Jakarta (ANTARA
News) - Indonesia belum terlepas dari ancaman penyakit menular, hal yang
masih umum terjadi di negara berkembang lainnya dimana sepanjang tahun
2011 tercatat beberapa kali terjadi wabah penyakit menular yaitu
merebaknya Hepatitis A di beberapa daerah, wabah difteri di Jawa Timur,
flu burung maupun rabies.
Awal November lalu, sebuah sekolah di Depok, Jawa Barat, yaitu
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) II Depok terpaksa diliburkan
selama beberapa hari setelah wabah Hepatitis A telah menular kepada 90
orang, yaitu 89 siswa dan seorang guru sekolah tersebut.
Beberapa bulan sebelumnya, wabah Hepatitis A juga merebak di daerah
Bandung, Sukabumi dan Tasikmalaya sehingga Kementerian Kesehatan
mengumpulkan tim ahli untuk membahas penyakit tersebut dan
memformulasikan kebijakan yang harus diambil.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa rapat dengan tim ahli itu juga
akan digunakan untuk mengecek kondisi penyebaran penyakit Hepatitis A di
berbagai wilayah selama beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes), Endang Rahayu
Sedyaningsih, mengemukakan bahwa kemungkinan Hepatitis A menjadi wabah
sangat besar mengingat virus penyebab penyakit tersebut dapat dengan
mudah ditularkan lewat makanan yang disantap bersama-sama.
"Jadi, kalau ada satu terkena dan orang itu masuk ke kantor atau
sekolah dan makan beramai-ramai, seperti sambal yang dicocol
ramai-ramai, itu akan cepat menyebar (virusnya). Makanya kalau jajan
lihat-lihat dulu," katanya usai menghadiri apel Hari Kesehatan Nasional
(HKN) 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia
menimpali, "Bagi yang tidak bisa bawa makanan dari rumah, kalau jajan
carilah tempat bersih dan jangan lupa cuci tangan sebelum makan."
Menkes mengungkapkan bahwa wabah Hepatitis A memang sering terjadi
karena penyebarannya yang mudah antara lain lewat makanan.
Untuk langkah pencegahan, Menkes kembali mengingatkan mengenai
pentingnya higiene pribadi seperti menerapkan perilaku hidup bersih
sehat (PHBS) yang antara lain dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan sesudah makan dan sebelum melakukan beberapa kegiatan lain.
Selain itu, disebut Menkes, tidak kalah pentingnya adalah sanitasi
lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya atau menggunakan air
bersih untuk memasak.
Untuk mencegah terjadinya wabah Hepatitis A di masa yang akan
datang, Kementerian Kesehatan juga menurunkan tim untuk melakukan
sosialisasi kepada kantin sekolah maupun kantin pabrik di
wilayah-wilayah yang dinilai rawan mengenai langkah pencegahan penularan
virus.
Penularan Hepatitis A umumnya terjadi pada pencemaran air minum,
makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk
dan higienitas rendah dan seseorang yang terjangkit virus itu biasanya
akan menunjukkan gejala demam, lemah lesu, anoreksia dan gangguan
abdominal serta ikterus.
Flu burung
Wabah penyakit menular lainnya yang kembali muncul di tahun 2011
adalah flu burung dimana pada bulan Oktober, dua orang kakak beradik WA
(10) dan NRA (5) dari Kabupaten Bangli, Bali, meninggal dunia di Rumah
Sakit Sanglah, Denpasar dan dipastikan kedua korban positif terjangkit
flu burung (H5N1).
Kementerian Kesehatan disebut Menkes melakukan kerjasama erat dengan
Kementerian Pertanian untuk mengatasi kemungkinan wabah flu burung yang
fatal karena tingkat kematiannya yang masih tinggi, sekitar 70-80
persen.
Indonesia, juga disebut Menkes, belum bebas dari ancaman flu burung
dan sebanyak 30 provinsi masih endemi flu burung di unggas dan hanya
tiga provinsi yang belum dilaporkan terjangkit yaitu Kalimantan Barat,
Gorontalo dan Maluku Utara.
Menkes mengingatkan bahwa virus flu burung memang masih ada pada
unggas dan dapat berpindah ke manusia sehingga masyarakat diharapkan
dapat mengambil langkah pencegahan penularan seperti menjauhi unggas
jika tidak penting, selalu mencuci tangan dengan sabun dan bagi
anak-anak agar tidak bermain dengan bangkai ayam.
Di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), juga dilaporkan ada sekira
1.000 ayam di tiga lokasi di Kabupaten Lombok Tengah mati mendadak dan
dipastikan bahwa penyebab kematian adalah flu burung.
Kementerian Kesehatan tidak menerima laporan pasien manusia suspek
flu burung di Lombok paska matinya ribuan ayam mendadak di kawasan itu
namun tetap melakukan langkah pencegahan dan sosialisasi kepada
masyarakat.
Selain itu, sebanyak 100 rumah sakit di seluruh Indonesia masih
disiagakan untuk menangani flu burung yang tahun 2011 ini telah memakan
korban 10 orang, jumlah yang sudah menurun dari tahun-tahun sebelumnya
yang bisa mencapai puluhan orang.
"Rumah sakit tetap disiagakan, upaya-upaya pencegahan juga telah
dilakukan dengan baik. Masalahnya memang tingkat kematian untuk kasus
flu burung ini masih tinggi," kata Tjandra Yoga Aditama.
Bahkan, sejak pertengahan Desember lalu, sebanyak sepuluh rumah
sakit di berbagai daerah di Indonesia akan memiliki ruang isolasi
lengkap bagi penanganan pasien flu burung yang lokasinya tersebar dan
dipilih dengan mempertimbangkan endemisitas daerah itu terhadap kasus
tersebut.
Pembangunan ruang isolasi itu merupakan bantuan dari Uni Eropa
melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang bertugas untuk menyalurkan dana
bantuan untuk Pengendalian flu burung di Indonesia melalui kerja sama
dengan Kementerian Kesehatan.
Pada 2008, Kementerian Kesehatan mengusulkan pembangunan ruang
isolasi di beberapa rumah sakit untuk penanggulangan penyakit yang
sempat mewabah tidak hanya di Indonesia namun di negara-negara lainnya
itu dan pembangunan kemudian disetujui di 10 Rumah Sakit rujukan flu
burung.
Rumah sakit rujukan tersebut adalah RSUP Persahabatan;
RSPI Sulianti Saroso; RSPAD Gatot Subroto; RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou,
Manado; RSUD Dr. Soetomo, Surabaya; RSUD Dr. Moewardi, Solo; RSUD Ulin,
Banjarmasin; RSUD Dr. Abdoel Moeloek, Lampung; RSUD Gunung Jati, Cirebon
dan RSUD Tangerang.
Kasus flu burung pada manusia yang untuk pertama kali dilaporkan di
Indonesia berasal dari Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, pada 2005
dan sejak itu kasus flu burung mulai dilaporkan dari berbagai provinsi
lain dan saat ini sebanyak 53 kabupaten/kota di 13 provinsi di Indonesia
telah melaporkan kasus flu burung pada manusia.
Kementerian Kesehatan mencatat dari tahun ke tahun jumlah kasus flu
burung di Indonesia cenderung menurun, namun sampai dengan November
2011, terdapat 182 kasus flu burung positif dan 150 orang (82,42 persen)
di antaranya meninggal dunia dengan tiga provinsi dengan kasus
terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Wabah difteri
Kejadian Luar Biasa (KLB) lainnya yang menjadi perhatian nasional
juga terjadi di Jawa Timur pada bulan Oktober lalu ketika wabah difteri
menyerang 328 anak serta menewaskan 11 anak.
Kejadian ini mendapat perhatian khusus karena difteri merupakan
penyakit yang bisa dicegah lewat imunisasi sewaktu bayi atau balita.
Terhadap kejadian itu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
mengatakan imunisasi untuk pencegahan difteri akan diperbaiki pasca
wabah yang melanda beberapa kabupaten di Jawa Timur itu.
"Imunisasi kami perbaiki karena ada anak yang tidak mempan divaksin.
Untuk anak berusia 7-15 tahun juga akan diberi vaksinasi tambahan,"
kata Menkes.
Gubernur Jawa Timur, Sukarwo, telah menetapkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) wabah penyakit difteri yang melanda sejumlah kabupaten/kota dan
meminta warga untuk waspada terhadap bakteri yang menjangkiti saluran
pernapasan itu dan melakukan vaksinasi bagi anak-anak mereka.
Menkes juga berharap masyarakat dapat memahami pentingnya imunisasi
dasar tersebut bagi pencegahan penyakit difteri karena ada gerakan
anti-imunisasi yang muncul di beberapa tempat.
"Sekarang ada banyak orang yang tidakmau divaksinasi, padahal
pencegahan difteri adalah lewat vaksinasi," kata Menkes dan berharap
warga mau mendatangi Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan imunisasi
dasar itu.
