SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Saturday, August 23, 2008

HIV/AIDS : Indonesia Gagal Tangani HIV/AIDS


Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) mengakui gagal dalam menanggulangi masalah penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Terhitung sejak krisis moneter terjadi di Tanah Air pada tahun 1998 berbeda dengan sejumlah negara berkembang lain, penderita HIV/AIDS di Indonesia malah terus bertambah dari tahun ke tahun hingga kini.

Mengutip data Departemen Kesehatan terbaru. KPAN melaporkan, sampai akhir Juni 2008 terdapat penambahan kasus AIDS sejumlah 2947 orang pada tahun 2007. Dan terdapat 1546 kasus pada 4 bulan pertama tahun 2008.

Sekretaris KPAN Dr Nafsiah Mboy, SpA memaparkan, hingga kini, situasi kumulatif jumlah kasus AIDS di Tanah Air sudah mencapai 12.686 orang. Informasi jumlah ini dihimpun dari 32 propinsi dari 15 kabupaten/kota.

Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatra utara, Sulawesi Selatan dan Kepulauan Riau. "Secara global kasus HIV/AIDS sudah menunjukan tanda-tanda stabil, namun di Indonesia epidemik masih terus berlangsung. Bahkan dewasa ini tercatat sebagai negara dengan laju epidemik tercepat di Asia," tandas Nafsiah, pada acara Peluncuran laporan Epidemi AIDS Global tahun 2008 di Jakarta, Rabu (13/8).

Menurut hasil survei terpadu HIV dan perilaku tahun 2007, prevalensi di kalangan populasi kunci yang berisiko ketularan telah mencapai 9,5% di kalangan wanita penjaja seks (WPS). Sebanyak 5,2% di kalangan lelaki yang berhubungan seks dnegan sesama lelaki, dan 52,4% pada pengguna Napza suntik.

Di Papua, tambah Nafsiah, prevalensi HIV di masyarakat umum (dewasa) mencapai 2,4%. "Proyeksi KPAN dan Depkes, infeksi HIV baru di masa datang akan lebih benyak terjadi melalui transmisi seksual," ujarnya. Nafsiah menambahkan, dengan situasi seperti ini, kasus HIV/AIDS di Tanah Air akan terus meningkat hingga tahun 2020, dengan rata-rata per tambahan 5% penderita baru per tahun.

Salah satu kendala utama dalam penganannan HIV/AIDS di Tanah Air adalah resistensi masyarakat terhadap sosialisasi kondom, terapi ruwatan matadon dan beberapa program lainya yang dinilai bertentangan dengan nilai kultur ketimuran.

Terkait kontinuitas penggunaan kondom pada wanita penjaja seks, Nafsiah mengakui, pihaknya gagal dalam mempromosikan upaya ini. Jumlah WSP yang menggunakan kondom selama 3 bulan pada tahun 2004, jumlahnya masih sama pada tahun 2007, yakni hanya 36%.

Namun penggunaan kondom pada kaum laki-laki berisiko seperti pelaut, pengemudi truk, sopir taksi, dan ojek serta pekerja pelabuhan mengalami peningkatan. Jumlah klinik yang melayani terapi metadon pun bertambah.

Sumber : MIOL (Tlc/OL-03)

Kesling : 47,5 Persen Air Minum Rumah Tangga Tercemar Bakteri E.Coli

Departemen Kesehatan menyatakan, 99,20% atau hampir semua rumah tangga di Indonesia memasak air sendiri untuk minum. Namun akibat tidak dikelola dengan baik, sekitar 47,5% air yang diminum tetap terkontaminasi bakteri e.coli penyebab diare.


Hal itu dikemukakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)Depkes I Nyoman Kandun, berdasarkan kutipan hasil studi Basic Human Service pada tahun 2007.

Kandun mengakui, kejadian diare di Tanah air memang masih tinggi. Hal ini tergambar dari angka kejadian diare nasional tahun 2006 yang rata-rata mencapai 423 per 1000 penduduk pada semua umur. (Hasil survei Ditjen P2PL). Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 menyebutkan angka kematian diare pada balita sebesar 75,3 per 100 ribu balita. Sementara angka kematian diare untuk semua umur sebesar 23,2 per 100 ribu penduduk.

Hasil studi tahun 2007 juga menunjukan, behwa dengan meningkatkan perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga, kejadian diare akan menurun sebesar 39%. Menurut Kandun, selama ini pemerintah telah mengenalkan metode pengelolaan layak minum seperti klorinisasi, filtrasi dan solar water disisnfectant.

"Air layak minum adalah hak setiap warga negara. Dari laporan capaian MDGs sampai tahun 2006, baru sekitar 52,1% penduduk Indonesia mendapat akses air minum," tandas Kandun Jakarta, Rabu (20/8).

Tingginya kejadian diare, disamping dipicu oleh pengelolaan air yang buruk juga disebabkan faktor perilaku hidup sehat masyarakat yang rendah. "Contohnya, sabun memang sudah tersebar di hampir setiap rumah di Indonesia. Namun hanya sekitar 3% yang menggunakan sabun untuk cuci tangan," tuturnya.

Survei Health Service Program tahun 2006 tentang persepsi dan perilaku masyarakat mengungkapkan, Perilaku responden pada lima waktu kritis cuci tangan, tercatat 12% setelah buang air besar(BAB), 9% setelah membantu BAB bayi, 14% sebelum makan, 7% sebelum memberi makan bayi dan 6% sebelum menyiapkan makanan.

Kandun menambahkan, berdasarkan hasil studi WHO 2007, kejadian diare dapat diturunkan melalui beberapa cara. Yaitu, 32% melalui peningkatan akses sanitasi dasar, 45% melalui mencuci tangan pakai sabun, 39% melalui perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintergasikan ketiga perilaku tersebut, kejadian diare dapat menurun sebesar 94%. (Tlc/OL-2)

Sumber : MIOL

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN