Flu Meksiko: Geliat Baru Virus Influenza H1N1
Oleh dr. Tommy Dharmawan
Pada Maret, April dan Mei 2009, wabah influenza telah menyebabkan 13.398 kasus dan 95 kematian akibat strain baru dari virus influenza H1N1. Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat telah memperingatkan kemungkinan perkembangan ke arah pandemi. Pada 27 April 2009, badan kesehatan dunia World Health Organization mendeclare terjadinya PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) dan meningkatkan status kewaspadaan dari level 3 ke level 4 (maksimal level 6), karena transmisi virus dari manusia ke manusia secara berkesinambungan telah terbukti terjadi. Selanjutnya pada tanggal 30 April ditingkatkan dari level 4 ke level 5.
Awal mula munculnya strain baru ini tidak diketahui pasti tetapi kasus infeksi pada manusia pertama terjadi di dekat sebuah peternakan babi di La Gloria, Veracruz, Meksiko. Edgar Hernandez, seorang anak berusia 4 tahun, awalnya didiagnosis menderita flu biasa tetapi tes laboratorium membuktikan bahwa Edgar terkena flu babi (swine flu).
Dr. Anne Schuchat, interim Deputi Direktur CDC menyatakan virus flu Meksiko yang diisolasi dari pasien di Amerika Serikat terdiri dari empat elemen genetik virus influenza yang berbeda yaitu virus North American Mexican influenza, North American avian influenza, human influenza, dan swine influenza- "suatu campuran genetik yang tidak umum." Strain baru terbentuk dari proses reassortment virus influenza manusia dan influenza babi pada empat strain berbeda dari subtipe H1N1. Virus influenza mengalami reassortment karena ada perubahan antigenik. Oleh karena pada kasus flu Meksiko ini virus belum diisolasikan dari hewan maka sampai sekarang organisasi kesehatan hewan dunia World Organization for Animal Health (OIE) menamakan virus ini sebagai flu Meksiko.
Pandemi influenza
Ada kekhawatiran bahwa epidemic H1N1 influenza atau flu babi (Swine Flu) di Meksiko akan menjadi pandemi seperti diutarakan CDC. Pandemi influenza adalah epidemi dari virus influenza yang menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi sebagian besar populasi manusia. Berlawanan dengan epidemi flu yang berlangsung reguler, pandemi terjadi dalam waktu yang tidak beraturan. Sekurang-kurangnya terdapat tiga pandemi flu dalam satu abad terakhir yaitu flu Spanyol tahun 1918, flu Asia tahun 1959, dan flu Hong Kong tahun 1968.
Flu Spanyol tahun 1918 adalah pandemi influenza yang menyebar hampir ke seluruh dunia. Kejadian ini disebabkan oleh virus Influenza A subtipe H1N1 yang sangat virulen. Data sejarah dan epidemiologi kurang adekuat untuk dapat mengidentifikasi asal virus ini tetapi Sekutu pada Perang Dunia I menyebutnya sebagai flu Spanyol karena kejadian ini baru mendapat perhatian besar dari pers ketika virus ini mulai menyerang Spanyol pada November 1918. Pandemi terjadi dari bulan Maret 1918 sampai Juni 1920 menyebar dari Arktik sampai pulau Samoa di samudera Pasifik. Diestimasikan terdapat 20 sampai 100 juta orang meninggal di seluruh dunia karena virus ini.
Strain baru influenza
Pandemi influenza terjadi ketika strain baru virus influenza mengalami transmisi dari hewan ke manusia. Hewan yang berperan penting dalam transmisi strain baru virus ke manusia antara lain babi, ayam dan bebek. Strain baru ini tidak terpengaruh oleh sistem imunitas tubuh yang sudah ada sehingga akibatnya dapat menginfeksi banyak populasi manusia secara cepat.
Influenza adalah penyakit infeksi pada burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus H1N1 adalah subtipe virus influenza A dan penyebab utama influenza pada manusia. Beberapa strain H1N1 endemik pada manusia sementara beberapa strain lainnya endemik pada babi dan burung. Virus influenza memiliki angka mutasi yang tinggi yang merupakan karakteristik virus RNA. Kemampuan strain virus influenza untuk memilih inangnya adalah karena adanya variasi pada gen hemagglutinin. Mutasi pada gen hemaglutinin akan menyebabkan substitusi satu asam amino yang secara signifikan mengubah kemampuan protein hemaglutinin virus untuk mengikat reseptor pada permukaan sel inang. Mutasi inilah yang dapat mengubah virus influenza dari non virulen menjadi sangat virulen ke manusia.
Manifestasi klinis
Menurut CDC, gejala flu Meksiko atau flu babi serupa dengan gejala influenza pada umumnya. Gejalanya meliputi demam, batuk, nyeri tenggorok, nyeri otot, sakit kepala, menggigil, dan rasa lelah. Pada beberapa kasus terdapat gejala diare dan muntah. Pada flu Spanyol tahun 1918 bahkan gejalanya menyerupai penyakit dengue, kolera, dan typhoid sehingga sering sekali terjadi misdiagnosis. Karena gejalanya yang tidak spesifik maka untuk menegakkan diagnosis flu Meksiko diperlukan riwayat kontak dengan penderita flu Meksiko yang sudah terkonfirmasi. CDC Amerika Serikat bahkan menyarankan dokter di wilayah Amerika Serikat untuk mempertimbangkan diagnosis infeksi flu Meksiko atau flu babi pada pasien dengan gejala infeksi saluran nafas atas disertai demam yang mengalami kontak dengan penderita yang sudah dikonfirmasi menderita flu babi atau kontak dengan pasien flu babi di 5 negara bagian di Amerika Serikat atau riwayat bepergian ke Meksiko dalam kurun waktu tujuh hari sebelum muncul gejala flu. Diagnosis harus selalu dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium dari sampel saluran nafas seperti apusan hidung atau tenggorok.
Rute infeksi di manusia
Kesimpulan dari beberapa penelitian menyatakan bahwa angka kematian yang besar pada flu Meksiko terjadi karena adanya badai sitokin di tubuh akibat dari sistem kekebalan tubuh yang sangat bereaksi terhadap virus sehingga malah menghancurkan tubuh. Hal tersebut menjelaskan pertanyaan mengapa infeksi sebagian besar terjadi pada orang usia muda dan sehat. Hal tersebut karena orang usia muda dan sehatlah yang memiliki kekebalan tubuh yang baik sebelum terjadi infeksi sehingga memiliki kecenderungan mengalami reaksi berlebihan terhadap virus. Umumnya, virus influenza ditransmisikan dari manusia yang terinfeksi melalui udara saat batuk atau bersin sehingga droplet berisi virus keluar atau bisa ditransmisikan dari unggas yang terinfeksi melalui fesesnya. Influenza juga ditransmisikan melalu air ludah, ingus, feses, dan darah. Infeksi terjadi ketika hemaglutinin virus influenza menyentuh permukaan epitel tubuh terutama yang mempunyai reseptor virus seperti di hidung, tenggorok, dan saluran nafas. Virus flu dapat tetap infeksius selama satu minggu pada suhu tubuh manusia dan bertahan 30 hari pada suhu 0°C. Beberapa strain virus influenza dapat dengan mudah diinaktivasi oleh disinfektan dan deterjen.
Solusi untuk pencegahan dan terapi
Pencegahan dari flu Meksiko atau flu babi terdiri dari tiga komponen yaitu pencegahan pada hewan, pencegahan transmisi hewan ke manusia, dan pencegahan transmisi antar manusia. Pencegahan pada hewan termasuk pemberian vaksin pada hewan yang terbukti sangat ampuh jika strain virus dalam vaksin cocok dengan strain virus di lingkungan sehingga memiliki efek proteksi silang yang signifikan.
Kasus transmisi virus influenza dari hewan ke manusia yang bekerja di peternakan babi ditemukan pada sebuah penelitian tahun 2004 oleh University of Iowa. Pekerja di peternakan babi dan unggas memiliki risiko tinggi untuk terkena transmisi virus dari hewan dan proses reassortment dapat terjadi. Vaksinasi influenza sering diberikan pada pekerja peternakan di negara maju tapi ternyata vaksin tersebut tidak memiliki efek proteksi karena perbedaan antigen yang besar.
Rekomendasi untuk mencegah penyebaran virus antar manusia termasuk penggunaan protokol standar pengawasan infeksi influenza. Termasuk tindakan mencuci tangan sesering mungkin terutama jika setelah bepergian ke luar rumah. Tindakan mencuci tangan dapat menggunakan sabun, air, atau alkohol. Virus influenza ternyata tidak hanya dapat menyebar melalui droplet tetapi dapat juga ditransmisikan melalui jari tangan ke mulut, hidung, atau mata. Pada kasus pandemi, WHO merekomendasikan empat langkah untuk mengurangi penyebaran virus yaitu isolasi dan terapi segera pada penderita baik yang baru dicurigai maupun sudah terbukti menderita flu babi, karantina bagi rumah tangga yang mengalami kontak dengan penderita, meliburkan sekolah dan merubah jam kerja, serta menunda pertemuan yang bersifat masal.
Obat antivirus terutama inhibitor neuraminidase terbukti efektif dalam mengatasi flu babi. CDC merekomendasikan penggunaan oseltamivir dan zanamivir untuk mencegah resistensi. Amantadine dan rimantadine tidak digunakan karena dari sampel pasien flu Meksiko terbukti bahwa virus pada flu babi resisten terhadap amantadine dan rimantadine. Tetapi, sebagian besar pasien sembuh sempurna tanpa memerlukan obat antivirus.
Belajar dari avian flu
Indonesia memiliki pengalaman menangani avian flu. Pengalaman seperti tidak ada lagi keterlambatan dalam deteksi, pencanangan gerakan nasional, persiapan rumah sakit rujukan, melakukan cegah tangkal terhadap penderita dari negara terinfeksi flu babi, program kampanye kesadaran masyarakat, dan pembuatan peraturan untuk menyokong program pencegahan dapat membuat rakyat Indonesia sadar dan siap untuk menghadapi penyakit ini. Program pencegahan flu babi harus dibuat segera. Fokus program harus pada memaksimalkan cakupan deteksi dini dan pusat pelayanan yang siaga. Mortalitas dapat dicegah jika program pencegahan diletakkan pada pilar pertama. Ini adalah kesempatan besar bagi pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari ancaman penyakit mematikan. Bukankah pencegahan selalu lebih baik?
Penulis adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sumber : http://idionline.org/artikel/328#main-Content