Untuk tindakan kuratif, Menkes menyebutkan, jika ditemukan pasien
difteri, pasien tersebut akan dirawat di rumah sakit dan tiap orang yang
mengalami kontak dengan pasien akan divaksinasi.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggelar vaksinasi masal di beberapa
daerah penyebaran difteri terutama di 11 kabupaten/kota yaitu Kota
Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Bangkalan, Sampang, Sumenep,
Pamekasan, Blitar, Gresik dan Banyuwangi.
Untuk penanganan wabah tersebut, sebanyak Rp21 miliar dana
dikucurkan yaitu dari Pemerintah pusat sebesar Rp13 miliar dan
Pemerintah Provinsi Rp8 miliar untuk pembelian vaksin, surveilans,
melakukan imunisasi masal dan biaya penyembuhan lainnya.
Menkes menyatakan keprihatinannya atas kejadian luar biasa (KLB)
difteri di Jawa Timur tersebut dan kembali mengingatkan pentingnya
imunisasi bagi bayi dan balita sebagai langkah pencegahan kasus serupa
terulang.
"Imunisasi adalah program yang paling `cost effective` (biayanya
paling kecil) untuk menekan morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri ini," ujar Menkes.
Ia melanjutkan bahwa jika program imunisasi rutin tidak berjalan
dengan baik atau cakupannya masih cukup rendah, maka akan ada
kantong-kantong daerah dimana anak-anaknya tidak diimunisasi sehingga
suatu saat kemungkinan untuk muncul KLB menjadi lebih besar dibanding
daerah yang telah diimunisasi lengkap.
"Jika jadi KLB, maka biayanya jadi mahal untuk penanganannya, ada ongkos ekstra untuk itu," ujar Menkes.
Ia menekankan bahwa sejak Indonesia melakukan imunisasi masal tahun
1956 telah terbukti aman dan melindungi penduduk dari kematian dan
kecacatan.
Adapun Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kegiatan imunisasi merupakan
salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan yang merupakan
salah satu bentuk kegiatan promotif preventif serta bentuk nyata
komitmen pemerintah untuk mencapai Milenium Development Goals (MDGs)
khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak dan ibu.
Saat ini, Kementerian Kesehatan mencatat, imunisasi dasar di
Indonesia meliputi 5 jenis yaitu, BCG, DPT Hb, Polio, Campak dan
Hepatitis B dan pada tahun 2008, desa yang telah mencapai Universal
Child Immunization (UCI) baru 68,3 persen dari 65.781 desa dan setelah
program akselerasi dijalankan tahun 2010 mencapai 75,3 persen dari
75.990 desa.
"Walaupun semakin banyak desa yang telah mencapai UCI, tetapi masih
ada desa yang merupakan kantong yang rentan terhadap penyakit," kata
Tjandra.
Untuk kasus campak, Indonesia telah berhasil mereduksi penyakit
campak dari lebih dari 180.000 kasus di tahun 1990 menjadi sekitar
20.000 kasus di tahun 2010, dan menurunkan angka kematiannya sebesar 90
persen.
Adapun untuk kasus polio, Indonesia sudah tidak ada lagi kasus dalam
beberapa tahun terakhir, walau ancaman dari luar negeri disebut Tjandra
masih tetap ada, yaitu beberapa negara di dunia masih melaporkan adanya
virus polio liar.
Sebagai antisipasi bagi penyakit menular yang bisa dicegah lewat
vaksinasi itu, sejak tahun 2009 Kementerian Kesehatan melakukan kampanye
imunisasi tambahan dalam tiga tahap mulai 2009-2011 dimana tahap ketiga
atau terakhir akan dilaksanakan di 17 propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Lampung, Papua, serta seluruh
provinsi di Kalimantan dan Sulawesi.
Kampanye tahun 2011 dimulai pada tanggal 18 Oktober 2011 dan
berlangsung selama satu bulan yang akan memberikan imunisasi kepada
seluruh Balita di 17 provinsi tersebut dengan jumlah anak yang harus
mendapatkan campak (umur 9 bulan sampai dengan kurang 5 tahun) sebanyak
14 juta orang dan polio (umur 0 sampai kurang 5 tahun) sebanyak 16,5
juta orang.
Dengan banyaknya kasus wabah penyakit menular tersebut, Menkes
menyatakan, sejak 2012 akan memprioritaskan upaya promotif preventif
sebagai pencegahan antara lain dengan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat untuk mengurangi jumlah korban.
Upaya promotif preventif memang merupakan tindakan yang lebih
efektif daripada sekadar kuratif (penyembuhan) karena selain dapat
mengurangi jumlah korban, tindakan preventif juga meningkatkan
produktivitas masyarakat secara umum, tidak perlu terganggu dan
menderita karena penyakit.
(T.A043)