SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Friday, May 14, 2010

WHO Ingatkan Hati-hati ke Afrika Selatan

Jenewa (ANTARA News) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu 12/5/2010, menyarankan para pelancong ke Afrika Selatan agar berhati-hati terhadap gigitan serangga dan kontak dengan daging mentah, setelah wabah demam Lembah Rift menewaskan 18 orang.
"WHO tak menyatakan pembatasan perjalanan internasional ke atau dari Afrika Selatan," kata lembaga itu di dalam satu pernyataan yang disiarkan di jejaringnya seperti dilaporkan AFP."Namun, WHO menyarankan pelancong ke Afrika Selatan, terutama mereka yang bermaksud mengunjungi pertanian dan/atau tempat pertandingan, menghindari kontak dengan darah atau jaringan hewan, menghindari meminum air yang belum dimasak atau memakan daging yang belum dimasak atau memakan daging mentah," katanya.
"Semua pelancong melalui udara mesti melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan serangan lain penghisap darah," katanya.
Demam Lembah Rift (RVF) adalah penyakit virus pada hewan ternak seperti sapi, kambing dan unta, tapi juga dapat menyerang manusia melalui kontak langsung dan tak langsung dengan organ atau darah hewan yang tertular."Penularan pada manusia juga bisa disebabkan oleh gigitan nyamuk yang tertular," kata WHO.
Saran perjalanan tersebut disiarkan hanya beberapa pekan sebelum pertandingan sepak bola Piala Dunia, ketika ribuan pendukung klub sepak bola diperkirakan mengunjungi Afrika Selatan.
Kebanyakan kasus penyakit itu pada manusia, yang lazim terjadi di Afrika utara dan timur, ringan, demikian catatan WHO. Tetapi kasus tersebut telah mematikan pada rata-rata kurang dari satu persen kasus, dengan suatu bentuk pendarahan yang lebih parah.
Pernyataan tersebut mengatakan pemerintah Afrika Selatan telah mengkonfirmasi 186 kasus demam virus itu pada manusia sampai 10 Mei, termasuk 18 kematian, di lima provinsi: Free State, Eastern, Western dan Northern Cape, serta North West Province.
Belum ada penjelasan kapan wabah itu mulai terjadi.WHO menyatakan dugaan kasus pertama pada seorang wisatawan Jerman, yang jatuh sakit pada 7 April, setelah ia mengunjungi tempat pertaningan dan daerah pedesaan, telah dikesampingkan oleh pemeriksaan laboratorium.
"Profesional medis perjalanan dan layanan medis perjalanan mesti menyadari situasi RVF saat ini di Afrika Selatan agar dapat memberi saran dan perawatan yang sesuai," kata badan kesehatan PBB itu.
Sumber : http://m.antaranews.com

Tuesday, May 11, 2010

Harapan Baru Pengembangan Vaksin AIDS

Senin, 10 Mei 2010 10:42 WIB


NEWYORK, KOMPAS.com - Para ilmuwan di Amerika Serikat mengklaim bahwa mereka telah mulai memahami suatu mekanisme perlindungan alami yang dimiliki tubuh seseorang terhadap HIV. Penemuan yang dipublikasikan dalam jurnal Nature ini menjadi kabar baik, karena dapat memberi petunjuk baru bagi terciptanya sejenis vaksin AIDS yang efektif di masa depan.
Menurut hasil riset, ada beberapa individu yang tubuhnya menunjukkan respon sangat lambat ketika terinfeksi sehingga membuat sel-sel darah putihnya lebih tangguh dalah melawan virus. Temuan ini berkaitan dengan elite controller yakni sekelompok pasien yang terinfeksi HIV, tetapi perkembangan penyakitnya hingga menjadi AIDS sangat lambat, atau bahkan tidak mengidapnya sama sekali.
Pada akhir 1990-an, terungkap bahwa para pasien ini - sekitar satu dari 200 orang terinfeksi HIV - memiliki gen yang spesifik yang disebut HLA B57. Para ahli dipimpin oleh Professor Arup Chakraborty dan Professor Bruce Walker, menemukan bahwa gen ini menyebabkan tubuh menghasilkan sel-sel T potensial - sejenis sel darah putih yang dapat melawan infeksi.
Sel ini bukan hanya membantu pasien dalam menghambat perkembangan virus, tetapi juga membuat rentan terhadap penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh dapat menjadi aktif dengan sendirinya. Para peneliti dari MIT dan Harvard ini yakin, vaksin ini akan terwujud dalam satu satu dekade mendatang.

Monday, May 3, 2010

Virus Purba yang Terjebak Dalam Es

New York, Pernahkah terpikir kenapa pemanasan global membuat banyak penyakit kian bermunculan? Salah satu yang ditemukan peneliti adalah karena virus purba yang terjebak dalam es yang ada di kutub selama jutaan tahun mulai bergerak setelah es mencair.
Penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Bowling Green State University, Syracuse University dan State University of New York yang dilakukan pada tahun 2004 memunculkan dugaan baru efek dari mencairnya es di kutub atau gletser.Seperti dilansir dari MedicalHypotheses, Minggu (2/5/2010) peneliti menduga virus yang terjebak di gunung-gunung es, kutub atau gletser selama jutaan tahun bisa mencair jika pemanasan global berlanjut.
Virus purba itu awet di dalam es karena proses pembekuan meningkatkan daya tahannya. Setidaknya ada seratus triliun mikroorganisme berupa bakteri, virus, jamur dan mikroba yang terperangkap di gunung-gunung es. Virus polio, influenza, cacar dan calcivirus (virus yang bikin diare) adalah virus-virus yan bisa bertahan lama dalam es.
Profesor William T Stamer yang merupakan salah satu tim peneliti dari Syracuse University mengatakan mikroorganisme bergerak melalui angin. Mikroba dapat keluar dari atmosfer atau masuk ke dalam kabut, hujan es atau salju yang kemudian bisa jatuh ke dalam danau, sungai, lautan, tanah atau gletser. Ketika mikroba itu masuk ke dalam lingkungan es seperti gletser atau daerah bersalju, mikroba mampu bertahan dalam pembekuan selama jutaan tahun.
Begitu terjadi lelehan es, virus purba ini akan terbebas dan bergerak mengikuti aliran air es tersebut. Yang ditakutkan peneliti, saat virus purba ini bertemu dengan virus yang hidup di zaman moderen akan mengalami mutasi atau genom daur ulang.
Seperti contoh virus influenza yang merebak beberapa tahun belakangan ternyata sudah ada sejak lama. Kasus merebaknya virus flu H1N1 (flu babi) ditemukan tahun 1918 yang mengakibatkan kematian hingga jutaan orang."Hilangnya virus influenza kemudian muncul lagi membuat dugaan virus itu bertahan hidup di dalam es yang menunggu pembebasan ketika es mencair lalu timbul lagi," kata Profesor William T Stamer.
Namun penelitian tersebut masih perlu pembuktian lebih lanjut. Seperti dikatakan ahli virus David Onions dari Glasgow University yang dilansir dari Independent. David ragu virus purba yang lama terkubur masih memiliki vitalitas atau kemampuan yang kuat dan berbahaya.
"Beberapa kelompok virus memang bisa bertahan lama dalam es, tapi apakah virus itu akan menular atau berbahaya itu pertanyaan lain," kata David.
Yang jelas peneliti mengingatkan dampak pemanasan global yang membuat es-es mencair memang menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.

Friday, April 30, 2010

7TH INTERNATIONAL MINISTERIAL CONFERENCE DI HANOI BAHAS KESEHATAN MANUSIA, HEWAN DAN LINGKUNGAN

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mewakili Menteri Kesehatan menghadiri pertemuan 7th International Ministerial Conference on “Animal and Pandemic Influenza: The Way Forward”, di Hanoi, Vietnam tanggal 20-21 April 2010. Pertemuan dibuka Deputi Perdana Menteri Vietnam. Dari Asean, selain dari Indonesia juga hadir Menteri Kesehatan Vietnam, Brunei, Laos dan Myanmar. Delegasi RI (Delri) terdiri dari Kementerian Kesehatan diwakili Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dirjen Peternakan dan Deputi 3 Menko Kesra.

Saat pra pertemuan teknis pejabat tinggi, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian menyampaikan presentasi mewakili delegasi RI. Pertemuan ini antara lain membahas pengalaman Indonesia dalam menanggulangi penyakit Flu Burung (H5N1) berguna bagi penanganan berbagai penyakit/ pandemic yang akan datang. Momentum ini perlu terus dijaga, demikian juga political commitment dan pendanaan. Juga pentingnya kerjasama intersektoral, keterlibatan sektor swasta dan kerjasama antar negara serta penggunaan istilah One Health sebagai pengganti One World One Health (OWOH) yang meliputi 3 sektor yaitu Human Health, Animal Health and Environmental Health.

Di sela-sela pertemuan, dr. Thandra Yoga Aditama melakukan pertemuan dengan CAREID –Canada untuk menjajagi kemungkinan kerjasama dalam bentuk pendampingan teknis dan pelatihan di bidang surveilans dan outbreak response, kesiapan menghadapi pandemic dan jejaring kerja laboratorium. Kegiatan ini dilakukan di lima Negara Asean yaitu Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam dan Filipina.

Menurut dr. Tjandra Yoga, pembicaran lebih lanjut dengan CAREID-Canada akan dilanjutkan di Kedutaan Besar Canada di Jakarta, meliputi aspek kerjasamadan materi yang mungkin dicakup oleh Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemkes RI.

Sumber : www.depkes.go.id

Wednesday, April 28, 2010

Setahun Epidemi H1N1 : Pelajaran Berharga dari Flu Babi

Setahun lalu, dunia dihebohkan dengan epidemi virus H1N1 atau yang lebih dikenal dengan flu babi. Setahun perjalanannya, apakah dunia mendapatkan pelajaran?

Setahun lalu, Kepala Pengawasan Flu di Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), Lyn Finelli, mengumpulkan timnya dan mengatakan agar mereka bersiap menghadapi yang terburuk.

Finelly berkata, epidemi flu sedang terbentuk yang disebabkan oleh virus yang belum pernah dilihat manusia sebelumnya. Ia menyebutkan, petugas kesehatan di Meksiko sudah mulai tertular.

“Kami semua ketakutan, karena mengetahui dengan pasti seperti apa dampak virus mematikan lainnya seperti SARS dan Ebola. Ketika petugas kesehatan juga jatuh sakit, maka kita akan tahu seperti apa penularan dan berbahanya sebuah virus,” paparnya, kemarin.

Setahun berlalu, sejak para ahli melacak keberadaan virus H1N1. Penyakit ini sudah mencapai titik tertingginya dan telah turun sejak itu. CDC dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengatasinya, sejak mulai menyebar dari Meksiko, ke Amerika dan bahkan menyebrang ke Eropa.

“Rencana dan persiapan memang sempurna, hingga virus memodifikasi dirinya dan beradaptasi dengan kondisi baru,” kata plt Direkrut CDC Richard Besser. Hal ini diamini Kepala Persiapan Flu CDC, Stephen Redd, yang mencontohkan penyebaran flu burung (H5N1).

Virus itu terbentuk pertama di Hong Kong pada 1997. Kemudian menyebar melalui burung ke Mesir, Indonesia dan Vietnam. Pandemi H1N1 berasal dari babi dan tak ada yang mengetahui secara persis bagaimana terbentuknya, serta secara cepat menyebar dari manusia ke manusia di Meksiko.

H1N1 sekian lama menyebar dari babi ke babi, namun berevolusi selama 10 tahun hingga akhirnya menjangkiti seorang yang dekat dengan peternakan babi di negara itu. Tak ada yang tahu bagaimana evolusi virus itu terjadi, maupun lokasinya.

WHO sempat menaikkan status kewaspadaan virus H1N1 ke level 5 atau setingkat di bawah level tertinggi (epidemi). Flu babi langsung menjadi sebuah berita besar.

Hingga Selasa (27/4), berdasarkan penghitungan situs flucount.org, terdapat 1.483.520 kasus H1N1 dengan 25.174 kematian. Negara yang paling banyak mencatatkan kasus flu babi adalah Jerman dengan 222.006 kasus. Kemudian Portugal, 166.922 kasus dan China, 120.940 kasus.

Lalu apakah dunia sudah belajar dari kasus H1N1 sepanjang tahun lalu? Ada beberapa yang bisa dipetik. Seperti penggunaan warning yang harus lebih diwaspadai lagi.

Jika tidak tepat sasaran, malah menebarkan kepanikan ke seluruh dunia yang sama sekali tak ada gunanya. Keputusan WHO bisa dibilang sedikit berlebihan, meski tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

Namun begitu, ada baiknya bereaksi berlebihan ketimbang kurang siaga. Seperti para ahli yang menyadari sifat virus yang sulit ditebak, mereka langsung mempersiapkan vaksin H1N1. Sehingga potensi mematikan pada virus itu berkurang.

Demikian pula sikap pemerintah yang agak sedikit pelit terhadap vaksin. Ketika rakyat yang panik menjerit minta vaksin kepada pemerintah, tak ada yang memperolehnya jika tak benar-benar terdesak. Hal ini sangat baik untuk manajemen stok dan mengendalikan rakyat.

Merebaknya flu babi juga membuat masyarakat waspada dengan perawatan binatang yang menjadi asal-usulnya. Manfaatnya terlihat, karena jumlah virus yang berkembang biak juga menurun.

Terpenting, semua menyadari bahwa pemerintah tak bisa melakukan ini sendiri. Peran serta rakyat sangat penting untuk mencegah terjadinya pandemi. Terutama di masa seperti ini, ketika musim panas tiba dan siklus flu segera dimulai. [mdr]

Sumber : INILAH.COM

Malaria Jadi Ancaman Terbesar Bagi Masyarakat Indonesia

Gorontalo (ANTARA News) - Penyakit malaria menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat yang ada di negara-negara tropis termasuk Indonesia.
Dalam sambutannya yang disampaikan oleh Wali kota Gorontalo, Adhan Dambea, Menteri kesehatan mengatakan, ancaman malaria sangat berpengaruh pada tingginya angka kesakitan dan bahkan kematian bayi, anak balita, ibu hamil.
"Menurut laporan dari WHO, penderita malaria di dunia yang tercatat sampai dengan tahun 2007 berjumlah 500 juta, dan yang meninggal tercatat sebanyak 1 juta penduduk, data ini menunjukkan kepada kita bahwa malaria merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat," ujarnya, Selasa.
Dia menjelaskan, penyakit malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis. Penyakit tersebut semula banyak ditemukan di daerah rawa-rawa dan dikira disebabkan oleh udara rawa yang buruk.
"Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut," jelasnya.
Dia menambahkan, pada tanggal 25 April 2007 silam, seluruh anggota WHO menyatakan komitmennya untuk memberantas malaria sampai titik eliminasi."Oleh karena itu, tanggal tersebut dijadikan tonggak sejarah, dan ditetapkan sebagai hari peringatan malaria sedunia," tambahnya.
Dia menghimbau kepada semua pelaku pembangunan harus mendukung dan berperan aktif. Serta peran masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan, merupakan unsur penting yang selalu harus dilibatkan dalam eliminasi malaria.
http://www.antaranews.com/berita/1272405005/malaria-jadi-ancaman-terbesar-bagi-masyarakat-indonesia

Benarkah Virus Demam Berdarah Bermutasi?

Jakarta, 27/4/2010

Belakangan ini muncul kabar-kabar lewat email dan SMS yang menyebutkan penyakit Demam berdarah dengue (DBD) mengalami mutasi yang ditandai dengan tidak munculnya gejala-gejala seperti biasa. Benarkah virus DBD bermutasi? Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengeu yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Virus dengeu memiliki empat serotype (klasifikasi virus), yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Keempat serotype dengue ditemukan di Indonesia, DENV-2 dan DENV-3 merupakan serotype yang dominan.
"Virus memang memiliki kemungkinan bermutasi, biasanya yang paling sering adalah virus influenza. Tapi untuk mengetahui mutasi virus dengeu, perlu juga dilihat dari genotype-nya," ujar Dr Tri Yunus Miko, M.Sc yang juga dosen epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia saat dihubungi detikHealth, Selasa (27/4/2010).
Sayangnya, menurut Dr Tri, kurangnya penelitian mengenai genotype di Indonesia membuat publik kekurangan informasi dan belum bisa menentukan apakah virus itu benar-benar bermutasi.
Dr Tri sendiri hanya menanggapi enteng isu yang menyebutkan bahwa mutasi virus DBD tidak menampakkan gejala umum DB, yaitu tidak ada demam tinggi, tidak ada bintik-bintik merah, penderita hanya merasa sedikit meriang dan batuk-batuk, sehingga hampir tiap penderita menganggapnya sebagai flu biasa.
Menurutnya, gejala-gejala seperti itu adalah gejala yang disebabkan oleh virus dengeu DENV-1, dan bukan karena virus tersebut mengalami mutasi. Penderita DBD mengalami gejala seperti timbulnya bintik-bintik merah atau demam tinggi adalah karena orang tersebut terinfeksi ulang virus dengeu dengan seritype yang berbeda.
Komplikasi DBD;
Nah, untuk kasus-kasus tertentu, DBD bisa sangat mematikan bahkan dengan waktu yang sangat singkat. Misalnya DBD yang menyerang penderita diabetes atau ginjal."Pada kondisi tertentu demam berdarah bisa tidak tertolong lagi seperti mengalami pendarahan yang banyak, trombosit semakin turun serta mengalami shock (pembuluh darah yang mengempes)," ujar dr Kasim Rasjidi, SpPD-KKV, DTM&H, MCMT, MHA, SpJP, FIHA saat dihubungi detikHealth.
dr Kasim menuturkan jika pasien memiliki penyakit diabetes maka kondisinya bisa memburuk saat terkena DBD. Karena tubuh penderita diabetes sudah terinfeksi maka ketika terkena DBD akan memicu gula darah meningkat.Akibatnya cairan dalam tubuh bisa tertarik keluar sehingga tubuh semakin kekurangan cairan. Cairan dalam tubuh yang semakin menurun bisa mengakibatkan turunnya jumlah trombosit.
Maka itu dia menyarankan jika seseorang sudah merasa badannya tidak enak sebaiknya segera minum air putih yang banyak usahakan 2 liter air per hari yang harus dikonsumsi terpenuhi.Bagi orang yang memiliki riwayat penyakit diabetes atau ginjal, sebaiknya asupan air lebih banyak dibandingkan dengan orang yang normal. Karena jumlah cairan yang terpenuhi dapat mencegah terjadinya penurunan trombosit serta bisa dijadikan sebagai pertolongan pertama.
DBD yang menyerang penderita diabetes atau ginjal memang akan jauh lebih buruk dibandingkan dengan DBD yang menyerang orang normal. Hal inilah yang mungkin memicu adanya isu bahwa virus yang menyebab DBD telah mengalami mutasi, karena masa inkubasinya lebih cepat daripada DBD pada umumnya.

Tuesday, March 30, 2010

Hari Kesehatan Sedunia Bertema "Urbanisasi dan Kesehatan"

Jakarta (ANTARA News) - Hari Kesehatan Sedunia (HKS) yang diperingati setiap tanggal 7 April akan bertemakan "Urbanisasi dan Kesehatan" karena urbanisasi sangat besar pengaruhnya baik terhadap kesehatan global maupun kesehatan individu.
Siaran pers Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa, menyebutkan, di Indonesia tema ini akan disubtemakan menjadi "Kota Sehat, Warga Sehat" dengan slogan "1.000 Kota, 1.000 Kehidupan".
Sub Tema "Kota Sehat, Warga Sehat" dipilih karena kebijakan kota sehat telah berjalan di Indonesia, tetapi masih ditemukan kendala yaitu penyediaan air minum dan sanitasi lingkungan. Untuk mengatasinya, diperlukan komitmen dari semua pemangku kepentingan dan komponen masyarakat untuk mewujudkan kota sehat yang sekaligus berdampak pada peningkatan kesehatan warganya.
Slogan 1.000 Kota mempunyai makna suatu ajakan atau motivasi agar lebih dari 1.000 kota berikut pimpinan/penentu kebijakan berpartisipasi dalam kegiatan peringatan HKS ke-62. Sedangkan 1.000 Kehidupan mempunyai makna adanya penggerak/pahlawan yang melakukan aktivitas meningkatkan kesehatan di lingkungan kehidupannya.
Peringatan HKS ke-62 di Indonesia di tingkat Nasional, acara puncaknya akan diselenggarakan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, yang akan dihadiri antara lain oleh para menteri dan perwakilan WHO.
Sementara di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota peringatan HKS ke-62 diperingati dengan berbagai kegiatan, misalnya pemberlakuan Hari Tanpa Kendaraan Bermotor di jalan-jalan utama, perluasan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah, pelayanan kesehatan, tempat kerja dan tempat umum lainnya seperti restoran dan tempat ibadah.

Pembentukan Komnas Zoonosis Disepakati

JAKARTA--MI: Dalam Rakor yang membahas tindak lanjut Komnas Flu Burung dan Pengendalian Influenza (FBPI), Selasa (23/3), Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono beserta peserta rapat lainnya menyetujui adanya pembentukan Komnas Zoonosis untuk memperluas kerja Komnas FBPI yang masa tugasnya berakhir beberapa waktu lalu.
"Saya setuju jika ini diteruskan, dan semua juga menyepakatinya. Penyakit-penyakit yang berasal dari binatang seperti unggas, tikus, dan kelelawar sangat berbahaya, apalagi jika sudah menyangkut manusia. Komnas Zoonosis menangani masalah yang berkaitan dengan penyakit-penyakit yang berasal dari binatang, baik antar binatang maupun dari binatang ke manusia," ujar Agung Laksono.
Komnas Zoonosis yang nantinya akan diketuai oleh Menko Kesra bertugas melakukan pengendalian yang bersifat kordinasi. Misalnya, ada bencana yang berkaitan dengan zoonosis, maka Komnas Zoonosis yang akan bergerak. Selain itu, Komnas Zoonosis juga bertugas untuk melakukan pencegahan, pengendalian dan promosi.
"Melalui promosi, kita bisa memberikan informasi mengenai bagaimana cara mencegah penyakit zoonosis, misalnya saja dengan mencuci tangan sebelum makan dan bagaimana cara hidup sehat," tambah Agung. Komnas Zoonosis penting dibentuk sebagai usaha untuk mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh zoonosis.
Hal ini juga diungkapkan oleh Ketua Pelaksana FBPI Bayu Krisna Mukti. "Kuncinya adalah pengendalian dan pencegahan. Untuk pencegahan, masyarakat harus memiliki pengetahuan yang cukup, paling tidak mereka tahu bagaimana cara menjaga kebersihan," kata Bayu.
Menurutnya, dampak dari penyakit yang berasal dari hewan unggas, tikus, dan kelelawar tidak hanya pada kesehatan dan kematian, tetapi juga pada perekonomian dan pertanian. "Seperti kasus rabies di Bali, itu memengaruhi jumlah wisatawan yang datang ke Bali," ujarnya.
Sumber :http://www.mediaindonesia.com/read/

TBC Tewaskan 1,3 Juta Jiwa per Tahun

JAKARTA--MI: Pemerintah Indonesia bersama US Agency for International Development (USAID) bergabung bersama mitra lokal dan internasional, Rabu (24/3), memperingati Hari TBC Sedunia.
Di seluruh dunia, menurut siaran pers Kedubes AS, di Jakarta, Rabu, kematian yang diakibatkan oleh penyakit tuberculosis (TBC) telah menurun sejak 1990. Tapi, penyakit ini masih terus menelan korban lebih dari 1,3 juta nyawa setiap tahunnya.
Tahun 2010, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) menjadikan inovasi sebagai tema global dalam memperingati Hari TBC Sedunia. Tema ini mengajak perlunya memanfaatkan ide-ide dan metode baru untuk melanjutkan perang melawan TBC secara efektif.
"Meskipun pengobatan telah hadir lebih dari setengah abad lalu, TBC tetap menjadi salah satu dari penyebab penderitaan manusia dan terus mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan puluhan ribu warga Indonesia," kata Direktur USAID Indonesia Walter North.
Indonesia berada di urutan ketiga di dunia dengan 535.000 kasus TBC. Sejak tahun 2000, program pengendalian TBC di Indonesia telah berhasil mencapai target global mengidentifikasi dan merawat setidaknya 70 persen dari jumlah kasus yang diperkirakan.
Pada saat itu, USAID telah memberikan bantuan sebesar US$1 miliar untuk program-progam TBC di seluruh dunia. Pemerintah AS berkomitmen untuk berkerja sama dengan Indonesia untuk memerangi penyakit menular ini.
Di Indonesia, USAID mendukung program TBCAP (Tuberculosis Control Assistance Program) yang memfokuskan diri untuk melakukan diagnosa, perawatan, serta peringatan tentang kasus-kasus TBC secara tepat dan dini sesuai dengan garis-garis besar nasional dan rekomendasi WHO.
Program tersebut memperkuat komitmen dalam pengendalian TBC dan menjamin pengoperasian lokal yang berkelanjutan dari program nasional tersebut dengan cara melibatkan penyedia-penyedia pelayanan kesehatan serta peningkatan pada pelayanan dari klinik-klinik dan laboratorium-laboratorium TBC.

Thursday, March 18, 2010

Peningkatan Suhu Udara Picu Sebaran Penyakit Tropis

YOGYAKARTA--MI: Peningkatan suhu udara dunia berperan dalam penyebaran penyakit tropis dan vektor penyakit seperti diare, kaki gajah (filaria), lepra, demam berdarah dengue, malaria, flu, tuberkulosis, hepatitis, dan penyakit jamur.
"Penyakit-penyakit itu dijumpai terutama di negara-negara miskin dan terpinggirkan," kata pakar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Abu Tholib di sela simposium Ilmu Kedokteran Molekuler Daerah Tropis di Yogyakarta, Rabu (17/3).
Ia mengatakan, tuberkulosis merupakan penyakit tropis yang masih tinggi angka kejadiannya di dalam negeri, bahkan tertinggi ketiga di dunia yang masih menjadi masalah bagi para pakar kesehatan. "Permasalahan itu di antaranya beberapa penyakit tuberkulosis resisten terhadap obat yang biasa digunakan selama ini. Tuberkulosis yang resisten itu muncul sudah cukup lama dan obatnya masih terbatas karena harganya cukup mahal," jelasnya.
Selain tuberkulosis, penyakit demam berdarah dengue juga masih menjadi ancaman kematian, karena dalam kurun 50 tahun terakhir belum ditemukan vaksinnya. Demam berdarah dengue cukup ruwet, semula menyerang anak-anak tetapi juga menyerang usia dewasa. "Demam berdarah dengue belum ada vaksin dan obatnya. Selama ini hanya diantisipasi shock-nya, sedangkan virusnya sendiri diatasi oleh tubuh pasien," katanya.
Ketua panitia simposium Tri Wibawa mengatakan, dalam 30 tahun terakhir tingkat kejadian kasus demam berdarah dengue meningkat hingga 50 kali lipat. Menurut dia, saat ini terdapat 1.400 macam obat yang terdaftar pada otoritas-otoritas obat dan kesehatan dunia. "Namun demikian, proporsi obat untuk penyakit tropis kurang dari satu persen dari jumlah seluruh obat yang ada di dunia," katanya.
Sumber: http://www.mediaindonesia.com

Thursday, March 11, 2010

Penyakit Zoonosis Kian Jadi Perhatian

ATLANTA, KOMPAS - Penyakit infeksi zoonosis semakin mendapat perhatian dunia. Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat, misalnya, belakangan memfokuskan berbagai penyelidikan mereka terhadap penyakit zoonosis atau penyakit infeksi yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya.

Henry Walke selaku Kepala Program Kantor Koordinasi dan Pengembangan Kesehatan Dunia dan Kesehatan Masyarakat pada Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS mengatakan, Selasa (9/3/2010), sekitar 60 persen penyakit infeksi yang baru muncul merupakan penyakit zoonosis.

Dia mengatakan, penyakit zoonosis semakin menjadi ancaman, terutama di negara berpopulasi besar, beragam, dan mempunyai keragaman satwa, termasuk satwa liar.

Sejumlah faktor pemicu penularan penyakit, antara lain, adalah perubahan lingkungan hidup yang menyebabkan semakin dekat jarak hewan dengan manusia. Faktor lainnya ialah domestikasi hewan, termasuk untuk hewan eksotik. Akibatnya, penyakit yang tadinya berdiam di hewan berpindah ke manusia. Sejumlah kasus seperti terjadinya flu burung, rabies, dan ebola merupakan contoh yang menyebabkan berbagai masalah serius dan terjadi di sejumlah negara.

”Sebagian besar penyelidikan penyakit yang dilakukan CDC kemudian mengarah ke kasus zoonosis,” ujar Henry dalam kegiatan Crisis and Risk Emergency Communication di Atlanta, Selasa.

Untuk pengendalian berbagai penyakit tersebut dibutuhkan infrastruktur kesehatan publik yang baik, antara lain perangkat surveilans atau pemantauan penyakit. CDC sendiri memberikan bantuan teknis berdasarkan permintaan dari negara yang bersangkutan. Bantuan yang diberikan biasanya merupakan bantuan teknis dan tenaga ahli spesifik untuk penyakit tertentu.

Semakin giat

Direktur Global Disease Detection Operations Center CDC Ray Arthur mengatakan, program pendeteksian dan investigasi penyakit semakin giat dilakukan, terutama setelah munculnya kasus SARS di berbagai belahan dunia. Lewat pendeteksian itu, semakin banyak patogen baru yang ditemukan, yakni setidaknya lima patogen baru tahun 2003 hingga menjadi sekitar 30 patogen baru sampai dengan tahun 2008.

Director Division of Viral and Rickettsial Disease National Center for Zoonotic Vector-Borne and Enteric Disease CDC Steve Monroe mengatakan, patogen itu tidak selalu baru sama sekali. Dapat terjadi selama ini patogen sudah ada, tetapi tidak dikenali. Hal itu karena patogen terisolasi di tubuh hewan atau para penderitanya terpencil.

”Umumnya, patogen baru diketahui kemudian setelah terjadi peningkatan kasus di populasi,” ujarnya.

Untuk menemukan patogen baru tersebut, mereka membangun sistem, salah satunya ialah pengumpulan berita dari ribuan media di seluruh dunia. Media skrining tersebut menjadi peringatan awal adanya penyakit.

Jika kasus dinilai cukup signifikan, diturunkan tim guna menyelidiki kasus tersebut. CDC mempunyai sekitar 18 perwakilan di seluruh dunia. Di beberapa negara mereka sedang menyelidiki virus polio liar, HIV, dan flu burung (H5N1).

Ray menambahkan, tantangan dalam menangani penyakit-penyakit yang bersifat global, antara lain, adalah ketidakmampuan pihak berwenang di lokasi kejadian untuk mendeteksi dengan tepat. Selain itu, para pemimpin juga enggan melaporkan kasus yang dialaminya kepada komunitas global.

Sumber: http://kesehatan.kompas.com/read/2010/03/11/08050189/Penyakit.Zoonosis.Kian.Jadi.Perhatian

Thursday, March 4, 2010

BPOM akan Terapkan Sistem Pengawasan Keamanan Pangan

JAKARTA--MI: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan menerapkan sistem pengawasan keamanan pangan yang akan terintegrasi dengan sembilan negara ASEAN lainnya. Sistem ini akan dilakukan secara online melibatkan beberapa kementerian terkait.
Hal itu dikemukakan Kepala BPOM Kustantinah usai menjadi keynote speaker dalam seminar Food Safety yang digelar pemerintah Uni Eropa di Jakarta, Selasa (2/3). "Kita akan memberlakukan standar keamanan pangan internasional. Dalam sistem itu kita kasih warning, jika ditemukan sesuatu dalam produk makanan dari negara tertentu. Peringatan dari sistem ini akan diberikan secara G to G (government to government).
Nanti dia (pemerintah) yang action," paparnya kepada Media Indonesia. Instansi yang digandeng BPOM cukup banyak, antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Standar keamanan pangan akan diidentifikasi mulai dari pembibitan di lahan pertanian maupun perkebunan, hingga produk itu dihidangkan di atas meja makan. Khususnya terhadap penggunaan zat kimia seperti boraks, formalin, dan zat pewarna. Negara di Asia Tenggara yang sudah siap menerapkan sistem keamanan pangan tersebut antara lain Vietnam, Malaysia dan Thailand.
Di Indonesia, menurut Kustantinah, sistem tersebut baru dikembangkan di tingkat internal BPOM. Nantinya setelah siap, sistem keamanan pangan itu akan dihubungan dengan sistem serupa di sembilan negara di kawasan Asia Tenggara, baru ke negara-negara lain.
"Targetnya kapan, belum tahu. Makin cepat lebih bagus," ucapnya. Terkait pengamanan pasar domestik setelah ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) direalisasikan per 1 Januari 2010, Kustantinah mengaku sistem tersebut belum siap. "Terkait ACFTA, kita tidak bisa men-develop semuanya dulu. Sistem pengawasan yang sekarang masih peringatan dini. Yang akan kita kembangkan ini kan sistem pengawasannya dengan 30 perwakilan kita di daerah," paparnya.
Sumber : www.mediaindonesia.com

Sunday, February 21, 2010

Prof. Tjandra Yoga Aditama Terpilih Menjadi Ketua Pertemuan Regional Ketiga International Health Regulations

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp(K), MARS, DTM&H, DTCE, Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan yang juga merupakan International Health Regulations (IHR) focal points for Indonesia terpilih menjadi ketua/chair person pada 3rd Regional Meeting of National IHR Focal Points tanggal (15/02/2010) di Dhaka, Bangladesh.

IHR merupakan instrumen hukum internasional yang mengikat 194 negara di seluruh dunia, termasuk semua negara anggota WHO. Tujuannya adalah untuk membantu masyarakat internasional mencegah dan merespon terhadap risiko kesehatan masyarakat akut yang memiliki potensi untuk melintas batas dan mengancam orang di seluruh dunia.

IHR yang mulai berlaku pada tanggal 15 Juni 2007, mensyaratkan negara-negara untuk melaporkan wabah penyakit tertentu dan peristiwa kesehatan publik ke WHO. Dibentuk berdasarkan pengalaman unik WHO dalam surveilans penyakit global, kewaspadaan dan tanggapan, IHR menentukan hak dan kewajiban negara-negara untuk melaporkan peristiwa kesehatan publik, dan menetapkan sejumlah prosedur yang harus diikuti WHO dalam bekerja untuk menegakkan keamanan kesehatan publik global .

Menurut Prof. Tjandra, IHR mengatur secara umum pencegahan penyebaran penyakit secara internasional. Pada 5 Juni 2007 IHR (2005) sudah diundangkan oleh WHO dan dalam waktu 5 tahun negara-negara dapat melakukan capacity strengthening untuk melaksanakannya.

Kegiatan dalam IHR antara lain dilakukan melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dimana Indonesia memiliki 48 KKP dengan lebih dari 2000 pegawai. Kegiatan lainnya adalah surveiilans dan rapid response. Surveillans adalah pengamatan terus menerus tentang data berbagai penyakit menular yang telah dijalankan di Indonesia melalui District Surveillance Officer (DSO), disamping juga melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang ada. Rapid response menunjukkan upaya yang dilakukan segera setelah ada dugaan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), antara lain dengan pengiriman Team Gerak Cepat – TGC (Rapid Response Team-RRT), baik dari kabupaten yang mungkin didukung oleh TGC provinsi dan bahkan TGC pemerintah pusat maupun organisasi internasional seperti WHO misalnya, ujar Prof. Tjandra

Selain itu, untuk peraturan perundang-undangan Indonesia memiliki UU Wabah 1984 dan sekarang sedang disiapkan draft terakhir UU Karantina. Untuk kerjasama dalam pelaksanaan IHR maka Kementerian Kesejatan bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Badan POM, Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan lain-lain. Kegiatan penting lain dalam IHR meliputi pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis penyakit menular, kegiatan komunikasi rIsiko, pengorganisasian, pemberdayaan sumber daya manusia dan penganggaran, ujar Prof. Tjandra.

