KLB Diare-Kolera Di Papua : Korban Meninggal 105 Orang Sejak April 2008
Jakarta, 09 Aug 2008
Pemerintah Serius Tangani Diare-Kolera Di Papua
Pemerintah serius tangani kejadian luar biasa (KLB) Diare-Kolera di Papua. Tim penanggulangan KLB telah diturunkan untuk melakukan investigasi epidemiologi dan surveilans, memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas, mengambil sampel untuk pemeriksaan laboratorium, mengirimkan logostik, serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
Secara kumulatif korban meninggal akibat Diare-Kolera sejak April – awal Agustus 2008 berjumlah 105 orang. Sebelumnya korban meninggal dilaporkan sebanyak 94 orang. Tambahan 11 kasus hari ini (10 kasus lama tetapi terlambat dilaporkan dan 1 kasus baru) merupakan update terbaru tanggal 9 Agustus 2008 yang diterima Pusat Komunikasi Publik dari Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes.
Sejak April hingga Juli 2008 telah terjadi KLB Diare-Kolera di 2 kabupaten, yaitu di Kab. Nabire Distrik Kammu dan Distrik Kammu Utara serta di Kab. Paniai Distrik Obano dan Distrik Yatamo, Provinsi Papua.
KLB Diare-Kolera di Kabupaten Nabire mengakibatkan 666 sakit, 97 orang diantaranya meninggal dunia. Korban meninggal paling banyak di Distrik Kammu, yaitu mencapai 66 orang. Sampai tanggal 28 Juli 2008, KLB masih berlangsung, terutama menyerang Desa Igebutu dan Desa Boobutu di Distrik Kammu.
Sementara di Kabupaten Paniai berjumlah 52 kasus, 8 orang diantaranya meninggal. Kasus terbanyak ditemukan di Distrik Obano, yaitu mencapai 46 kasus. Kasus terakhir ditemukan tanggal 13 Juli 2008 dan tidak ditemukan lagi kasus baru hingga kini.
Pengambilan sampel usap dubur (rectal swab) yang dilakukan baik dari penderita maupun keluarga yang kontak dengan penderita, menunjukkan positif terinfeksi vibrio cholera tipe Ogawa.
Tingginya angka kematian ini disebabkan keterlambatan saat berobat karena masyarakat beranggapan jika masih bisa beraktifitas maka dianggap belum sakit. Selain itu juga terlambat mencapai sarana kesehatan karena jauhnya jarak tempuh dan hanya dapat dicapai dengan jalan kaki selama 4 jam. Penyebab lain adalah terlambat penangaan karena Puskesmas Pembantu dan bidan desa tidak dapat melakukan infus.
Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan, Tim Penanggulangan KLB juga mengidentifikasi faktor risiko di masyarakat setempat yaitu masih rendahnya pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kebisaaan minum air mentah, tidak biasa mencuci tangan sebelum makan, jarang mandi dan berganti pakaian, biasa buang air besar di kebun, serta memiliki kebiasaan mencium penderita yang meninggal.
Untuk memantau situasi Dinkes Kab. Nabire, Dinkes Propinsi Papua dan Pusat Penanggulangan Krisis Depkes masih melakaukan pemantauan dan pengamatan. Upaya lain yang dilakukan adalah memberikan pelayanan kesehatan, melakukan pengobatan massal yang berpusat di Desa Ekamadina, menempatkan tenaga dokter di Desa Bomomani dan Modio. Selain itu tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat juga mengupayakan pembatasan sementara waktu bagi warga setempat yang akan mengunjungi Nabire terutama ke Distrik Monemani.
Sumber : Depkes OL