HIV /AIDS : Dibutuhkan Sebuah Skema Baru Pendanaan ARV
Rabu, 29 Oktober 2008 | 01:32 WIB Jakarta, Kompas - Krisis ketersediaan obat antiretroviral atau ARV di berbagai daerah di Tanah Air terus berlanjut. Beberapa jenis obat ARV bahkan telah kosong persediaannya. Agar orang dengan HIV/AIDS atau ODHA tidak putus berobat, kalangan swasta dan lembaga donor diminta ikut membantu menyediakan obat tersebut. Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia Prof Samsuridjal Djauzi dalam diskusi yang diprakarsai Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Selasa (28/10) di Jakarta, menyatakan, persediaan obat ARV di sejumlah rumah sakit hanya cukup untuk 2 minggu sampai sebulan ke depan. Saling meminjam Salah seorang ODHA yang aktif dalam Jaringan Orang Terinfeksi HIV (JOTHI) menyatakan, saat ini banyak ODHA di berbagai daerah terancam putus berobat. Mereka harus saling meminjam persediaan obat ARV antar-ODHA, bahkan sampai mencari ke rumah sakit di provinsi lain. "Beberapa jenis obat ARV telah kosong," ujarnya. "Saya baru ditelepon rumah sakit agar segera mengambil obat ARV. Saya hanya mendapat jatah satu minggu," kata Santi, aktivis peduli AIDS. Menurut dia, kondisi ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam menjamin ketersediaan obat ARV sebagai hak para ODHA dalam mengakses layanan kesehatan. Prof Zubairi Djoerban dari PB IDI menyatakan, di sejumlah negara, cakupan ODHA yang mengakses layanan ARV jauh lebih tinggi dibanding Indonesia. Pemerintah Brasil, misalnya, menyediakan obat ARV secara gratis untuk 170.000 orang. Hal ini bisa menghemat anggaran pengobatan infeksi oportunistik dan para ODHA tetap bisa produktif. Terobosan Menurut Samsuridjal, terganggunya kesinambungan obat ARV yang disubsidi penuh pemerintah menimbulkan potensi resistensi. Padahal obat ARV bisa mempertahankan hidup ODHA. Saat ini ketersediaan obat ARV terhambat oleh terbatasnya dana, anggaran terlambat turun, berbelitnya proses tender, dan dana Global Fund yang hanya bisa digunakan untuk obat impor. Untuk mengatasi krisis ketersediaan ARV perlu ada terobosan agar obat ARV bisa tersedia secepat mungkin sehingga para ODHA tidak putus berobat. "Dana utama dari pemerintah pusat sebaiknya digunakan untuk obat lini pertama. Pemerintah daerah hendaknya menyediakan obat cadangan," ujarnya. Lembaga donor juga diharapkan ikut membantu menyediakan ARV. "Pemerintah harus segera menggalang kalangan swasta dan lembaga donor untuk ikut membantu pendanaan obat ARV sesegera mungkin, tidak hanya menunggu ada lembaga donor datang," kata Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI dr Pandu Riono. Pembagian kewenangan Kejelasan pembagian wewenang antara Depkes dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional juga harus diperjelas. Jadi, kalau ada krisis ketersediaan obat ARV, ada pihak yang bertanggung jawab. "Pendanaan obat ARV seharusnya tidak hanya dari dana publik, tapi juga ada skema pendanaan dari asuransi dan swasta," ujarnya. (evy) http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/29/01322592/dibutuhkan.sebuah.skema.baru.pendanaan.arv