Shalat Berjamaah Penderita Penyakit Menular
Ketua Komisi Fatwa MUI Sumut Dr Ramlan Yusuf Rangkuti, MA menegaskan, haram bagi penderita penyakit menular seperti tuberkulosis (TB) atau lainnya shalat berjamaah jika ada larangan dokter ahli menyatakan yang bersangkutan tidak boleh lagi berkomunikasi dengan orang lain.
"Namun, untuk menyatakan sampai pada tingkat haram harus melalui penelitian sejauh mana proses dan dampak dari penyakit itu bisa menular kepada orang lain," kata Rangkuti di kantor MUI Sumut Jalan Majelis Ulama/KarakatauMedan , Senin (24/3).Dia diminta mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan jumlah kematian akibat penyakit TB masih tinggi.
Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2008 menyebutkan jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai 88.113 orang. Sementara jumlah kasus TB adalah 534.439 orang (Waspada, 24/3). Mengingat hal itu, lanjut Rangkuti, Komisi Fatwa MUI belum bisa mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi penderita TB untuk ikut shalat berjamaah. Sebelum mengetahui sejauh mana tingkat daruratnya.
Untuk itu, dokter ahli harus menguraikan secara rinci proses penyebarannya, dan bagaimana dampak serta tingkat kematian akibat TB, sehingga dapat diketahui sejauh mana pula tingkat kedaruratannya, kata Rangkuti. "Dalam Islam, shalat berjamaah hukumnya adalah sunat muakat dan fardhu kifayah, kecuali shalat Jumat adalah wajib.
Namun, jika dalam keadaan darurat sebagai mana ditentukan agama, yang bersangkutan gugur kewajibannya termasuk shalat Jumat dan menggantinya dengan shalat zuhur." Islam, lanjutnya, menganjurkan kita wajib berusaha menghindar dari penyakit menular. Umpamanya, jika di suatu kampung ada penyakit menular jangan pergi agar tidak menyebar. Sebaliknya, yang dari luar jangan masuk ke kampung itu, sebut Rangkuti.
Khalifah Umar Ibnu Khatab ra menjawab pertanyaan seseorang tentang penyangkit menular yang Dia juga ikut menghindari diri, kata Rangkuti, Umar menyatakan, lari dari takdir yang satu masuk ke takdir yang lain. Artinya, ke manapun kita lari tetap berada dalam takdir Allah Swt, tapi bukan dalam lingkaran penyakit menular.
Rangkuti juga menyebutkan, ada dua aliran dalam pandangan Islam menghadapi penyakit menular ini. Pertama, aliran Jabariyah yakni, mereka yang sama sekali menyerahkan diri kepada Allah Swt tidak punya usaha untuk menghindar.
Aliran Jabariyah ini meyakini sepenuhnya semua itu sudah menjadi takdir Allah Swt, sehingga ke manapun lari dan apa pun usaha yang dilakukan menjadi sia-sia dan tetap akan kena penyakit menular itu. Aliran ini juga disebut fatisme, artinya menyerah tanpa usaha.
Sedang aliran kedua adalah As Ariyah atau Allusunnah Waljamaah. Aliran ini, memahami bahwa kita memang harus menyerahkan diri semua kepada Allah Swt, tetapi wajib berusaha mengatasi masalah tersebut secara maksimal yang akhirnya juga berserah kepada Allah Swt.
Rangkuti juga menyebutkan, Komisi Fatwa MUI baru akan mengeluarkan fawat jika saja ada permohonan elemen masyarakat. Namun, hal itu bisa saja dilakukan tanpa permohonan jika dipandang perlu dan mendesak.
Sedang Dr H Ramli Abdul Wahid, MA menegaskan, tidak ditemui dalam literatur Islam orang sakit atau terkena TB dilarang ikut shalat berjamaah. Prinsipnya, kata Ramli, penderita TB boleh ikut shalat berjamaah sepanjang tidak ada larangan dokter ahli. Namun, sebaiknya yang bersangkutan menghindari diri dari jamaah agar tidak menular kepada orang lain. (m14)
(wns)
"Namun, untuk menyatakan sampai pada tingkat haram harus melalui penelitian sejauh mana proses dan dampak dari penyakit itu bisa menular kepada orang lain," kata Rangkuti di kantor MUI Sumut Jalan Majelis Ulama/Karakatau
Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2008 menyebutkan jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai 88.113 orang. Sementara jumlah kasus TB adalah 534.439 orang (Waspada, 24/3). Mengingat hal itu, lanjut Rangkuti, Komisi Fatwa MUI belum bisa mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi penderita TB untuk ikut shalat berjamaah. Sebelum mengetahui sejauh mana tingkat daruratnya.
Untuk itu, dokter ahli harus menguraikan secara rinci proses penyebarannya, dan bagaimana dampak serta tingkat kematian akibat TB, sehingga dapat diketahui sejauh mana pula tingkat kedaruratannya, kata Rangkuti. "Dalam Islam, shalat berjamaah hukumnya adalah sunat muakat dan fardhu kifayah, kecuali shalat Jumat adalah wajib.
Namun, jika dalam keadaan darurat sebagai mana ditentukan agama, yang bersangkutan gugur kewajibannya termasuk shalat Jumat dan menggantinya dengan shalat zuhur." Islam, lanjutnya, menganjurkan kita wajib berusaha menghindar dari penyakit menular. Umpamanya, jika di suatu kampung ada penyakit menular jangan pergi agar tidak menyebar. Sebaliknya, yang dari luar jangan masuk ke kampung itu, sebut Rangkuti.
Khalifah Umar Ibnu Khatab ra menjawab pertanyaan seseorang tentang penyangkit menular yang Dia juga ikut menghindari diri, kata Rangkuti, Umar menyatakan, lari dari takdir yang satu masuk ke takdir yang lain. Artinya, ke manapun kita lari tetap berada dalam takdir Allah Swt, tapi bukan dalam lingkaran penyakit menular.
Rangkuti juga menyebutkan, ada dua aliran dalam pandangan Islam menghadapi penyakit menular ini. Pertama, aliran Jabariyah yakni, mereka yang sama sekali menyerahkan diri kepada Allah Swt tidak punya usaha untuk menghindar.
Aliran Jabariyah ini meyakini sepenuhnya semua itu sudah menjadi takdir Allah Swt, sehingga ke manapun lari dan apa pun usaha yang dilakukan menjadi sia-sia dan tetap akan kena penyakit menular itu. Aliran ini juga disebut fatisme, artinya menyerah tanpa usaha.
Sedang aliran kedua adalah As Ariyah atau Allusunnah Waljamaah. Aliran ini, memahami bahwa kita memang harus menyerahkan diri semua kepada Allah Swt, tetapi wajib berusaha mengatasi masalah tersebut secara maksimal yang akhirnya juga berserah kepada Allah Swt.
Rangkuti juga menyebutkan, Komisi Fatwa MUI baru akan mengeluarkan fawat jika saja ada permohonan elemen masyarakat. Namun, hal itu bisa saja dilakukan tanpa permohonan jika dipandang perlu dan mendesak.
Sedang Dr H Ramli Abdul Wahid, MA menegaskan, tidak ditemui dalam literatur Islam orang sakit atau terkena TB dilarang ikut shalat berjamaah. Prinsipnya, kata Ramli, penderita TB boleh ikut shalat berjamaah sepanjang tidak ada larangan dokter ahli. Namun, sebaiknya yang bersangkutan menghindari diri dari jamaah agar tidak menular kepada orang lain. (m14)
(wns)