80.000 Paspor Ditemukan Ganda
Data Imigrasi Akan Bisa Dilihat di Satu Titik
Sabtu, 13 September 2008 | 00:15 WIB
Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menemukan sekitar 80.000 paspor terduplikasi selama penerapan sistem biometric single print atau BSP sidik jari. Paspor itu ditemukan tersebar di seluruh Kantor Wilayah Imigrasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Imigrasi Dephuk dan HAM Basir Achmad Barmawi di Medan, Jumat (12/9), mengatakan, sejak awal tahun lalu sistem lama itu diberbaiki menggunakan sistem baru yang sudah mulai beroperasi sejak Juli 2008. Sistem baru itu tak hanya mengenali sidik jari seseorang, tetapi juga wajah seseorang sekaligus.
”Sistem baru ini membuat kami bisa memberi masukan ke negara selama 2 Agustus hingga 31 Agustus lalu sebanyak Rp 8,6 miliar. Sebelumnya, pemasukan negara harus dibagi dengan vendor,” tutur Achmad. Vendor, dalam hal ini PT Mustika Duta Mas, juga memiliki otoritas terhadap data imigrasi.
Penggunaan alat teknologi biometrik merupakan bagian dari proses autentikasi. Selama ini para ahli keamanan, terutama dari pengusaha pembuat produk biometrik sidik jari, mengatakan, untuk mengakali alat tersebut merupakan hal yang mustahil.
Alasannya, sidik jari merupakan hal unik. Sidik jari tiap orang berbeda dan tidak mungkin sama persis.
Biometrik merupakan teknik autentikasi yang mengambil karakteristik fisik seseorang. Ada beberapa teknik yang sering digunakan dalam autentikasi biometrik, seperti pengenalan sidik jari.
Pengenalan sidik jari dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pengenalan telapak tangan.
Pengenalan suara merupakan teknik lain. Teknik ini harus di perhalus untuk keperluan autentikasi, untuk keperluan nonautentikasi sudah dikenal dalam dunia telekomunikasi untuk otomatisasi layanan pelanggan berdasarkan perintah suara.
Pengenalan muka merupakan teknik autentikasi lainnya yang akan mengenal muka seseorang dari hasil pengindraan kamera digital.
Verifikasi tanda tangan dapat juga dilakukan secara otomatis menggunakan teknik pengenalan citra digital.
Dirjen Imigrasi juga tengah menenderkan sistem border control management (BCM) yang memungkinkan semua data imigrasi di seluruh Indonesia bisa dilihat dari satu titik. Dengan sistem itu, data berapa orang asing yang masuk ke Indonesia dan sudah berapa lama mereka tinggal akan terlihat.
Selama ini, lama tinggal orang asing tidak bisa terdeteksi dengan baik.
”Kasus yang kami temukan bahkan ada yang sudah tinggal di Indonesia selama delapan tahun tanpa izin,” kata Achmad.
Sementara itu, penerapan e-pasport dan disaster recovery center atau sistem pertahanan data dari bencana akan dilakukan tahun 2009. Sistem pertahanan data dari bencana akan dibangun di daerah yang minim terkena bencana di seputar Kalimantan.
Ditanya sistem pelayanan di imigrasi, Achmad mengakui masih banyak calo yang ada di imigrasi.
”Di Jawa Timur, ada pegawai bahkan yang dipukul calo. Ada pula calo yang marah-marah karena lama pengurusannya karena harus antre,” kata Achmad.
”Namun, pengurusan paspor di Indonesia relatif cepat dan murah. Di Australia dan Malaysia sampai sebulan, di sini cuma lima hari dan hanya Rp 270.000. Namun kalau kasih lebih silakan,” kata Achmad.
Ia mengatakan, pegawai Imigrasi yang berjumlah 5.339 orang di seluruh Indonesia hingga saat ini masih kurang. Banyak pegawai yang bekerja berlebih tetapi bergaji rendah. ”Kami masih menghitung berapa besar kebutuhan pegawai kami,” kata Achmad. (WSI/*)
Sumber : Kompas