SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Wednesday, March 26, 2008

MUTASI VIRUS AFIAN INFLUENZA (FLU BURUNG)

Perlu Pemetaan "Strain" Virus

Rabu, 26 Maret 2008 | 00:52 WIB

Jakarta, Kompas - Perubahan genetik virus flu burung (AI) pada unggas telah terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air. Hal ini mengakibatkan vaksin yang digunakan pada unggas tidak lagi efektif. Untuk itu, perubahan genetik virus itu harus segera dipetakan untuk membuat vaksin dengan strain yang sama.

”Harus dianalisis, apakah virus jadi lebih ganas atau sebaliknya, virus jadi endemis tetapi tidak lagi infektif pada unggas,” kata anggota panel ahli Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI), drh dr Mangku Sitepu, Selasa (25/3) di Jakarta.

Menurut laporan FAO, virus AI pada unggas bisa bermutasi dan diketahui ada beberapa kelompok genetik yang semuanya virus unggas. Kelompok A menyebar di Jawa, Bali, dan Sulawesi, kelompok B di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, serta kelompok C menyebar di Jawa, Bali, dan Sumatera.

Ketiga kelompok virus ini berasal dari satu cabang kluster virus (clade). Virus yang menular ke manusia umumnya kelompok A, kecuali di Karo dari kelompok C. ”Kemungkinan ada kelompok lain (D, E, dan F) juga telah terdeteksi, termasuk dari clade lain, tetapi belum diketahui persebarannya,” kata Ketua Pelaksana Harian Komnas FBPI Bayu Krisnamurthi.

Direktur Kesehatan Hewan Departemen Pertanian Musni Suatmoko menambahkan, hasil temuan Balai Penelitian Veteriner Bogor dan Deptan memperlihatkan ada perubahan struktur virus di sejumlah daerah seperti Sukabumi, Purwakarta, Subang, Tangerang, dan sebagian wilayah DKI Jakarta. Tingkat kematian unggas karena AI di wilayah itu turun hingga 20 persen.

Akibat perubahan genetik itu, ”Vaksin flu burung jenis H5N1, H5N2, dan H5N9 yang selama ini banyak digunakan kemungkinan tidak lagi efektif kalau dipakai di daerah-daerah itu,” kata Musni menegaskan.

Untuk itu, vaksin homolog dari strain virus yang berubah itu perlu dikembangkan. Saat ini pihaknya sedang membuat peta genetik dari strain virus yang bermutasi. Hasilnya digunakan untuk menentukan mana yang akan jadi bahan vaksin baru. Selanjutnya vaksin baru itu akan digunakan untuk vaksinasi unggas di daerah-daerah tempat mutasi virus flu burung ditemukan.

Bermutasi cepat

Sementara itu, Mangku Sitepu meragukan efektivitas pembuatan vaksin baru itu karena virus flu burung pada unggas terus bermutasi dengan cepat. Pihaknya merekomendasikan agar vaksin yang digunakan berasal dari strain Indonesia sehingga tingkat kecocokannya tinggi.

”Yang juga perlu dikaji adalah apakah mutasi virus itu menunjukkan virus lebih ganas atau sebaliknya,” ujar Mangku. Di sejumlah perusahaan peternakan unggas skala besar dan menengah ditemukan adanya kasus unggas terinfeksi flu burung tanpa ada gejala klinis penyakit, tetapi tingkat produktivitasnya menurun.

Sementara itu, penelitian di Vietnam dan Thailand, dua negara di kawasan Asia Tenggara dengan kejadian luar biasa flu burung, menyebutkan, ledakan flu burung tidak terkait langsung dengan jumlah ayam, tetapi terkait dengan populasi itik dan persawahan padi.

Penelitian dilakukan pada tiga kali ledakan luar biasa virus flu burung tahun 2004 dan 2005. Mereka mengkaji lima variabel, yakni kelimpahan populasi itik, populasi manusia, jumlah ayam, elevasi, dan intensitas pertanian padi.

Para peneliti menyimpulkan, pemantauan populasi itik dan penelusuran kawasan persawahan padi menggunakan satelit merupakan jalan terbaik memprediksi kemungkinan terjadinya ledakan flu burung.

”Secara esensial, virus itu bersifat patogen pada ayam dan membunuhnya sebelum akhirnya virus itu menyebar,” kata Marie Gilbert dari Free University of Brussels, Belgia, seperti dikutip kantor berita AP.

Ledakan flu burung lebih banyak terkonsentrasi di kawasan di mana padi ditanam dua-tiga kali dalam setahun—habitat penting bagi itik dan unggas air liar.

Sejak tahun 2003, virus flu burung telah membunuh lebih dari 200 jiwa. Hingga kini penularan virus H5N1 antarmanusia yang memicu pandemi global masih menjadi perdebatan. Sejauh ini sebagian besar kasus pada manusia terkait kontak mereka dengan unggas terinfeksi virus H5N1. (AP/GSA/EVY)

Sumber : http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.03.26.0052349&channel=2&mn=156&idx=156

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN