 of them had previously been exposed to yellow fever virus or yellow fever vaccine.

The health districts of Kédougou and Saraya benefited from a preventive mass vaccination campaign in December 2007, where the vaccination coverage was 94.9% and 94.8% respectively.

The Ministry of Health of Senegal plans to organize a vaccination campaign in mid-December 2011, targeting the non-vaccinated individuals aged nine months and above, excluding pregnant women in Kédougou, Saraya and Salémata health districts. The mass vaccination campaign aims to protect the susceptible population living in the area, which appears to have increased due to recent migration from neighboring countries. A total of 159,626 doses of vaccine from the GAVI-funded yellow fever emergency vaccine stockpile has been released by the International Coordinating Group on Yellow Fever Vaccine Provision (YF-ICG) for the campaign.

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN