Migrasi Unggas Liar Picu Penyebaran H5N1
Flu Burung Juga Ditemukan di Jerman Jakarta, Kompas - Senin, 16 Maret 2009 | 04:01 WIB Penularan flu burung pada unggas liar di sejumlah negara di dunia terus merebak. Penyebaran virus itu diduga melalui perpindahan tempat atau migrasi burung-burung liar lintas negara. Untuk itu, surveilans aktif mengenai pola migrasi unggas liar perlu digalakkan. Pemerintah Jerman baru-baru ini menginformasikan kepada Komisi Uni Eropa (UE) mengenai terjadinya outbreak virus flu burung (H5N1). Ini merupakan kasus pertama penularan flu burung pada unggas di UE tahun ini. Outbreak ini ditemukan pada bebek liar yang berada dekat daerah Starnberg di negara bagian Bavaria, Jerman. "Kasus penularan flu burung pada unggas liar telah beberapa kali terjadi di Eropa," kata Ketua Panel Ahli Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza Prof Amien Soebandrio, Sabtu (14/3) di Jakarta. Migrasi burung liar dari kutub utara ke Eropa diduga memicu penyebaran virus itu ke sejumlah negara di Eropa. Penanganan baik Temuan tersebut disebabkan negara-negara di Eropa telah menerapkan surveilans aktif secara berkala pada unggas liar maupun unggas di peternakan. Jadi, surveilans tersebut tidak hanya dilakukan setelah ditemukan kasus unggas positif terinfeksi flu burung. "Dengan penanganan yang baik, sampai kini belum ada laporan penularan flu burung dari unggas ke manusia di Eropa," ujar Amien menambahkan. Dalam pedoman internasional Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang merupakan hasil kesepakatan para pakar dunia bidang veteriner antara lain diatur pencegahan kontak unggas liar dengan unggas di peternakan. "Bila unggas liar menulari flu burung ke unggas di peternakan, kemungkinan penularan virus itu ke manusia makin tinggi, baik di peternakan maupun di pasar unggas," ujarnya. Indonesia saat ini terlibat dalam survei global untuk mempelajari pola-pola migrasi unggas liar. Dengan mengetahui pola migrasi itu, asal virus bisa diketahui bila terjadi penularan flu burung pada unggas dan manusia. "Galur virus di tiap negara berbeda-beda. Jadi, vaksin yang digunakan akan sesuai dengan strain virus sehingga lebih efektif," kata Amien. Pemantauan aktif Temuan bebek liar yang terinfeksi flu burung di Jerman merupakan bagian dari program pemantauan atau surveilans aktif UE terhadap penyebaran flu burung di antara burung-burung liar. Jadi, bukan merupakan penyebaran virus. Pemegang otoritas kesehatan hewan Jerman memperkirakan tidak terjadi peningkatan ancaman dari flu burung seiring temuan kasus itu. "Ini merupakan temuan individual di antara burung-burung liar yang dihitung secara berkala," kata juru bicara The Friedrich Loeffler Institute, lembaga nasional Pemerintah Jerman yang menangani penyakit pada hewan, sebagaimana dikutip kantor berita Reuters. Sejauh ini, lembaga itu menilai secara keseluruhan ancaman penularan flu burung dari burung liar masih pada level rendah. Keterlibatan burung terhadap penyebaran virus tersebut hanya pada level kecil dan itu diketahui setelah diuji oleh The Friedrich Loeffler Institute sebagai bagian dari program pemeriksaan nasional pada 5 Maret lalu. Meski burung liar terinfeksi virus, burung itu tidak menunjukkan gejala sakit sehingga dianggap sebagai pembawa virus. Infeksi virus itu tidak terlihat secara aktif sehingga hewan-hewan yang terinfeksi tidak menjadi sakit. Temuan kasus bebek liar yang terinfeksi flu burung baru- baru ini itu tidak mengubah penilaian risiko secara keseluruhan. Zona karantina Kasus outbreak terakhir flu burung pada unggas di UE dideteksi pada Oktober 2008 di negara bagian Saxony, Jerman bagian timur. Dalam kasus temuan flu burung pada bebek liar di Starnberg tahun ini, otoritas setempat memutuskan tidak menerapkan zona karantina di sekeliling wilayah di mana burung yang terinfeksi flu burung. Tindakan tersebut disetujui Komisi UE karena Jerman dinilai menerapkan upaya perlindungan untuk memastikan virus itu tidak menyebar. Menurut pejabat UE, berdasarkan hasil penilaian risiko, Jerman terus melakukan surveilans aktif di area terkontrol dan di sekeliling tempat ditemukan kasus positif flu burung. Tindakan ini dilakukan untuk menghitung burung liar yang bermigrasi pada Januari 2009. Ditemukan di Hongkong Secara terpisah, otoritas Hongkong menemukan kasus ayam yang mati karena terinfeksi virus flu burung. Pemerintah Hongkong menyatakan, hasil tes laboratorium telah mengonfirmasikan bahwa ayam yang ditemukan membusuk dan mengambang di laut selama sekitar 10 hari ternyata positif terinfeksi virus mematikan H5N1. Otoritas Hongkong juga mengumumkan pada 6 Maret 2008 seekor bangkai ayam yang ditemukan di lokasi yang sama juga terinfeksi H5N1. Padahal, tidak ada peternakan ayam dalam batas 3 kilometer dari lokasi ditemukannya ayam mati itu. Para peternak sudah diperingatkan agar meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap kemungkinan penyebaran virus flu burung tersebut. Hongkong dilaporkan sebagai tempat pertama kali ditemukannya kasus flu burung di dunia yang menjangkiti manusia pada 1997 ketika enam orang meninggal dunia. Bersamaan dengan itu, sejumlah unggas dari berbagai wilayah di Hongkong setelah dites ternyata positif H5N1. Pada Desember 2008 Otoritas Hongkong menemukan virus H5N1 pada seekor ayam di sebuah peternakan di Hongkong dan segera memusnahkan lebih dari 90.000 unggas. (EVY/AFP/LOK) Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/16/04013374/migrasi.unggas.liar.picu.penyebaran.h5n1