Sumber : www.depkes.go.id

Tuesday, February 9, 2010

Indonesia Terima Bantuan 3,5 Juta Dosin Vaksin H1N1

Selasa, 09 Februari 2010 16:40 WIB

JAKARTA--MI: Bantuan vaksin influenza A H1N1 dari lembaga kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), dipastikan bakal tiba pada tahun ini di Tanah Air. Diperkirakan, Indonesia akan menerima 3,5 juta dosis vaksin.
Jumlah itu dinilai terlalu sedikit jika dibandingkan dengan total populasi penduduk. "Bantuan sudah dalam proses berjalan. Mungkin bulan ini tiba. Saya kurang paham waktu pastinnya. Yang jelas, dalam waktu dekat di tahun ini," imbuh Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tjandra Yoga Aditama usai seminar bertajuk Preparing Indonesia for Influenza Pandemic Preparedness Selasa (9/2), di Jakarta.
Lantaran dosis yang diberikan sangat terbatas, Kemenkes memutuskan prioritas pemberian diberikan pada tenaga medis kesehatan serta petugas layanan umum. Sisanya baru diberikan pada penduduk yang hidup dengan risiko tinggi virus influenza A H1N1.
Terkait dengan besaran dosis bantuan, Tjandra mengaku tidak paham kriteria hitungan WHO. "Namanya saja bantuan, ya terserah yang memberi," komentarnya. Indonesia terus berupaya membuat vaksin influenza secara mandiri di perusahaan farmasi Biofarma.
Kampanye massal vaksinasi influenza A H1N1 sejatinya telah digencarkan terlebih dahulu di sejumlah negara seperti China, Australia, Amerika Serikat, dan sebagian negara Eropa. Idealnya, setiap penduduk mendapat vaksinasi agar kebal dari virus. Individu yang telah mendapat vaksin dipastikan secara medis lebih kuat dalam menghadapi fase pandemi gelombang kedua dan ketiga.
Tidak semua negara memiliki industri yang mampu membuat vaksin influenza A H1N1. Satu perusahaan farmasi, GlaxoSmithKline, produksi vaksinnya saja telah dipanjar oleh 22 negara lantaran terbatasnya jumlah vaksin dan sebaran penyakit ini yang makin meluas. Terakhir, total dosis yang dipesan mencapai 440 juta dosis dengan perkiraan nilai transaksi Rp35 triliun. Beberapa perusahaan lain yang mengklaim bisa membuat vaksin adalah Sanovi-Aventis, Baxter, AstraZeneka, dan Novartis.
Sumber : Media Indonesia Online

Wednesday, January 27, 2010

WHO Dukung Inisiatif RI untuk mendirikan WHO Collaborative Centre di Indonesia

“Saya mendukung inisiatif RI untuk mendirikan WHO Collaborating Centre Influenza di Indonesia, dan akan memberikan bantuan untuk mewujudkan inisiatif tersebut” demikian ditegaskan oleh Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Dr. Margaret Chan, dalam pertemuannya dengan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH di sela-sela Sidang Executive Board ke-126 WHO di Jenewa,Swiss, tanggal 18 Januari 2010.

Dukungan Dirjen WHO tersebut memiliki arti penting dalam upaya Indonesia agar negara-negara berkembang juga memiliki kapasitas yang memadai untuk mendiagnosa dan melakukan risk assesment (penilaian resiko) terhadap penyakit berpotensi pandemi seperti H5N1 dan H1N1.

Dirjen WHO juga mendukung pembentukan WHO Collaborating Centre untuk Disaster Management di Indonesia. Saat ini telah dibentuk 9 Pusat Disaster Management (Regional Pusat Penanggulangan Krisis), yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara, dan 2 Sub Regional di Sumatera Barat dan Papua. Dirjen WHO memuji kapasitas Indonesia dalam manajemen bencana sehingga dapat menjadi pusat pelatihan bagi negara-negara lain.

Pertemuan bilateral antara Menkes RI dengan Dirjen WHO tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan di hari pertama Sidang ke-126 Executive Board WHO yang akan berlangsung hingga tanggal 23 Januari 2010. Selain pertemuan dengan Dirjen WHO, Menkes RI juga telah menyelenggarakan pertemuan bilateral dengan Menteri Kesehatan India dan Brunei Darussalam dalam rangka membicarakan upaya-upaya memperkuat kerjasama kesehatan bilateral.

Executive Board merupakan badan eksekutif WHO yang beranggotakan 34 negara anggota WHO, termasuk Indonesia . Menkes RI telah berhasil terpilih sebagai salah satu Wakil Ketua bersama dengan Korea Selatan , Oman dan Paraguay . Sidang EB-WHO yang saat ini dipimpin oleh Uganda dimandatkan untuk menyusun keputusan dan kebijakan yang akan dibahas dan ditetapkan oleh World Health Assembly (WHA), serta memberikan arahan kepada Dirjen WHO dalam melaksanakan keputusan-keputusan WHA.

Dalam Sidang ke-126 EB-WHO ini, selain terus memperjuangkan kelanjutan pembentukan Framework Virus Sharing dan Benefits Sharing, Indonesia juga berinisiatif untuk mengajukan rancangan resolusi mengenai “the Improvement of Health through Safe and Environmentally Sound Waste Management”. Pengajuan rancangan resolusi tersebut merupakan upaya Indonesia untuk menindaklanjuti keputusan “Bali Declaration on Waste Management for Human Health and Livelihood” yang disepakati pada Sidang ke-9 COP to the Basel Convention di Bali, bulan Juni 2008.

Sumber : www.depkes.go.id

Tuesday, January 26, 2010

Usul Indonesia Akan Dibahas Sidang Kesehatan Dunia

Jakarta (ANTARA News) - Rancangan resolusi penanganan limbah yang disampaikan Indonesia pada pertemuan Badan Eksekutif Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu di Swiss akan dibahas dalam Sidang Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) Mei mendatang, demikian Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di Jakarta, Senin.
"Ternyata banyak anggota `Executive Board` yang mendukung, baik dari negara maju maupun berkembang. Draf resolusi akan dibahas di WHA," kata Endang Rahayu.
Pemerintah mengajukan usul resolusi perbaikan kesehatan melalui pengelolaan lingkungan dan limbah secara baik untuk menindaklanjuti Pertemuan Para Pihak the Basel Convention di Bali yang membahas penanganan limbah berbahaya. Usul resolusi itu, menurut Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Hubungan Kerja sama Internasional dan Kelembagaan Makarim Wibisono, berisi permintaan agar Direktur Jenderal WHO melakukan kerjasama dengan organisasi terkait dalam mencegaha munculnya masalah kesehatan akibat limbah berbahaya.
Menurut pemerintah, masalah itu semestinya dipadukan dengan pengelolaan lingkungan.Organisasi internasional yang mengurusi masalah kesehatan global seperti WHO juga harus menjadikan upaya pengelolaan lingkungan dan limbah secara baik sebagai bagian dari program kesehatan yang dijalankannya.
Menteri Kesehatan menjelaskan, Badan Eksekutif WHO juga menyepakati usul Indonesia tentang penguatan komitmen politik serta kerjasama antarnegara dalam mendukung pencapaian target Tujuan Pembangunan Millenium untuk menurunkan kematian ibu dan bayi serta penurunan jumlah penderita tuberkulosis, malaria dan HIV/AIDS.
Badan Eksekutif WHO beranggotakan 34 negara di mana Indonesia menjadi anggota sejak tahun 2007 dan akan berakhir pada 2010.
Badan Eksekutif WHO bertemu untuk menyusun keputusan dan kebijakan yang akan dibahas pada WHA serta memberi arahan kepada Direktur Jenderal WHO untuk melaksanakan keputusan-keputusan WHA.
Sumber : Antara Online

Wednesday, January 20, 2010

WHO says A/H1N1 pandemic real, not fake

GENEVA, Jan. 2010 -- The World Health Organization (WHO)on Thursday rejected allegations that the A/H1N1 pandemic is "fake", stressing that it has not overplayed the risks of this new influenza.

"The world is going through a real pandemic. The description of it as fake is both wrong and irresponsible," said Dr. Keiji Fukuda, the U.N. agency's top pandemic expert, at a telephone press conference.

Fukuda stressed that the WHO has been balanced in providing information to the public about the pandemic, and it "has not underplayed or overplayed the risks of the pandemic."

"The WHO has reached out to all parties who could help to reduce the harms of the pandemic. We did take very great care to make sure that its advice received and not unduely influenced by commercial or non-public health interests," he said.

So far about 13,000 people worldwide has been killed directly by the H1N1 flu virus, which first emerged in April, 2009 in North America, but this is only the laboratory-confirmed number, and the real number could be much higher, said Fukuda.

Source : www.chinaview.cn

Thursday, January 7, 2010

Dua Bahan Kimia yang Paling Berbahaya

Washington, Ada dua bahan kimia yang paling berbahaya bagi tubuh. Dua bahan kimia ini mewarnai kehidupan sehari-hari manusia. Namun sedikit saja terkena paparannya kesehatan jadi taruhannya.
Dalam National Report on Human Exposure to Environmental Chemicals disebutkan bahwa bisphenol A dan C8, bahan kimia yang biasa digunakan dalam pembuatan botol plastik dan teflon adalah dua jenis bahan kimia yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia diantara semua jenis bahan kimia yang ada.
Dari 212 bahan kimia yang dianalisis Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dua bahan kimia tersebut terbukti merugikan kesehatan bahkan dalam dosis rendah sekalipun. Kedua bahan tersebut bisa mempengaruhi organ-organ vital pada manusia dan menyebabkan penyakit jantung, kanker hingga impotensi.
Bisphenol A atau lebih dikenal dengan BPA baru-baru ini memang marak diberitakan sebagai bahan pencemar dan perusak tubuh manusia. Padahal penggunaan bahan kimia ini banyak dipakai dalam proses pembuatan botol susu bayi, tempat minum dan bentuk plastik lainnya.Scott Belcher, profesor pharmacology and cell biophysics dari University of Cincinnati telah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk meneliti efek BPA pada tubuh manusia.
Dana sebesar 8,6 juta dolar AS pun dikeluarkan untuk melakukan proyek tersebut demi membuktikan efek negatifnya pada manusia."Kami telah melakukan tes pada seluruh populasi manusia di Amerika dan hasilnya lebih dari 90 persen orang memiliki unsur kimia BPA dalam urinnya, baik dalam dosis rendah, sedang maupun tinggi.
Hal ini merupakan ancaman yang membahayakan kesehatan manusia," kata Belcher seperti dikutip dari Thirdage, Kamis (7/1/2010).Selain BPA, bahan lainnya yang sangat berbahaya dan harus diwaspadai adalah C8. Bahkan The US Environmental Protection Agency telah memberi label karsinogenik pada bahan tersebut.
Bahan kimia C8 banyak terdapat pada teflon dan bisa masuk ke tubuh manusia lewat makanan dan akhirnya pembuluh darah."Banyak yang mengira karena dosis yang masuk ke tubuh manusia rendah, jadi tidak apa-apa dan dan aman. Tapi sebenarnya dosis kecil itu sangat memungkinkan merusak tubuh. Itu karena bahan kimia akan mempengaruhi sistem hormon dan sistem hormon bisa bekerja meskipun dalam dosis yang rendah sekalipun," kata Dr Anila Jacob dari the Environmental Working Group.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pastikan selalu agar barang-barang yang dipakai sehari-hari mengandung label aman dipakai atau termasuk kategori food grade terutama untuk barang yang berhubungan langsung dengan makanan dan minuman.

Sumber : www.detikhealth.com Nurul Ulfah -

Tuesday, January 5, 2010

Flu Babi Tewaskan 12.220 Orang di Seluruh Dunia

ISLAMABAD-MI: Sedikitnya 12.220 orang di seluruh dunia meninggal akibat flu A(H1N1) yang juga dikenal sebagai flu babi, namun wabah ini tampaknya mulai menurun.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dilansir (3/1) mengatakan, daerah-daerah yang paling aktif tertular virus itu pada saat ini adalah di Eropa Tengah dan Eropa Timur, dengan titik pusat dalam beberapa pekan terakhir ini di Georgia, Montenegro dan Ukraina. Bagian-bagian lain di Eropa Timur dan Eropa Selatan, meliputi dari Yunani, Bulgaria, Serbia, Ukraina dan wilayah Ural Rusia, juga diserang infeksi pernafasan, dan itu juga termasuk flu musiman yang sedang menyebar luas.
Meski belakangan ini fokus diberikan kepada H1N1, yang mulai diketahui April, WHO memperkirakan bahwa flu musiman juga menyebabkan tewasnya 250.000-300.000 orang di seluruh dunia, setiap tahun.
Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan, mengatakan bahwa wabah H1N1 - yang berusaha ditaklukkan secara luas dengan kampanye vaksinasi - mungkin tidak akan bisa ditundukkan sampai 2011, dan untuk itu diperlukan tetap waspada terhadap virus tersebut.
Di Asia, terutama di China, Jepang dan Taiwan, penularan juga tampaknya makin menurun, kata WHO.

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN