SELAMAT DATANG Dr. JEFRI SITORUS, M.Kes semoga sukses memimpin KKP Kelas I Medan------------------------ Kami Mengabdikan diri Bagi Nusa dan Bangsa untuk memutus mata rantai penularan penyakit Antar Negara di Pintu Masuk Negara (Pelabuhan Laut, Bandar Udara dan Pos Lintas Batas Darat=PLBD) ------

Disease Outbreak News

Wednesday, April 9, 2008

Flu Burung : Riset Tak Terkoordinasi dengan Baik

Rabu, 9 April 2008 | 01:05 WIB

Jakarta, Kompas - Riset soal flu burung atau avian influenza pada unggas dan manusia hingga saat ini tidak terkoordinasi dengan baik. Setiap institusi atau lembaga penelitian melakukan riset sendiri-sendiri tanpa koordinasi sehingga kurang optimal manfaat penelitiannya.

Selain kurang koordinasi, kucuran dana juga sangat terbatas sehingga sejumlah peneliti menjalin kerja sama dengan lembaga penelitian di luar negeri. Padahal, hasil penelitian yang aplikatif sudah sangat mendesak di tengah merebaknya virus flu burung atau H5N1 yang telah menyebabkan meninggalnya 107 orang Indonesia. Jumlah kematian ini terbesar di seluruh dunia.

”Forum komunikasi peneliti H5N1 pada manusia dan unggas perlu dibentuk untuk saling tukar informasi. Ini untuk mewujudkan kemandirian riset,” kata Koordinator Unit Penyakit Berpotensi Wabah dan Hepatitis Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Handojo Muljono di Jakarta, Selasa (8/4).

Secara terpisah Ketua Panel Ahli Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) Amin Soebandrio mengakui, selama ini para peneliti flu burung pada unggas dan manusia tidak berinteraksi. ”Sejak awal pengembangan riset terbentur kendala terbatasnya fasilitas, terutama terbatasnya laboratorium BSL-3 (biological safety level-3),” ujarnya. BSL-3 adalah laboratorium dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi untuk penelitian virus-virus yang sangat berbahaya.

Menurut Amin, komunikasi antara peneliti flu burung pada manusia dan unggas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan genetik virus itu. Pada sejumlah kasus ternyata genetik dari virus AI pada unggas berbeda dengan manusia.

”Kami sampai pada kesimpulan, virus flu burung baru bisa menular pada manusia jika terjadi perubahan atau mutasi gen,” kata Amin.

Mengingat pentingnya jejaring antarpeneliti, lanjut Amin, sejak akhir tahun lalu Komnas FBPI mengoordinasi pertemuan antarpeneliti flu burung pada unggas dan manusia untuk berbagi informasi secara berkala ataupun jika ada kasus.

Dilaporkan ke Depkes

Menurut David Handojo, berdasarkan nota kesepahaman dengan Departemen Kesehatan, Lembaga Eijkman berfungsi mengonfirmasi diagnosis infeksi virus H5N1 pada manusia untuk menganalisis adanya mutasi dan tanda-tanda aneh pada sampel virus lewat pengurutan DNA.

”Lembaga ini juga mengkaji risiko penilaian infeksi virus H5N1 dengan karakterisasi virus dan mengkaji risiko dari resistensi virus terhadap berbagai obat antivirus,” ujarnya.

Seluruh hasil riset itu dilaporkan ke Departemen Kesehatan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengendalian flu burung pada manusia. Untuk mendukung kegiatan riset, pemerintah mendanai pembangunan laboratorium dengan tingkat keamanan biologis (BSL)-3, termasuk biaya pemeliharaannya.

Ratusan isolat virus AI

Secara terpisah Elly Siregar, Koordinator Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza Pusat Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian mengatakan, sejak merebaknya kasus avian influensa (AI) pada tahun 2004, peneliti di Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian telah melakukan pemantauan dan pengumpulan isolat virus yang ditemukan di empat sektor peternakan unggas di Indonesia. Hingga saat ini telah ada ratusan isolat virus AI yang dapat dikumpulkan dari peternakan skala rumah tangga hingga industri besar.

Program tersebut dilaksanakan Departemen Pertanian bekerja sama dengan laboratorium referensi milik International Office of Epizootics (IOE) yang berpusat di Geelong, Australia, dan Jaringan Pakar Flu Unggas Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Di tingkat nasional Departemen Pertanian melibatkan peneliti dari Balai Pengujian dan Penyidikan Veteriner di bawah Balai Besar Penelitian Veteriner yang berjumlah tujuh di seluruh Indonesia.

Pemetaan virus secara genetik juga dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner dalam jumlah terbatas. Kerja sama dengan Laboratorium referensi IOE diperlukan untuk mempercepat pekerjaan atau tugas melakukan antigenik dan pemetaan genetik serta challenge test (uji tantang).

Sementara itu, terbatasnya dana penelitian menyebabkan peneliti menjalin kerja sama dengan lembaga penelitian di luar negeri. Seperti dilakukan peneliti Ines Irene Atmosukarto dari Pusat Penelitian Bioteknologi pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengembangkan penelitian vaksin flu burung atas pembiayaan sebuah perusahaan bioteknologi Australia.

”Saya ada peluang untuk pengembangan vaksin flu burung dengan menggabungkan teknologi dari Australia dan Indonesia. Untuk penelitiannya di Australia karena di Indonesia tidak ada yang mendanai,” kata Ines Irene. Menurut Ines, riset vaksin flu burung di Canberra sekarang dijadwalkan akan berakhir pada akhir tahun 2008.

Secara terpisah Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Jan Sopaheluwakan menyatakan, pengalihan riset vaksin atau antivirus burung ke luar negeri memang menjadi persoalan rumit. Penelitian seperti itu tidak bisa semata-mata dilihat dari sudut nasionalisme harus dilakukan di Tanah Air.

Otoritas kuat

Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia (GPPI) Anton J Supit menegaskan, lemahnya implementasi penanganan penanggulangan flu burung karena tidak adanya otoritas yang kuat untuk menjalankan perencanaan yang telah dibuat. Akibatnya, berbagai program penanggulangan flu burung tidak berjalan.

Menurut Anton Supit, pemerintah telah membentuk komnas penanggulangan AI. Namun, kewenangan komnas ini amat dibatasi sehingga hanya bisa membuat perencanaan dan imbauan.

”Padahal dalam penanganan penyebaran virus flu burung harus melalui kerja lintasdepartemen. Akhirnya koordinasi tidak berjalan, apalagi dalam era otonomi daerah seperti sekarang,” katanya.

Oleh karena itu, kata Anton Supit, pemerintah harus memperkuat peran Komnas FBPI. Kewenangan harus diberikan penuh kepada lembaga ini untuk mengendalikan flu burung. Pejabat di departemen-departemen terkait serta di daerah harus tunduk dan patuh pada lembaga ini. (EVY/NAW/YUN/MAS)

http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.04.09.01055014&channel=2&mn=154&idx=154

Travel Notices - CDC Travelers' Health

MANTAN-MANTAN KEPALA KKP MEDAN