SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Friday, October 2, 2009

Flu A-H1N1, Korban Tewas karena Infeksi Bakteri

KOMPAS.com -

Infeksi bakteri banyak ditemukan pada korban tewas akibat virus A-H1N1 di Amerika Serikat, diduga hal tersebut yang menyebabkan korban tewas. Para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menganalisa contoh jaringan paru dari 77 korban tewas akibat H1N1 antara bulan Mei hingga Agustus tahun ini.
Peneliti menemukan terjadinya infeksi tambahan pada 22 korban (sekitar 29 persen), termasuk 10 yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae atau pnemokokus. Tujuh korban mengalami infeksi Staphylococcus aureus, enam terinfeksi Streptococcus pyogenes, dan dua terinfeksi Streptoccoccus mitis dan satu orang terinfeksi Haemophilus influenzae.
Infeksi ganda bakter patogen adalah faktor utama pada empat kasus kematian. Dari seluruh korban tewas, mereka dirawat selama 1-25 hari dengan rata-rata selama enam hari. Pada 41 korban, infeksi virus H1N1 baru dikonfirmasi sebelum kematian, sedangkan 36 lainnya setelah kematian.
Hasil riset ini sekaligus menyoroti pentingnya vaksin untuk mencegah infeksi pnemokokus. "Bagi mereka yang beresiko tinggi terkena komplikasi influenza diharapkan untuk menanyakan pada petugas kesehatan untuk mendapatkan vaksin pnemokukus saat divaksin influenza," kata Dr.Matthew Moore, ahli epidemiologi dari CDC.
Pnemokokus merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumokukus). Bakteri ini bisa menginfeksi anak-anak maupun dewasa. Bayi baru lahir hingga usia dua tahun sangat rentan terserang pneumokokus.
Sumber : healthdaynews http://m.kompas.com

Thursday, October 1, 2009

Menkes: Gempa Padang Lebih Parah dari Gempa Yogya

Jakarta - 1 O2tober 2009

Kerusakan gempa di Padang, Sumatera Barat, jauh lebih parah dibandingkan gempa yang pernah mengguncang Yogyakarta. Departemen Kesehatan menganggarkan puluhan miliar rupiah untuk bantuan."Gempa di Padang kerusakannya lebih parah dibanding gempa Yogya tapi masih di bawah tsunami Aceh. Jumlah korban mungkin bisa mirip Yogya tapi belum bisa kita hitung. Kita sudah anggarkan puluhan miliar untuk bantuan," kata Menkes Siti Fadilah Supari sebelum bertolak ke Padang dari Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Kamis (1/10/2009).
Siti Fadilah menjelaskan bantuan tersebut akan berupa obat-obatan dan fasilitas rumah sakit darurat. Depkes juga akan membuat crisis center di titik-titik pusat kerusakan gempa. "Peralatan medis di Padang lumayan masih bisa digunakan. Karena Padang adalah salah satu tepat krisis gempa untuk area Sumatra, jadi masih lengkap," katanya.
Siti Fadilah menyatakan, Depkes telah mengirim lebih dari 100 orang tenaga medis ke Padang. "Nanti sore ada tambahan lagi dari Makassar," katanya.(nal/nrl) .

Novel H1N1 Influenza and Respiratory Protection for Health Care Workers

By : Kenneth I. Shine, M.D., Bonnie Rogers, Dr.P.H., R.N., and Lewis R. Goldfrank, M.D.


Your hospital has been seeing a large number of patients with influenza-like symptoms, many of whom turn out to be infected with the novel H1N1 influenza A virus. You have been asked to consult on the case of a 28-year-old woman who is in an isolation room because of an influenza-like presentation and shortness of breath. You put on a gown, carefully clean your hands with hand soap or an alcoholic gel, pull on gloves, and reach for a mask. Guidelines from the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) recommend the use of an N95 filtering facepiece respirator. Some states and many professional groups have suggested that a standard surgical mask is satisfactory in this situation, except when a clinician is performing high-risk procedures, such as airway suctioning, in which case the N95 is still recommended. What should the hospital and its infection-control officer provide when you reach into the box for a respiratory protective device? What should be available to others who will enter this room, including nurses, respiratory technicians, cleaners, and food servers?

Next

Wednesday, September 30, 2009

Australia Mulai Vaksinasi Massal Flu Babi

Brisbane, (ANTARA News) -

Langkah Australia menangani pandemi Flu A H1N1 yang telah menewaskan 180 orang di negara itu, Rabu, memasuki era baru dengan dimulainya program vaksinasi massal kepada para warga yang dianggap rentan terhadap serangan flu babi ini.
Program vaksinasi massal yang menurut laporan media setempat diberikan secara gratis kepada setiap warga Australia berusia 10 tahun ke atas itu dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil uji coba pemakaian vaksin Flu A H1N1 produksi perusahaan bioteknologi, CSL, kepada 240 orang warga di Adelaide, 22 Juli lalu.
Menurut Kementerian Kesehatan Australia, tujuh sasaran utama program vaksinasi Flu A H1N1 adalah ibu hamil, pengasuh bayi berusia enam bulan, dan warga yang menderita penyakit kronis seperti penyakit jantung, asma, paru-paru, kanker, diabetes, gagal ginjal, dan penyakit yang berhubungan dengan syaraf. Selain itu, yang termasuk kelompok rentan adalah warga Australia yang menderita obesitas akut, warga pribumi, petugas kesehatan, dan pekerja sosial di masyarakat.
Berdasarkan data terkini Kementerian Kesehatan Australia, sejak flu babi dinyatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai ancaman serius April lalu, total jumlah kasus terkonfirmasi Flu A H1N1 di Australia tercatat 36.605 orang. Sebanyak 180 orang di antaranya meninggal dunia. Dari 180 orang korban meninggal dunia, itu sebanyak empat orang di antaranya adalah ibu hamil dan 24 orang lainnya merupakan warga pribumi Australia.
Mereka tersebar di delapan negara bagian dan teritori yang ada di negara benua berpenduduk lebih dari 21 juta jiwa itu.Kementerian Kesehatan Australia mencatat New South Wales sebagai negara bagian dengan angka kematian flu babi yang tertinggi, yakni 49 orang, disusul Queensland (40), Australia Barat (26), Australia Selatan (26), Victoria (24), Tasmania (7), Northern Territory (6) dan Australian Capital Territory (2).
Sumber : Antara OL

7 Juta Penduduk Indonesia Terinfeksi Hepatitis C

JAKARTA, KOMPAS.com -29 Sep. 2009


Jumlah penduduk Indonesia yang terkena virus hepatitis C mencapai 6-7 juta orang yang tersebar di 21 provinsi. Mayoritas penderita adalah laki-laki dalam usia produktif.
Demikian menurut data yang dipublikasikan Pendataan Hepatitis C Nasional yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dan PT Roche Indonesia. Infeksi virus hepatitis C merupakan satu dari 10 penyebab kematian terbesar.
Dalam jangka panjang, infeksi virus ini bisa berlanjut menjadi sirosis dan berakhir sebagai kanker hati. Kenyataan di lapangan menunjukkan sebaran penularan dan besaran jumlah penderita infeksi virus hepatitis C belum diketahui secara pasti. Data yang dihimpun dalam Progam Pendataan Hepatitis C pun belum menunjukkan prevalensi sesungguhnya.
"Data ini memang belum menggambarkan permasalah dasar karena hanya mengukur positif rate berdasarkan pemeriksaan laboratorium," kata dr.Andi Muhadir, MPH, Direktorat Sepim Kesma, Departemen Kesehatan.
Program pendataan yang berjalan sejak tahun 2007 ini melibatkan 21 provinsi yang terdiri dari 123 unit pelapor, yakni rumah sakit swasta dan pemerintah yang dipilih, laboratorium, serta unit transfusi darah PMI. Setiap unit pelapor wajib mengumpulkan data setiap kali ada pasien yang dinyatakan positif terinfeksi hepatitis C berdasarkan pemeriksaan tes anti HCV.
Seluruh pelaporan berbasis internet sehingga data lebih akurat dan dapat langsung terintregasi ke dalam data nasional. "Yang terpenting hanya jumlah datanya tapi bagaimana menyikapi data tersebut lewat tindakan bersifat preventif," kata Andi.
Senada dengan Andi, Dr. Unggul Budihusodo, SpPD-KGEH, ketua perhimpunan peneliti hati Indonesia, mengatakan pencegahan memang cara terbaik untuk menanggulangi hepatitis C. Terlebih penyakit ini tergolong dalam silent disease yang seringkali tanpa gejala.
"Kebanyakan pasien tak sadar dalam dirinya sudah ada virus hepatitis C. Mereka baru berobat setelah penyakitnya menahun dan sudah menjadi kronis," ujarnya. Apalagi hepatitis C yang kronik dan sudah menjadi sirosis umumnya sulit disembuhkan dan banyak menyebabkan kematian.
Sumber : http://m.kompas.com

Tuesday, September 29, 2009

Indonesia to produce A/H1N1 flu vaccine

JAKARTA, Sept. 28 (Xinhua) --
Indonesia is to produce vaccine to stop the further spread of the A/H1N1 viruses that have killed 10 people and infected more than 1,000 others in the country, a senior official of the Health Ministry said here on Monday.

The plan comes after the United Nations recently asked major vaccine producer firms in the world, including Indonesia's drug maker Biofarma, to produce the vaccine, Director General of Disease Control and Environmental Health of the ministry Tjandra Yoga Aditama said.

"As the World Health Organization (WHO) has said that the world could only produce 3 billion doses of the flu vaccine out of 5 billion doses expectation. So, we will produce the vaccine," Yoga told Xinhua at his office when asked whether Indonesia will produce the A/H1N1 flu vaccine.

But, it had not been determined yet the amount of the vaccines to be produced by Biofarma and whether Indonesia would join other countries move to donate the vaccine to under developed countries, he said, adding "Let's wait until two months after the preparation process is completed, then all will be clear, such as the amount of the vaccine to be produced, whether they are only for us or to be given to other countries."
The director said that the development of the A/H1N1 influenza virus has often unpredictable, but his ministry would keep closely to watch it.

Monday, September 28, 2009

WHO Minta Masyarakat Waspadai Munculnya Resistensi Obat

Senin, 28 September 2009 10:10 WIB


Jenewa, Jumat - Penggunaan obat antivirus untuk influenza A-H1N1 sejak dini sangat membantu penanganan penyakit itu, tetapi para tenaga kesehatan harus waspada dan berhati-hati agar tidak terjadi resistensi obat.Demikian terungkap dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia untuk PBB (WHO), pekan lalu.
Resistensi terhadap antivirus H1N1 mulai dilaporkan terjadi secara sporadis. Namun, diduga kasus resistensi belum meluas. Monitoring global WHO mendeteksi 28 virus resistan sejauh ini. Di masing-masing kasus, virus menjadi resistan pada oseltamivir, tetapi tidak zanamivir.
Tenaga kesehatan di berbagai negara semakin berpengalaman dalam menggunakan obat seperti oseltavimir yang diproduksi sebagai Tamiflu oleh Roche Holding dan Gilead Sciences serta zanamivir, obat hirup produksi Relenza oleh GlaxoSmithKline. Para pekerja kesehatan, berdasarkan pengalaman, mengetahui bahwa pemberian secara dini obat-obat tersebut pada pasien yang diduga terkena influenza A- H1N1 atau mempunyai gejala awal penyakit tersebut mengurangi risiko dan komplikasi.
Kualitas kesehatan pasien dengan penyakit yang parah juga meningkat. Pengalaman-pengalaman di lapangan tersebut kemudian mengabaikan pentingnya menjaga efektivitas obat.Obat seringkali diberikan kepada pasien dengan kondisi tubuh baik dan gejala ringan yang diduga influenza A-H1N1. Padahal, pasien berkondisi tubuh baik yang datang dengan gejala ringan itu sebetulnya dapat pulih tanpa pengobatan.
Adapun anak-anak, wanita hamil, dan pasien dengan penyakit tertentu, seperti asma, diabetes, dan persoalan kekebalan tubuh, berpotensi penyakitnya menjadi semakin parah atau berujung kematian.Risiko resistensi obat terutama tinggi terhadap orang berkekebalan tubuh lemah, yang sebelumnya pernah ditangani dengan menggunakan oseltamivir atau orang yang menggunakan antivirus sebagai prophylactic atau terapi pencegahan.
WHO mengimbau petugas kesehatan perlu menginvestigasi apakah telah terjadi resistensi. Jika terjadi resistensi, perlu diteliti sejauh mana resistensi terhadap obat itu telah menyebar. Untuk negara berkembangKoordinator Penanganan Kemunculan Variasi Flu Baru WHO, Dr David Nabarro, mengatakan, sejumlah negara maju setuju membagi vaksin influenza A-H1N1 mereka kepada negara berkembang.
Negara-negara berkembang sangat rentan terhadap influenza A-H1N1 karena tingginya angka penderita malaria, HIV/AIDS, dan tuberkulosis.Produsen obat hanya dapat membuat vaksin A-H1N1 bagi separuh penduduk dunia per tahunnya. Dengan demikian, setiap negara harus membuat pilihan mengenai siapa penduduk yang akan mendapatkan vaksin itu.
Sebuah laporan hasil pertemuan di New York, Amerika Serikat, yang dipimpin Direktur Jenderal WHO Margaret Chan, menyebutkan, 85 negara berkembang akan benar-benar bergantung kepada donasi vaksin itu.Negara-negara berkembang tersebut membutuhkan 1,48 miliar dollar AS per tahun untuk menghadapi pandemi H1N1, beberapa tahun ke depan. Sebagian besar dana itu akan digunakan untuk vaksin dan obat.
Sumber : Kompas OL

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN